BPK Ingatkan Bebas Visa Kunjungan Bisa Bikin Negara Kehilangan PNBP Rp3 T per Tahun
Kamis, 13 Juni 2024 - 11:35 WIB
Nyoman Adhi mengatakan, peningkatan PNBP tersebut tentu berkorelasi dengan peningkatan jumlah kunjungan Warga Negara Asing (WNA) ke Indonesia. Berdasarkan data yang ada, lanjut Nyoman Adhi, total kunjungan WNA pada 2021 sebanyak 1.174.796 orang, yang turun karena pandemi Covid-19, lalu kembali meningkat ke angka 4.634.348 WNA pada 2022.
“Bahkan meningkat signifikan sebanyak 10.632.034 WNA pada 2023. Dan peningkatan itu terjadi ketika kebijakan penghentian sementara BVK masih berlaku,” katanya.
Telah Beberapa Kali Diubah
Untuk diketahui, BVK diterapkan pemerintah sejak 1983 dan telah mengalami beberapa kali perubahan. Terakhir, kebijakan BVK ditetapkan lewat Perpres Nomor 21 Tahun 2016. Dalam Perpres tersebut, ditetapkan 169 negara yang dibebaskan dari kewajiban memiliki visa kunjungan untuk masuk ke wilayah Indonesia.
”Dari 169 negara itu, hanya 35 negara yang juga memberikan BVK bagi Warga Negara Indonesia (WNI) yang akan bepergian ke negaranya. Artinya, ada asas timbal balik,” ungkap Nyoman Adhi.
Sebelum Perpres tersebut terbit, negara-negara yang tidak memberikan asas timbal balik diharuskan memiliki Visa Kunjungan Saat Kedatangan (VKSK) untuk masuk ke wilayah Indonesia.
Catatan terkait Perpres Nomor 21 Tahun 2016, menurut Nyoman Adhi, yakni pembentukannya tidak diprakarsai oleh instansi yang berwenang dan tidak bersifat mendesak. Perpres tersebut juga tidak memenuhi asas timbal balik.
Dampaknya, lanjut Nyoman Adhi, pada 2017-2020 jumlah kunjungan WNA dari negara subjek BVK yang tidak menerapkan asas timbal balik terus meningkat. Total jumlah kunjungan mencapai 22.272.040 WNA.
“Hanya saja, sekalipun jumlah kunjungan WNA meningkat, negara justru kehilangan PNBP karena penerapan BVK,” ujarnya.
Nyoman Adhi mengatakan, jika menggunakan tarif VKSK yang berlaku yakni Rp500 ribu, maka negara kehilangan penerimaan dari layanan visa kunjungan saat kedatangan minimal Rp11,13 triliun atau Rp3,02 triliun per tahun.
“Bahkan meningkat signifikan sebanyak 10.632.034 WNA pada 2023. Dan peningkatan itu terjadi ketika kebijakan penghentian sementara BVK masih berlaku,” katanya.
Telah Beberapa Kali Diubah
Untuk diketahui, BVK diterapkan pemerintah sejak 1983 dan telah mengalami beberapa kali perubahan. Terakhir, kebijakan BVK ditetapkan lewat Perpres Nomor 21 Tahun 2016. Dalam Perpres tersebut, ditetapkan 169 negara yang dibebaskan dari kewajiban memiliki visa kunjungan untuk masuk ke wilayah Indonesia.
”Dari 169 negara itu, hanya 35 negara yang juga memberikan BVK bagi Warga Negara Indonesia (WNI) yang akan bepergian ke negaranya. Artinya, ada asas timbal balik,” ungkap Nyoman Adhi.
Sebelum Perpres tersebut terbit, negara-negara yang tidak memberikan asas timbal balik diharuskan memiliki Visa Kunjungan Saat Kedatangan (VKSK) untuk masuk ke wilayah Indonesia.
Catatan terkait Perpres Nomor 21 Tahun 2016, menurut Nyoman Adhi, yakni pembentukannya tidak diprakarsai oleh instansi yang berwenang dan tidak bersifat mendesak. Perpres tersebut juga tidak memenuhi asas timbal balik.
Dampaknya, lanjut Nyoman Adhi, pada 2017-2020 jumlah kunjungan WNA dari negara subjek BVK yang tidak menerapkan asas timbal balik terus meningkat. Total jumlah kunjungan mencapai 22.272.040 WNA.
“Hanya saja, sekalipun jumlah kunjungan WNA meningkat, negara justru kehilangan PNBP karena penerapan BVK,” ujarnya.
Nyoman Adhi mengatakan, jika menggunakan tarif VKSK yang berlaku yakni Rp500 ribu, maka negara kehilangan penerimaan dari layanan visa kunjungan saat kedatangan minimal Rp11,13 triliun atau Rp3,02 triliun per tahun.
tulis komentar anda