Melihat Kesiapan Operator dalam Menjalankan Layanan FMC
Kamis, 12 Oktober 2023 - 13:16 WIB
JAKARTA - Di era digital yang semakin pesat, kebutuhan akan layanan telekomunikasi serta koneksi internet yang berkualitas menjadi esensial dalam menunjang aktivitas sehari-hari.
Konvergensi layanan telekomunikasi atau Fixed Mobile Convergence (FMC) tengah menjadi tren di kalangan operator seluler. Penerapan dua layanan dalam satu genggaman ini sudah direncanakan sejak 2005 di Indonesia. Teknologi ini merupakan penggabungan ekosistem antara layanan fixed broadband (internet rumahan) dan mobile broadband (internet dari ponsel pintar).
Di mata Direktur Eksekutif ICT Institute Heru Sutadi, pada dasarnya tren telekomunikasi adalah transformasi yang arahnya efisiensi, sehingga operator seluler bisa fokus memberikan layanan yang semakin baik ke masyarakat.
Saat ini penetrasi layanan mobile mulai turun, sementara pasar fixed boradband masih berpeluang tumbuh. Pasar rumah tangga Indonesia sekitar 45 juta, sementara layanan fixed braodband baru menjangkau 10 juta subscribers sehingga masih bisa bertumbuh hingga 20 juta subscribers dalam beberapa waktu mendatang.
Kemudian, penyatuan layanan fixed dan mobile broadband jangan sampai double cost network, yang mana saat ini sejumlah operator telekomunikasi mengembangkan layanan 5G untuk mobile. Sebagai catatan, pasar global FMC diperkirakan naik cukup besar pada 2023-2028 terutama di Eropa, Asia Pasifik, dan Amerika Utara.
Dari kenaikan tersebut, sayangnya, banyak negara sekadar menyatukan fixed dan mobile broadband hanya karena faktor kompetisi. Selain itu, pada banyak negara lain, pemain telkonya justru banyak bermain di sisi harga, dalam hal ini diskon.
Heru melihat langkah awal penyatuan agar operator seluler dapat dua pendapatan dari mobile dan fixed. Dari sisi konsumen, yang fixed, tarif berlangganan ini harus memberikan manfaat. "Pastinya, kalau harga lebih mahal, ya orang enggak mau,"ucap Heru.
Sementara Dosen Perbanas Institute Piter Abdullah, konvergensi layanan fixed dan mobile broadband harus dilakukan secara bertahap, karena jika dilakukan sekaligus maka biayanya besar. Ia sepakat jika konvergensi layanan telko tidak dapat ditolak dan meyakini kalau FMC tidak akan membebani konsumen, terutama dari sisi harga.
Sejumlah inisiasi FMC sudah dilakukan operator telekomunikasi seperti XL Axiata, Smartfren, hingga Telkom Group. "Intinya mereka enggak mau melakukan sesuatu yang merugikan konsumen dan akhirnya pindah," ujar Piter.
Konvergensi layanan telekomunikasi atau Fixed Mobile Convergence (FMC) tengah menjadi tren di kalangan operator seluler. Penerapan dua layanan dalam satu genggaman ini sudah direncanakan sejak 2005 di Indonesia. Teknologi ini merupakan penggabungan ekosistem antara layanan fixed broadband (internet rumahan) dan mobile broadband (internet dari ponsel pintar).
Di mata Direktur Eksekutif ICT Institute Heru Sutadi, pada dasarnya tren telekomunikasi adalah transformasi yang arahnya efisiensi, sehingga operator seluler bisa fokus memberikan layanan yang semakin baik ke masyarakat.
Saat ini penetrasi layanan mobile mulai turun, sementara pasar fixed boradband masih berpeluang tumbuh. Pasar rumah tangga Indonesia sekitar 45 juta, sementara layanan fixed braodband baru menjangkau 10 juta subscribers sehingga masih bisa bertumbuh hingga 20 juta subscribers dalam beberapa waktu mendatang.
Kemudian, penyatuan layanan fixed dan mobile broadband jangan sampai double cost network, yang mana saat ini sejumlah operator telekomunikasi mengembangkan layanan 5G untuk mobile. Sebagai catatan, pasar global FMC diperkirakan naik cukup besar pada 2023-2028 terutama di Eropa, Asia Pasifik, dan Amerika Utara.
Dari kenaikan tersebut, sayangnya, banyak negara sekadar menyatukan fixed dan mobile broadband hanya karena faktor kompetisi. Selain itu, pada banyak negara lain, pemain telkonya justru banyak bermain di sisi harga, dalam hal ini diskon.
Heru melihat langkah awal penyatuan agar operator seluler dapat dua pendapatan dari mobile dan fixed. Dari sisi konsumen, yang fixed, tarif berlangganan ini harus memberikan manfaat. "Pastinya, kalau harga lebih mahal, ya orang enggak mau,"ucap Heru.
Sementara Dosen Perbanas Institute Piter Abdullah, konvergensi layanan fixed dan mobile broadband harus dilakukan secara bertahap, karena jika dilakukan sekaligus maka biayanya besar. Ia sepakat jika konvergensi layanan telko tidak dapat ditolak dan meyakini kalau FMC tidak akan membebani konsumen, terutama dari sisi harga.
Sejumlah inisiasi FMC sudah dilakukan operator telekomunikasi seperti XL Axiata, Smartfren, hingga Telkom Group. "Intinya mereka enggak mau melakukan sesuatu yang merugikan konsumen dan akhirnya pindah," ujar Piter.
Lihat Juga :
tulis komentar anda