Apakah BRICS Benar-benar Bisa Meruntuhkan Kejayaan Dolar AS?
Minggu, 06 Oktober 2024 - 08:38 WIB
JAKARTA - Selama beberapa dekade, dolar AS telah menjadi mata uang cadangan internasional. Dengan banyaknya negara yang kini mencari alternatif lain, dan BRICS menambah anggota baru, apakah masa kejayaan dolar sudah berakhir?
Berdasarkan laporan Middle East Council on Global Affairs, tahun ini empat negara dengan perekonomian terbesar di Timur Tengah dan Afrika Utara bergabung dengan aliansi BRICS. Bergabungnya Mesir, Iran, Arab Saudi, dan Uni Emirat Arab (UEA) merupakan langkah strategis untuk menjauh dari Amerika Serikat (AS) dan Eropa.
Bagi anggota baru BRICS, hal ini dapat membuka peluang baru untuk perdagangan dan investasi dengan para pendiri blok ini. Hal ini juga dapat menawarkan mereka kesempatan untuk mengurangi ketergantungan mereka pada dolar AS, memberikan mereka fleksibilitas yang lebih besar untuk melawan tekanan politik dan ekonomi AS. Namun, meskipun beberapa pejabat BRICS telah menyerukan agar blok ini melepaskan diri dari dolar sepenuhnya, hal ini akan sangat sulit untuk dilakukan.
Memahami Dominasi Dolar
Dolar AS telah menjadi mata uang cadangan utama dunia sejak akhir Perang Dunia II. Di bawah perjanjian Bretton Woods tahun 1944, negara-negara anggota pada awalnya menetapkan mata uang mereka ke dolar, yang nilainya dikaitkan dengan emas.
Hal ini membawa stabilitas pada ekonomi global setelah perang. Namun, pada tahun 1971, Pemerintahan Nixon meninggalkan standar emas, sehingga mengganggu perekonomian internasional dengan mengancam akan merusak nilai dolar dan cadangan devisa di banyak negara.
Kondisi ini menjadi perhatian khusus bagi Arab Saudi, yang telah menetapkan harga ekspor minyak dalam dolar sejak perjanjian tahun 1945 yang menjamin akses Amerika ke minyak Saudi dengan imbalan jaminan keamanan.
Setelah mengumpulkan cadangan dolar, pemerintah Arab Saudi bekerja sama dengan AS setelah "Nixon Shock" untuk meningkatkan permintaan dolar. Otoritas Saudi terus menetapkan harga minyak dalam dolar dan berhasil melobi sesama anggota kartel energi OPEC untuk melakukan hal yang sama. Hal ini mendukung dolar pada saat yang penting, secara efektif mengikat nilainya pada minyak dan bukan emas.
Berdasarkan laporan Middle East Council on Global Affairs, tahun ini empat negara dengan perekonomian terbesar di Timur Tengah dan Afrika Utara bergabung dengan aliansi BRICS. Bergabungnya Mesir, Iran, Arab Saudi, dan Uni Emirat Arab (UEA) merupakan langkah strategis untuk menjauh dari Amerika Serikat (AS) dan Eropa.
Bagi anggota baru BRICS, hal ini dapat membuka peluang baru untuk perdagangan dan investasi dengan para pendiri blok ini. Hal ini juga dapat menawarkan mereka kesempatan untuk mengurangi ketergantungan mereka pada dolar AS, memberikan mereka fleksibilitas yang lebih besar untuk melawan tekanan politik dan ekonomi AS. Namun, meskipun beberapa pejabat BRICS telah menyerukan agar blok ini melepaskan diri dari dolar sepenuhnya, hal ini akan sangat sulit untuk dilakukan.
Memahami Dominasi Dolar
Dolar AS telah menjadi mata uang cadangan utama dunia sejak akhir Perang Dunia II. Di bawah perjanjian Bretton Woods tahun 1944, negara-negara anggota pada awalnya menetapkan mata uang mereka ke dolar, yang nilainya dikaitkan dengan emas.
Hal ini membawa stabilitas pada ekonomi global setelah perang. Namun, pada tahun 1971, Pemerintahan Nixon meninggalkan standar emas, sehingga mengganggu perekonomian internasional dengan mengancam akan merusak nilai dolar dan cadangan devisa di banyak negara.
Kondisi ini menjadi perhatian khusus bagi Arab Saudi, yang telah menetapkan harga ekspor minyak dalam dolar sejak perjanjian tahun 1945 yang menjamin akses Amerika ke minyak Saudi dengan imbalan jaminan keamanan.
Setelah mengumpulkan cadangan dolar, pemerintah Arab Saudi bekerja sama dengan AS setelah "Nixon Shock" untuk meningkatkan permintaan dolar. Otoritas Saudi terus menetapkan harga minyak dalam dolar dan berhasil melobi sesama anggota kartel energi OPEC untuk melakukan hal yang sama. Hal ini mendukung dolar pada saat yang penting, secara efektif mengikat nilainya pada minyak dan bukan emas.
Lihat Juga :
tulis komentar anda