YLKI: Penghapusan Skema Jual-Beli Listrik PLTS Atap Jadi Win-win Solution

Minggu, 11 Februari 2024 - 22:25 WIB
Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) menyoroti revisi aturan terkait penggunaan PLTS atap. FOTO/dok.SINDOnews
JAKARTA - Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia ( YLKI ) menilai persetujuan presiden terkait revisi aturan terkait penggunaan pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) atap dinilai sebagai kebijakan win-win solution bagi anggaran negara dan masyarakat.

Ketua YLKI Tulus Abadi mengatakan negara tidak terbebani, dan masyarakat yang ingin membangkitkan listrik bersumber dari energi baru terbarukan, bisa tetap memasang PLTS atap. "Ini menjadi win-win solution untuk semuanya," kata Tulus, Minggu (11/2/2024).

Baca Juga: Aturan PLTS Atap Direvisi, Listrik Lebih dari Panel Surya Tak Lagi Dibeli PLN



Tulus mengatakan langkah tersebut sangat realistis bagi sistem ketenagalistrikan Tanah Air. Keputusan pemerintah soal PLTS atap menjadi kebijakan yang realistis mengingat kondisi empirik sektor ketenagalistrikan saat ini. Dalam aturan sebelumnya, pemilik PLTS atap dapat menjual kelebihan pasokan listrik yang dihasilkan. Melalui aturan revisi ini, skema itu tidak ada sebab aturan ekspor-impor listrik ditiadakan.

"Memang aspek jual beli energi (ekspor impor) di PLTS atap menjadi klausul yang diharapkan, bagi pelaku usaha dan juga konsumen. Namun kebijakan itu tidak sangat dekat dengan situasi saat ini," kata dia.

Namun demikian, kapasitas listrik yang dihasilkan oleh PLTS atap baiknya disesuaikan dengan kebutuhan dari konsumen itu sendiri. Dengan adanya revisi pada Permen ESDM No. 26/2021, paparnya, langkah ini dianggap sebagai titik awal yang tepat untuk melindungi kepentingan negara dalam menjaga kedaulatan energi. Penggunaan PLTS atap lebih sesuai diterapkan pada daerah-daerah yang masih kekurangan listrik.

"Saya sarankan, masifikasi PLTS atap bisa dilakukan di area yang saat ini non-oversupply," ujarnya.



Selain mengenai revisi peraturan PLTS atap, Tulus juga memiliki perhatian pada skema power wheeling yang diwacanakan untuk masuk ke dalam RUU Energi Baru dan Energi Terbarukan (RUU EBET). Menurut dia, penerapan skema ini juga dapat menjadi beban baik bagi masyarakat maupun pemerintah jika dijalankan. Terutama untuk penentuan tarif listrik.

"Selain itu, juga perlu dipertimbangkan mengenai keandalan pasokan listrik bagi konsumen dari pembangkit EBT yang memiliki sifat intermiten," jelasnya.
(nng)
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More