Rupiah Hadapi Tekanan, Ekonom UI: BI Perlu Tahan Suku Bunga 6%

Rabu, 24 April 2024 - 11:09 WIB
Bank Indonesia perlu mempertahankan suku bunga di tengah tekanan rupiah. FOTO/dok.SINDOnews
JAKARTA - Ekonom Lembaga Penelitian Ekonomi dan Masyarakat (LPEM) Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (FEB UI) Teuku Riefky menyampaikan bahwa Bank Indonesia (BI) sebaiknya mempertahankan suku bunga acuannya sebesar 6 persen untuk meredam dampak ketegangan geopolitik di Timur Tengah.

"Rupiah saat ini sedang menghadapi tekanan mata uang yang sangat besar dan lonjakan arus keluar modal dalam dua minggu terakhir, yang dipicu oleh ketegangan geopolitik di Timur Tengah,” ujar Teuku Riefky dalam pernyataannya, Rabu (24/4/2024).



Menurutnya, meningkatnya ketegangan antara Iran dan Israel menimbulkan sentimen bahwa bank sentral Amerka Serikat, Federal Reserve System atau The Fed, berpotensi menahan suku bunga acuannya lebih lama. Dia mengatakan hal tersebut mendorong investor untuk mengalihkan portofolio dari pasar modal domestik. Selama minggu pertama pascalibur Lebaran, arus modal keluar mencapai USD490 juta.

Sementara, akumulasi modal keluar selama satu bulan terakhir per 18 Maret hingga 18 April mencapai USD2,11 miliar dan tercatat sebagai arus modal keluar bulanan terbesar sejak September lalu.



“Imbasnya, imbal hasil Surat Utang Negara (SUN) tenor 10 tahun meningkat menjadi 7,03 persen dari 6,67 persen pada bulan sebelumnya, mencapai titik tertingginya dalam lima bulan terakhir,” kata Riefky.



Dia mengatakan imbal hasil SUN tenor satu tahun juga melonjak mencapai 6,33 persen dari 6,19 persen pada bulan sebelumnya.

BI pun merespons dengan meningkatkan intensitas intervensi moneter melalui strategi triple intervention, yakni intervensi aktif di pasar spot valuta asing, pembelian Surat Berharga Negara (SBN), dan intervensi di pasar domestic non-delivery forward (DNDF).

Riefky menyatakan bahwa intervensi yang dilakukan BI dalam seminggu terakhir akhirnya mampu menstabilkan nilai tukar rupiah, walaupun hanya pada kisaran Rp16.200 per dolar AS karena besarnya tekanan eksternal. Rupiah sejauh ini terdepresiasi sekitar 2,98 persen month-to-month (mtm) atau 5,5 persen year-to-date (ytd) terhadap dolar AS dan tercatat sebagai salah satu mata uang dengan performa terburuk dibandingkan negara sejawat (peer country) dan hanya lebih baik dari Lira Brazil dalam satu bulan terakhir.

"Walaupun terdapat ruang untuk kenaikan suku bunga acuan, keputusan menaikkan suku bunga acuan BI nampaknya bukanlah langkah ideal yang perlu diambil saat ini,” ucapnya.
(nng)
tulis komentar anda
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More