Resesi Seks Bikin Cemas, Korsel Akan Gelar Perjodohan Massal

Minggu, 18 Februari 2024 - 08:35 WIB
Korea Selatan mendorong pernikahan dan membendung penurunan angka kelahiran. FOTO/Reuters
JAKARTA - Korea Selatan (Korsel) memiliki tingkat kesuburan terburuk di dunia. Beberapa pihak mengaitkan keruntuhan demografis negara ini dengan kemunculan feminisme yang memperburuk hubungan gender dan membuat para wanita muda enggan memiliki anak.

Kekhawatiran terjadinya resesi seks mengalihkan para pembuat kebijakan fokus menangani masalah struktural yang bisa merugikan negara. Krisis demografi Korea Selatan terjadi sebelum munculnya feminisme sebagai pandangan yang meluas dan gerakan MeToo tahun 2017. Demografi suatu negara dianggap berkelanjutan jika setiap wanita memiliki rata-rata 2,1 anak selama hidupnya.



Mengutip East Asia Forum, tingkat kesuburan total (TFR) Korea Selatan turun di bawah 2,1 pada tahun 1983 dan turun menjadi 1,5 pada tahun 1998. Hal ini menunjukkan bahwa krisis natalitas muncul pada masa pemerintahan Chun Doo-hwan, yang bukan merupakan masa hegemoni feminis.

Korea Selatan kontemporer bukanlah benteng feminis. Negara ini memiliki kesenjangan upah gender tertinggi di antara negara-negara OECD dan beberapa kondisi kerja terburuk bagi perempuan. Jumlah perempuan muda yang mengidentifikasi diri sebagai feminis menurun antara tahun 2021 dan 2023.

Keruntuhan demografis Korsel jika tidak ditangani dapat menimbulkan dampak yang serius. Bahkan jika Seoul dapat mengatasi dampak ekonomi, penurunan populasi yang dihasilkan akan secara dramatis mengubah keseimbangan kekuatan regional.

Korea Selatan masih mengandalkan wajib militer untuk mempertahankan kekuatan perang. Jumlah wajib militer, yang mewakili sekitar setengah dari jumlah angkatan bersenjata, dapat turun dari 330.000 tentara pada tahun 2020 menjadi 240.000 pada tahun 2036 dan 186.000 pada tahun 2039.

Tanpa perubahan radikal, mempertahankan postur militer Korea Selatan yang tangguh akan menjadi mustahil. Dengan demikian, penurunan populasi merupakan ancaman eksistensial bagi Korea Selatan.

Tak hanya Korsel, kekhawatiran terjadinya resesi seks juga dialami Rusia, Korea Selatan dan China. Selama tahun 2000-an, pemerintah Rusia khawatir bahwa tingkat kesuburan penduduknya yang rendah akan mengakhiri kekuatan ekonomi yang besar dan melemahkan kemampuan pertahanan.

Kecemasan ekonomi yang kuat di kalangan generasi muda adalah faktor lain yang menunda kelahiran. Biaya perumahan dan utang rumah tangga telah meningkat secara signifikan dalam beberapa tahun terakhir, sehingga semakin membatasi kemungkinan untuk membentuk sebuah keluarga.



Pacaran dan kekerasan dalam rumah tangga juga menghalangi wanita untuk menjalin hubungan. Tekanan sosial untuk menginvestasikan waktu dan uang secara berlebihan untuk pendidikan anak semakin memperumit masalah ini.

Pemerintah Kota Seoul sedang mempertimbangkan program perjodohan yang disponsori oleh pemerintah kota. Ini sebagai bagian dari upaya pemerintah mendorong pernikahan dan membendung penurunan angka kelahiran di negara tersebut. Melansir Bloomberg, perjodohan akan memainkan peranan penting untuk meningkatkan cuti bagi orang tua, imigrasi, dan kesejahteraan ekonomi. Faktor-faktor tersebut penting untuk mendorong kelahiran.
(nng)
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Terpopuler
Berita Terkini More