Pelaku Industri Rokok Desak Aturan Produk Tembakau Dikeluarkan dari RPP UU Kesehatan
Kamis, 28 September 2023 - 08:30 WIB
SURABAYA - Gabungan Pengusaha Rokok Putih Indonesia ( Gaprindo ) dan Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia ( Gappri ) meminta Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mengeluarkan aturan pelaksana mengenai zat adiktif yang memuat soal produk tembakau dari Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) Undang-undang (UU) Kesehatan.Aturan-aturan tersebut dinilai sebagai upaya baru untuk melarang total kegiatan penjualan dan promosi produk tembakau.
Ketua Gaprindo Benny Wachjudi mengatakan, pemerintah dalam hal ini Kemenkes, seharusnya melihat secara komprehensif pemangku kepentingan yang terdampak dari aturan tersebut agar menghasilkan aturan yang adil dan berimbang.
“Kami berharap Kemenkes meninjau ulang rencana aturan tersebut yang akan melarang total penjualan dan promosi produk tembakau. Aturan produk tembakau seharusnya dikeluarkan dari RPP UU Kesehatan agar bisa dibicarkan dulu secara komprehensif. Kami juga memohon kepada Presiden Jokowi untuk mempertimbangkan seluruh aspirasi dari industri pertembakauan Indonesia demi menjaga keberlangsungan mata pencaharian jutaan masyarakat Indonesia yang menggantungkan hidupnya pada industri ini,” terang Benny kepada media, dikutip Kamis (28/9/2023).
Ia menambahkan industri pertembakauan Indonesia adalah industri legal yang menyerap banyak tenaga kerja, yakni sekitar 6 juta masyarakat Indonesia mulai dari pabrikan, pekerja, petani tembakau dan cengkeh, hingga pedagang. Di luar angka tersebut, industri ini juga berdampak pada pelaku industri kreatif. Oleh karena itu, Gaprindo meminta pertimbangan Presiden Jokowi dan Kemenkes untuk meninjau ulang rencana penyusunan aturan pelaksana tersebut.
Senada dengan Gaprindo, Ketua Umum Gappri Henry Najoan menilai aturan pelaksana tentang produk tembakau sebagaimana dalam draft RPP yang digagas oleh Kemenkes adalah berupa larangan yang sangat restriktif. “Hal itu dilihat dari banyaknya pasal pelarangan, bukan pengendalian.”
Merujuk kajian Gappri, peraturan yang dibuat pemerintah saat ini sudah cukup memberatkan. Akibatnya, pabrik rokok jumlahnya turun dari 4.669 unit usaha di tahun 2007 menjadi 1.100 di tahun 2022. "Produksi juga terus menurun, di tahun 2013 sebesar 346 miliar batang menjadi 324 miliar batang pada tahun 2022," katanya.
"Karena itu, Gappri berharap pengaturan terhadap industri hasil tembakau sebagaimana dalam dokumen draft RPP harus mencerminkan di antaranya asas kemanusiaan, kebangsaan, kenusantaraan, keadilan yang memberikan kepastian usaha bagi industri hasil tembakau kretek nasional," pungkas Henry.
Ketua Gaprindo Benny Wachjudi mengatakan, pemerintah dalam hal ini Kemenkes, seharusnya melihat secara komprehensif pemangku kepentingan yang terdampak dari aturan tersebut agar menghasilkan aturan yang adil dan berimbang.
“Kami berharap Kemenkes meninjau ulang rencana aturan tersebut yang akan melarang total penjualan dan promosi produk tembakau. Aturan produk tembakau seharusnya dikeluarkan dari RPP UU Kesehatan agar bisa dibicarkan dulu secara komprehensif. Kami juga memohon kepada Presiden Jokowi untuk mempertimbangkan seluruh aspirasi dari industri pertembakauan Indonesia demi menjaga keberlangsungan mata pencaharian jutaan masyarakat Indonesia yang menggantungkan hidupnya pada industri ini,” terang Benny kepada media, dikutip Kamis (28/9/2023).
Ia menambahkan industri pertembakauan Indonesia adalah industri legal yang menyerap banyak tenaga kerja, yakni sekitar 6 juta masyarakat Indonesia mulai dari pabrikan, pekerja, petani tembakau dan cengkeh, hingga pedagang. Di luar angka tersebut, industri ini juga berdampak pada pelaku industri kreatif. Oleh karena itu, Gaprindo meminta pertimbangan Presiden Jokowi dan Kemenkes untuk meninjau ulang rencana penyusunan aturan pelaksana tersebut.
Senada dengan Gaprindo, Ketua Umum Gappri Henry Najoan menilai aturan pelaksana tentang produk tembakau sebagaimana dalam draft RPP yang digagas oleh Kemenkes adalah berupa larangan yang sangat restriktif. “Hal itu dilihat dari banyaknya pasal pelarangan, bukan pengendalian.”
Merujuk kajian Gappri, peraturan yang dibuat pemerintah saat ini sudah cukup memberatkan. Akibatnya, pabrik rokok jumlahnya turun dari 4.669 unit usaha di tahun 2007 menjadi 1.100 di tahun 2022. "Produksi juga terus menurun, di tahun 2013 sebesar 346 miliar batang menjadi 324 miliar batang pada tahun 2022," katanya.
"Karena itu, Gappri berharap pengaturan terhadap industri hasil tembakau sebagaimana dalam dokumen draft RPP harus mencerminkan di antaranya asas kemanusiaan, kebangsaan, kenusantaraan, keadilan yang memberikan kepastian usaha bagi industri hasil tembakau kretek nasional," pungkas Henry.
(uka)
tulis komentar anda