Tentara Ikutan Bikin Obat Covid: Bisnis Farmasi Sama Ganasnya dengan Bisnis Persenjataan
Selasa, 01 September 2020 - 18:58 WIB
JAKARTA - Ketua Pengurus Harian YLKI Tulus Abadi meragukan kredibilitas calon obat Covid-19 hasil kerja sama Universitas Airlangga (Unair) dengan Badan Intelijen Negara (BIN) dan TNI Angkatan Darat.
“Ya, itu salah satu hal yang aneh. Pada masa pandemi ini yang harus menjadi panglima adalah sektor kesehatan, apakah itu Kementerian Kesehatan atau BPOM. TNI dan BIN, urusannya apa?” kata Tulus di Jakarta, Selasa (1/9/2020).
Tak hanya itu, ia juga mempertanyakan tujuan TNI dan BIN menciptakan obat Covid-19, yang dinilai tidak memenuhi syarat sebagai riset yang kredibel dan tidak dapat diproduksi massal.
“Yang terpenting harus memenuhi standar kesehatan yang ditetapkan Badan Kesehatan Dunia (WHO) . Protokol itulah yang harus diikuti. Artinya, harus ada proses uji klinis sampai tahap yang sempurna, tahap ketiga dan seterusnya. Sepanjang itu tidak bisa memenuhi syarat, siapa pun tidak bisa mengklaim kebenaran itu,” terangnya.
Menurutnya, di saat pandemi sekalipun tidak ada penurunan gradasi standar kesehatan WHO terhadap upaya penemuan vaksin dan obat. Sebab obat pada dasarnya digunakan dalam keadaan darurat. ( Baca juga:Panjang Umur, BBM Jadul Premium Dipastikan Tidak Hilang )
“Masalah penemuan vaksin atau obat itu standarnya sama. Di negara manapun sama, baik pada saat normal maupun saat pandemi. Jadi, di saat pandemi sekalipun tidak ada penurunan gradasi standar WHO,” katanya.
Tulus meminta masyarakat lebih berhati-hati terhadap segala bentuk obat Covid-19 yang beredar, sebab secara internasional belum ada yang bisa menemukan obat yang bisa menyembuhkan.
“Seluruh vaksin di dunia saat ini sedang dalam proses uji klinis,” tandasnya.
Sebelumnya, epidemiolog Universitas Indonesia (UI) Pandu Riono menyebutkan bahwa obat Covid-19 buatan Unair belum sesuai kaidah standar laporan ilmiah untuk uji klinis.
“Ya, itu salah satu hal yang aneh. Pada masa pandemi ini yang harus menjadi panglima adalah sektor kesehatan, apakah itu Kementerian Kesehatan atau BPOM. TNI dan BIN, urusannya apa?” kata Tulus di Jakarta, Selasa (1/9/2020).
Tak hanya itu, ia juga mempertanyakan tujuan TNI dan BIN menciptakan obat Covid-19, yang dinilai tidak memenuhi syarat sebagai riset yang kredibel dan tidak dapat diproduksi massal.
“Yang terpenting harus memenuhi standar kesehatan yang ditetapkan Badan Kesehatan Dunia (WHO) . Protokol itulah yang harus diikuti. Artinya, harus ada proses uji klinis sampai tahap yang sempurna, tahap ketiga dan seterusnya. Sepanjang itu tidak bisa memenuhi syarat, siapa pun tidak bisa mengklaim kebenaran itu,” terangnya.
Menurutnya, di saat pandemi sekalipun tidak ada penurunan gradasi standar kesehatan WHO terhadap upaya penemuan vaksin dan obat. Sebab obat pada dasarnya digunakan dalam keadaan darurat. ( Baca juga:Panjang Umur, BBM Jadul Premium Dipastikan Tidak Hilang )
“Masalah penemuan vaksin atau obat itu standarnya sama. Di negara manapun sama, baik pada saat normal maupun saat pandemi. Jadi, di saat pandemi sekalipun tidak ada penurunan gradasi standar WHO,” katanya.
Tulus meminta masyarakat lebih berhati-hati terhadap segala bentuk obat Covid-19 yang beredar, sebab secara internasional belum ada yang bisa menemukan obat yang bisa menyembuhkan.
“Seluruh vaksin di dunia saat ini sedang dalam proses uji klinis,” tandasnya.
Sebelumnya, epidemiolog Universitas Indonesia (UI) Pandu Riono menyebutkan bahwa obat Covid-19 buatan Unair belum sesuai kaidah standar laporan ilmiah untuk uji klinis.
Lihat Juga :
tulis komentar anda