Investor Asing Masih Ogah Garap Proyek Jalan Tol di Indonesia, Ini Sebabnya
Kamis, 08 Agustus 2024 - 21:35 WIB
JAKARTA - Investor asing diketahui tidak terlalu tertarik untuk membangun proyek jalan tol , padahal sejatinya pembangunan infrastruktur terutama jalan tol tidak hanya sekedar mengandalkan APBN (Anggaran Pendapatan Belanja Negara). Dibutuhkan kontribusi para pelaku usaha, baik dari dalam maupun luar negeri untuk pengembangan jaringan jalan tol.
Namun demikian, pencarian investor asing untuk masuk ke proyek jalan tol baru di dalam negeri masih memegang kekhawatiran yang terkait dengan kepastian berusaha hingga prosedur perizinan yang cukup banyak di Indonesia.
Juru Bicara Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Endra S. Atmawidjaja menjelaskan, setidaknya ada dua jenis investasi untuk proyek infrastruktur seperti jalan tol, yaitu greenfield dan brownfield.
Secara singkat, Endra menjelaskan investasi ke proyek greenfield artinya calon investor membangun di atas tanah yang masih kosong, alias dimulai dari sejak proses konstruksi. Sedangkan investasi brownfield, calon investor membeli konsesi dari infrastruktur yang sudah rampung dibangun.
"Jadi (brownfield) bukan dijual ke asing, tapi konsesinya yang diambil, tapi tolnya tetep punya pemerintah, tidak pernah di lepas, masa konsesinya saja yang pindah," kata Endra saat ditemui MNC Portal di Jakarta, dikutip Kamis (8/8/2024).
Endra menjelaskan saat ini calon investor asing untuk berinvestasi ke proyek infrastruktur memang kerap masuk ke proyek brownfield atau yang sudah jadi. Alasannya karena sudah tidak lagi memerlukan proses pembebasan lahan, perizinan, atau proses konstruksi lagi.
"Saya kalau persentase tidak tahu, tapi kalau INA itu lebih tertarik di brownfield, berarti dia tidak mau sibuk oleh masalah tanah, dengan financial close, perizinan dan lainnya," tambahnya.
Namun demikian, Endra menyebut calon investor memang memerlukan kepastian sebelum menanamkan modalnya di Indonesia. Sehingga proyek-proyek yang fisiknya sudah terlihat masih dianggap lebih menarik ketimbang proyek yang belum memulai konstruksi.
"Namanya investor kan perlu kepastian, nah kalau di konstruksi ketidakpastian itu ada di masalah sosial, masalah tanah, begitu saja, dia tidak mau ribet dengan itu," kata Endra.
"Terus perizinan biasanya yang biasanya bikin (pertimbangan), AMDAL nya dan segala macam, kalau sudah selesai semua konstruksinya bisa berjalan, dia tinggal beli," pungkasnya.
Namun demikian, pencarian investor asing untuk masuk ke proyek jalan tol baru di dalam negeri masih memegang kekhawatiran yang terkait dengan kepastian berusaha hingga prosedur perizinan yang cukup banyak di Indonesia.
Juru Bicara Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Endra S. Atmawidjaja menjelaskan, setidaknya ada dua jenis investasi untuk proyek infrastruktur seperti jalan tol, yaitu greenfield dan brownfield.
Secara singkat, Endra menjelaskan investasi ke proyek greenfield artinya calon investor membangun di atas tanah yang masih kosong, alias dimulai dari sejak proses konstruksi. Sedangkan investasi brownfield, calon investor membeli konsesi dari infrastruktur yang sudah rampung dibangun.
"Jadi (brownfield) bukan dijual ke asing, tapi konsesinya yang diambil, tapi tolnya tetep punya pemerintah, tidak pernah di lepas, masa konsesinya saja yang pindah," kata Endra saat ditemui MNC Portal di Jakarta, dikutip Kamis (8/8/2024).
Endra menjelaskan saat ini calon investor asing untuk berinvestasi ke proyek infrastruktur memang kerap masuk ke proyek brownfield atau yang sudah jadi. Alasannya karena sudah tidak lagi memerlukan proses pembebasan lahan, perizinan, atau proses konstruksi lagi.
"Saya kalau persentase tidak tahu, tapi kalau INA itu lebih tertarik di brownfield, berarti dia tidak mau sibuk oleh masalah tanah, dengan financial close, perizinan dan lainnya," tambahnya.
Namun demikian, Endra menyebut calon investor memang memerlukan kepastian sebelum menanamkan modalnya di Indonesia. Sehingga proyek-proyek yang fisiknya sudah terlihat masih dianggap lebih menarik ketimbang proyek yang belum memulai konstruksi.
"Namanya investor kan perlu kepastian, nah kalau di konstruksi ketidakpastian itu ada di masalah sosial, masalah tanah, begitu saja, dia tidak mau ribet dengan itu," kata Endra.
"Terus perizinan biasanya yang biasanya bikin (pertimbangan), AMDAL nya dan segala macam, kalau sudah selesai semua konstruksinya bisa berjalan, dia tinggal beli," pungkasnya.
(akr)
tulis komentar anda