Kilang Pertamina Siap Kembangkan BBM Ramah Lingkungan

Kamis, 10 Oktober 2024 - 18:16 WIB
Diskusi Decarbonizing the Future: The Role of Green Fuel in Reducing Emissions di Jakarta, Kamis (10/10/2024). FOTO/M Faizal
JAKARTA - PT Kilang Pertamina Internasional ( KPI ) siap mengembangkan fasilitas produksi bahan bakar minyak ( BBM ) ramah lingkungan dari green refinery yang telah dimasukkan dalam Rencana Jangka Panjang Perusahaan (RJPP). Pengembangan fasilitas produksi serta produk BBM ramah lingklungan tersebut merupakandukungan KPI atas program pemerintah untuk mengurangi emisi karbon dan mencapai target Net Zero Emission (NZE) di tahun 2060.

Direktur Utama KPI Taufik Aditiyawarman mengatakan, dalam RJPP perusahaan telah dicanangkan pembangunan green refinery atau fasilitas produksi BBM ramah lingkungan atau green refinery, di antaranya pengembangan Kilang Cilacap Tahap 2 yang diproyeksikan pada 2027 dengan kapasitas produksi 6.000 barel Hydrotreated Vegetable Oil (HVO) per hari (bph).





“Selain itu, Kilang Plaju ditargetkan rampung pada 2030 dengan kapasitas pengolahan biofuels 20.000 bph, Kilang Dumai pada 2031 dengan kapasitas 30.000 bph, dan Kilang Balikpapan pada 2034 dengan kapasitas 30.000 bph,"papar Taufik dalam diskusi bertajuk "Decarbonizing the Future: The Role of Green Fuel in Reducing Emissions" di Jakarta, Kamis (10/10/2024).

Saat ini, KPI mampu memproduksi bahan bakar nabati melalui beberapa metode, yang salah satunya mampu memproduksi Sustainable Aviation Fuel (SAF) di Kilang Cilacap dengan kapasitas 9.000 bph. KPI juga melakukan pengolahan bahan bakar berbasis CPO yang mampu memproduksi green diesel atau B100. "HVO dari Kilang Cilacap merupakan konversi dari feedstock RDBPO, khususnya produk renewable diesel 100% atau B100 dengan kapasitas 3.000 bph," paparnya.

Taufik menambahkan, KPI juga sudah siap menjalankan rencana pemerintah untuk memproduksiBBM dengan kadar sulfur rendah. Menurut dia, salah satunya adalah Kilang Balongan yang sudah siap untuk memproduksi BBM dengan kadar sulfur 10 ppm. Kemudian, pada tahun depan, Kilang Balikpapan akan mulai beroperasi dan mampu memproduksi BBM berstandar EURO 5 dengan kadar sulfur 10 ppm, untuk jenis gasoline maupun diesel.

“Ini akan meningkatkan kapasitas untuk memenuhi kebutuhan (BBM rendah sulfur) di wilayah Jawa dan Kalimantan. Sedangkilang lainnya masih bervariasi," jelas Taufik.



Peneliti Senior Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Arie Rachmadi dalam diskusi tersebut mengakui, penggunaan bahan bakar nabati adalah salah satu cara terbaik untuk menekan emisi yang selama ini banyak dihasilkan oleh kendaraan. Menurut dia, Indonesia berada di jalur yang tepat dengan keberhasilan program biodiesel, sejalan dengan tren global yang semakin mengarah pada penggunaan biofuel.

"Selanjutnya, salah satu fokus yang harusnya bisa dikejar adalah penggunaan gasoline ramah lingkungan. Sebab konsumsi (BBM) terbesar sebetulnya ada di bensin atau gasoline," ujarnya.

Sementara itu, Direktur Eksekutif Center for Energy Security Studies (CESS) Ali Ahmudi Achyak menilai tantangan terbesar untuk mendorong program biofuel selain kepastian pasokan bahan baku adalah harganya yang relatif lebih tinggi ketimbang bahan bakar fosil. Untuk itu, dia berharap ada dukungan dari pemerintah berupa insentif agar produksi maupun konsumsi biofuel meningkat.

"Harus ada kemauan baik dari pemerintah caranya dengan memberikan insentif untuk memastikan ketersediaan feedstock. Dalam hal ini feed in tariff bisa diterapkan," tandasnya.
(fjo)
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More