BPR Masih Prospektif di Tengah Kucuran Beragam Insentif Saat Pandemi
Rabu, 05 Agustus 2020 - 19:12 WIB
JAKARTA - Dalam masa Pemulihan Ekonomi Nasional yang digalakkan pemerintah belakangan ini, kelompok Bank Perkreditan Rakyat (BPR) dinilai masih prospektif dengan adanya segmen konsumen yang cukup baik dalam meningkatkan fungsi intermediasinya di tahun ini. Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Halim Alamsyah mengatakan, kondisi perbankan secara keseluruhan masih relatif stabil.
(Baca Juga: Sepanjang 2006-2020, Sebanyak 103 BPR Terlikuidasi )
Guna menjaga likuiditas perbankan, lanjutnya, LPS kembali menurunkan tingkat bunga penjaminan untuk simpanan rupiah di bank umum dan bank perkreditan rakyat (BPR) masing-masing sebesar 25 basis poin (bps). Dengan demikian, tingkat bunga penjaminan LPS di bank umum untuk simpanan rupiah adalah 5,25%, bank umum untuk simpanan valas 1,5% dan di BPR untuk simpanan rupiah sebesar 7,75%.
LPS Bersama dengan OJK juga telah memberikan beberapa insentif bagi BPR. Dari sisi LPS misalnya memberi keringanan bagi perbankan dalam membayar premi penjaminan yang berlaku. (Baca juga: Ekonomi Indonesia Minus 5,32%, Terparah Sejak Tahun 1999)
"Relaksasi pembayaran premi penjaminan berlaku selama 3 semester mulai semester II 2020 hingga semester II 2021. Keringanan tersebut berupa penghapusan denda bagi yang terlambat membayar premi. Hal ini dalam rangka memberi ruang gerak bagi perbankan nasional,” kata Halim di Jakarta, Rabu (5/8/2020).
(Baca Juga: Ini Biang Kerok Penyebab Bisnis BPR Alami Kebangkrutan )
OJK juga telah menerapkan relaksasi yang manfaatnya dapat dirasakan oleh BPR di tengah masa sulit akibat Pandemi ini. Melalui POJK Nomor 34/POJK.03/2020 tentang Kebijakan Bagi Bank Perkreditan Rakyat dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah Sebagai Dampak Penyebaran Coronavirus Disease 2019 pada tanggal 2 Juni 2020, OJK meringankan penghitungan Penyisihan Penghapusan Aset Produktif (PPAP) umum, dan nilai Agunan Yang Diambil Alih (AYDA) sebagai faktor pengurang modal inti dalam perhitungan Kewajiban Pemenuhan Modal Minimum.
Dalam kesempatan yang berbeda, Ketua Umum Perhimpunan Bank Perkreditan Rakyat Indonesia (Perbarindo) Joko Suyanto mengungkapkan industri BPR – BPRS dalam kondisi yang sehat, terjaga dan masih tumbuh positif. Hal ini tercermin dari beberapa indikator kinerja seperti, aset Industri BPR per Mei 2020 tumbuh sebesar 6,08% dibandingkan posisi yang sama setahun yang lalu dan telah mencapai Rp145 triliun.
Menurut dia, masyarakat masih sangat percaya terhadap Industri ini. Hal ini terlihat dengan tumbuhnya dana masyarakat yang disimpan di BPR, dalam bentuk tabungan tumbuh sebesar 6,77% dibandingkan tahun lalu, sedangkan deposito tumbuh sebesar 6,43%. (Baca juga: BPS: Semua Wilayah Minus, Kecuali Papua dan Maluku)
(Baca Juga: Sepanjang 2006-2020, Sebanyak 103 BPR Terlikuidasi )
Guna menjaga likuiditas perbankan, lanjutnya, LPS kembali menurunkan tingkat bunga penjaminan untuk simpanan rupiah di bank umum dan bank perkreditan rakyat (BPR) masing-masing sebesar 25 basis poin (bps). Dengan demikian, tingkat bunga penjaminan LPS di bank umum untuk simpanan rupiah adalah 5,25%, bank umum untuk simpanan valas 1,5% dan di BPR untuk simpanan rupiah sebesar 7,75%.
LPS Bersama dengan OJK juga telah memberikan beberapa insentif bagi BPR. Dari sisi LPS misalnya memberi keringanan bagi perbankan dalam membayar premi penjaminan yang berlaku. (Baca juga: Ekonomi Indonesia Minus 5,32%, Terparah Sejak Tahun 1999)
"Relaksasi pembayaran premi penjaminan berlaku selama 3 semester mulai semester II 2020 hingga semester II 2021. Keringanan tersebut berupa penghapusan denda bagi yang terlambat membayar premi. Hal ini dalam rangka memberi ruang gerak bagi perbankan nasional,” kata Halim di Jakarta, Rabu (5/8/2020).
(Baca Juga: Ini Biang Kerok Penyebab Bisnis BPR Alami Kebangkrutan )
OJK juga telah menerapkan relaksasi yang manfaatnya dapat dirasakan oleh BPR di tengah masa sulit akibat Pandemi ini. Melalui POJK Nomor 34/POJK.03/2020 tentang Kebijakan Bagi Bank Perkreditan Rakyat dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah Sebagai Dampak Penyebaran Coronavirus Disease 2019 pada tanggal 2 Juni 2020, OJK meringankan penghitungan Penyisihan Penghapusan Aset Produktif (PPAP) umum, dan nilai Agunan Yang Diambil Alih (AYDA) sebagai faktor pengurang modal inti dalam perhitungan Kewajiban Pemenuhan Modal Minimum.
Dalam kesempatan yang berbeda, Ketua Umum Perhimpunan Bank Perkreditan Rakyat Indonesia (Perbarindo) Joko Suyanto mengungkapkan industri BPR – BPRS dalam kondisi yang sehat, terjaga dan masih tumbuh positif. Hal ini tercermin dari beberapa indikator kinerja seperti, aset Industri BPR per Mei 2020 tumbuh sebesar 6,08% dibandingkan posisi yang sama setahun yang lalu dan telah mencapai Rp145 triliun.
Menurut dia, masyarakat masih sangat percaya terhadap Industri ini. Hal ini terlihat dengan tumbuhnya dana masyarakat yang disimpan di BPR, dalam bentuk tabungan tumbuh sebesar 6,77% dibandingkan tahun lalu, sedangkan deposito tumbuh sebesar 6,43%. (Baca juga: BPS: Semua Wilayah Minus, Kecuali Papua dan Maluku)
tulis komentar anda