Mata Uang Garuda Terus Keok, BI Bakal Keluarkan Surat Utang Sakti
Senin, 11 September 2023 - 07:44 WIB
JAKARTA - Direktur Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter Bank Indonesia ( BI ) Erwindo Kolopaking menyoroti kondisi nilai tukar rupiah yang berada dalam tren melemah akhir-akhir ini. Per akhir Agustus, nilai tukar Rupiah bahkan menurun ke 0,98%.
Baca Juga: Bank Indonesia Buka Lowongan Calon PCPM, Lulusan dari 17 Jurusan Kuliah Ini Dibutuhkan
Angka itu melemah dibandingkan akhir Juli 2023 lalu. Padahal, nilai tukar rupiah sebenarnya sudah menguat hingga 2,22% sejak awal tahun 2023.
"Ini disebabkan oleh ketidakpastian pasar keuangan global, maka itu nilai tukar rupiah melemah secara point to point menjelang akhir Agustus," ungkap Erwindo dalam pelatihan wartawan BI di Labuan Bajo, Nusa Tenggara Timur (NTT), pada Sabtu (9/9/2023).
Dia menegaskan bahwa penguatan nilai tukar rupiah pada dasarnya lebih tinggi dibandingkan sejumlah negara lain secara year-to-date (ytd), seperti rupee India yang hanya meningkat 0,06%, baht Thailand 1,06%, dan peso Filipina 1,54%.
"BI akan terus menjaga stabilitas nilai rupiah, salah satu upayanya melalui instrumen Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI) yang akan terbit mulai 15 September 2023," tambah Erwindo.
Dia menyebut bahwa keberadaan instrumen SRBI ini adalah bagian dari upaya BI untuk menyeimbangkan, dengan mendorong aliran modal masuk dari asing dan bisa memastikan nilai tukar terjaga. Instrumen SRBI juga menunjukkan bahwa ada instrumen lain di pasar selain Surat Berharga Negara (SBN), sehingga bisa menyesuaikan ekspektasi pasar.
"Tahun ini kan anggaran pemerintah relatif besar, jadi pemerintah mengurangi penerbitan SBN. Nah, ini yang mendorong kita untuk menerbitkan instrumen lain, yaitu SRBI ," jelas Erwindo.
Pasalnya, dia menilai saat ini tidak ada instrumen investasi lain yang likuid dan berkualitas seperti SBN. BI pun melihat adanya kebutuhan pasar yang belum terpenuhi itu.
"Meski SRBI ini hanya dijual terbatas, tetapi instrumen ini bisa dipindahtangankan secara lebih mudah dari sisi kepemilikan, baik oleh pelaku keuangan domestik maupun oleh asing, sehingga harapannya bisa menjadi tambahan likuiditas masuk," pungkas Erwindo.
Baca Juga: Bank Indonesia Buka Lowongan Calon PCPM, Lulusan dari 17 Jurusan Kuliah Ini Dibutuhkan
Angka itu melemah dibandingkan akhir Juli 2023 lalu. Padahal, nilai tukar rupiah sebenarnya sudah menguat hingga 2,22% sejak awal tahun 2023.
"Ini disebabkan oleh ketidakpastian pasar keuangan global, maka itu nilai tukar rupiah melemah secara point to point menjelang akhir Agustus," ungkap Erwindo dalam pelatihan wartawan BI di Labuan Bajo, Nusa Tenggara Timur (NTT), pada Sabtu (9/9/2023).
Dia menegaskan bahwa penguatan nilai tukar rupiah pada dasarnya lebih tinggi dibandingkan sejumlah negara lain secara year-to-date (ytd), seperti rupee India yang hanya meningkat 0,06%, baht Thailand 1,06%, dan peso Filipina 1,54%.
"BI akan terus menjaga stabilitas nilai rupiah, salah satu upayanya melalui instrumen Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI) yang akan terbit mulai 15 September 2023," tambah Erwindo.
Dia menyebut bahwa keberadaan instrumen SRBI ini adalah bagian dari upaya BI untuk menyeimbangkan, dengan mendorong aliran modal masuk dari asing dan bisa memastikan nilai tukar terjaga. Instrumen SRBI juga menunjukkan bahwa ada instrumen lain di pasar selain Surat Berharga Negara (SBN), sehingga bisa menyesuaikan ekspektasi pasar.
"Tahun ini kan anggaran pemerintah relatif besar, jadi pemerintah mengurangi penerbitan SBN. Nah, ini yang mendorong kita untuk menerbitkan instrumen lain, yaitu SRBI ," jelas Erwindo.
Pasalnya, dia menilai saat ini tidak ada instrumen investasi lain yang likuid dan berkualitas seperti SBN. BI pun melihat adanya kebutuhan pasar yang belum terpenuhi itu.
"Meski SRBI ini hanya dijual terbatas, tetapi instrumen ini bisa dipindahtangankan secara lebih mudah dari sisi kepemilikan, baik oleh pelaku keuangan domestik maupun oleh asing, sehingga harapannya bisa menjadi tambahan likuiditas masuk," pungkas Erwindo.
(uka)
tulis komentar anda