Harga Eceran Minyak Goreng Naik, Beban Ekonomi Bakal Makin Berat
Senin, 22 Juli 2024 - 07:59 WIB
JAKARTA - Ekonom menilai kenaikan Harga Eceran Tertinggi (HET) minyak goreng Minyakita dari Rp14.000 menjadi Rp15.700 per liter, sesuatu yang aneh. Pasalnya Indonesia adalah penghasil sawit terbesar, dimana minyak goreng dihasilkan dari minyak sawit.
Sebelumnya kenaikan HET Minyakita diumumkan oleh Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan dalam Surat Edaran Nomor 03 Tahun 2023 tentang Pedoman Penjualan Minyak Goreng Rakyat pada Jumat 19 Juli ini. Sudah tepatkah kebijakan tersebut?
Kemendag menjelaskan bahwa HET minyak goreng harus disesuaikan dengan biaya produksi yang terus naik dan fluktuasi nilai tukar rupiah. Di sisi lain produksi minyak sawit mentah (CPO) Indonesia terus meningkat, dimana pada tahun 2023 tercatat mencapai 50,07 juta ton.
Raihan tersebut mengalami kenaikan sebesar 7,15% dibandingkan produksi tahun 2022 yang mencapai 46,73 juta ton. Pakar Kebijakan Publik dan Ekonom UPN Veteran Jakarta, Achmad Nur Hidayat mengatakan, atas dasar itu menunjukkan bahwa untuk menghasilkan minyak goreng, Indonesia tidak perlu impor, jadi alasannya biaya produksi dan nilai tukar rupiah menjadi sumir.
"Dengan produksi CPO yang melimpah, alasan kenaikan biaya produksi yang dikaitkan dengan harga internasional dan nilai tukar rupiah tampaknya kurang tepat, karena sebagian besar bahan baku utama berasal dari dalam negeri," ungkap Achmad Nur Hidayat dalam keterangannya di Jakarta, Senin (22/7/2024).
Menurutnya secara keseluruhan, meskipun ada justifikasi ekonomi di balik kenaikan HET minyak goreng, kebijakan ini tidak tepat waktu dan berpotensi memperburuk kondisi ekonomi masyarakat, yang justru membutuhkan dukungan dan stimulus untuk mengatasi kelesuan ekonomi saat ini.
"Kenaikan HET minyak goreng, khususnya Minyakita, menjadi Rp15.700 per liter memang menimbulkan pertanyaan terkait urgensi dan dampaknya terhadap masyarakat kecil, terutama dalam konteks ekonomi yang sedang menunjukkan tanda-tanda kelesuan juga alasan faktor ekonomi dan sosial yang saling berkaitan," bebernya.
Sebelumnya kenaikan HET Minyakita diumumkan oleh Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan dalam Surat Edaran Nomor 03 Tahun 2023 tentang Pedoman Penjualan Minyak Goreng Rakyat pada Jumat 19 Juli ini. Sudah tepatkah kebijakan tersebut?
Kemendag menjelaskan bahwa HET minyak goreng harus disesuaikan dengan biaya produksi yang terus naik dan fluktuasi nilai tukar rupiah. Di sisi lain produksi minyak sawit mentah (CPO) Indonesia terus meningkat, dimana pada tahun 2023 tercatat mencapai 50,07 juta ton.
Raihan tersebut mengalami kenaikan sebesar 7,15% dibandingkan produksi tahun 2022 yang mencapai 46,73 juta ton. Pakar Kebijakan Publik dan Ekonom UPN Veteran Jakarta, Achmad Nur Hidayat mengatakan, atas dasar itu menunjukkan bahwa untuk menghasilkan minyak goreng, Indonesia tidak perlu impor, jadi alasannya biaya produksi dan nilai tukar rupiah menjadi sumir.
"Dengan produksi CPO yang melimpah, alasan kenaikan biaya produksi yang dikaitkan dengan harga internasional dan nilai tukar rupiah tampaknya kurang tepat, karena sebagian besar bahan baku utama berasal dari dalam negeri," ungkap Achmad Nur Hidayat dalam keterangannya di Jakarta, Senin (22/7/2024).
Baca Juga
Menurutnya secara keseluruhan, meskipun ada justifikasi ekonomi di balik kenaikan HET minyak goreng, kebijakan ini tidak tepat waktu dan berpotensi memperburuk kondisi ekonomi masyarakat, yang justru membutuhkan dukungan dan stimulus untuk mengatasi kelesuan ekonomi saat ini.
"Kenaikan HET minyak goreng, khususnya Minyakita, menjadi Rp15.700 per liter memang menimbulkan pertanyaan terkait urgensi dan dampaknya terhadap masyarakat kecil, terutama dalam konteks ekonomi yang sedang menunjukkan tanda-tanda kelesuan juga alasan faktor ekonomi dan sosial yang saling berkaitan," bebernya.
Lihat Juga :
tulis komentar anda