Menyoal Pengembalian Peran Centeng Perbankan dari Lapangan Banteng ke Kebon Sirih
Selasa, 01 September 2020 - 20:46 WIB
JAKARTA - Direktur Manajemen Risiko PT Bank Mandiri (Persero) Tbk Ahmad Siddik menilai, pengembalian fungsi pengawasan perbankan dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) ke Bank Indonesia (BI) belum tentu menyelesaikan persoalan. Karena itu, dia tidak mempersoalkan fungsi pengawasan perbankan dikembalikan atau tidak kepada bank sentral.
Ahmad menyebut, perkara yang lebih penting bagi pihaknya adalah memperkuat framework atau kerangka kerja dan program fungsi pengawasan perbankan itu sendiri. Bahkan, dari fungsi pengawasan itu mampu mendorong kinerja perbankan ke depannya. ( Baca juga:Ibas 'Ceramahi' Menteri Sri Mulyani Soal Mengelola Utang )
Dia bilang, selama dua sampai tiga tahun terakhir ini kinerja perbankan mengalami perubahan yang cukup baik. Bahkan, selama pandemi Covid-19 sejumlah perbankan cukup eksis kinerjanya.
"Bagi kami, yang penting framework pengawasannya itu sendiri. Saya tidak melihat keberpihakan, tetapi substansi dari pengawasannya apa. Dari hasilnya, indikator perbankan dalam dua sampai tiga tahun terakhir mengalami perbaikan dan kami sangat baik dalam menghadapi badai," ujar Ahmad dalam Webinar, Jakarta, Selasa (1/9/2020).
Menurut dia, dalam melakukan overhauling regulation di industri jasa keuangan, harus benar-benar dilihat mana yang perlu dilakukan penyesuaian karena mendadak dan mana yang ditargetkan untuk jangka menengah dan panjang. Bahkan, perlu kajian dan mengadopsi best practice internasional.
"Pastinya, saat ini industri perbankan fundamentalnya cukup kuat dalam menghadapi krisis," kata dia.
Rasio kecukupan modal atau capital adequacy ratio (CAR) perbankan di Indonesia, lanjut dia, masih terhitung tinggi, yakni sebesar 22,6%. CAR itu juga masih bisa menopang rasio kredit bermasalah perbankan, yang saat ini menyentuh level yang lebih tinggi dari sebelumnya, yakni 3,11% per Juni 2020.
Hal senada juga diutarakan, Anggota Dewan Kehormatan Asosiasi Perusahaan Pialang Asuransi dan Reasuransi Indonesia (Apparindo) Kapler Marpaung. Dia menilai, peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu) terkait reformasi keuangan yang akan diterbitkan pemerintah tidak akan terlalu berdampak pada industri asuransi.
Perppu itu, menurutnya, yang diperlukan adalah reformasi industri asuransi serta reformasi Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
“Reformasi asuransi itu yang harus dilakukan. Saya setuju yang dikatakan Pak Jokowi di rapat kabinet, bahwa industri asuransi harus direformasi. Tidak harus membubarkan OJK, tapi OJK harus direformasi sehingga bisa memperkuat fungsi pengawasan dan pembinaan terhadap lembaga jasa keuangan,” katanya. ( Baca juga:Bantah Langgar Wilayah, Rusia Balik Tuding AS Tingkatkan Ketegangan di Eropa )
Fungsi pengawasan OJK, lanjut dia, sudah cukup positif. Namun bila pengawasan perbankan dikembalikan kepada Bank Indonesia, menurutnya, tidak akan berdampak banyak terhadap industri asuransi. Meski begitu, Kapler mengaku belum melihat rancangan beleidnya sehingga tidak bisa banyak berkomentar.
Ahmad menyebut, perkara yang lebih penting bagi pihaknya adalah memperkuat framework atau kerangka kerja dan program fungsi pengawasan perbankan itu sendiri. Bahkan, dari fungsi pengawasan itu mampu mendorong kinerja perbankan ke depannya. ( Baca juga:Ibas 'Ceramahi' Menteri Sri Mulyani Soal Mengelola Utang )
Dia bilang, selama dua sampai tiga tahun terakhir ini kinerja perbankan mengalami perubahan yang cukup baik. Bahkan, selama pandemi Covid-19 sejumlah perbankan cukup eksis kinerjanya.
"Bagi kami, yang penting framework pengawasannya itu sendiri. Saya tidak melihat keberpihakan, tetapi substansi dari pengawasannya apa. Dari hasilnya, indikator perbankan dalam dua sampai tiga tahun terakhir mengalami perbaikan dan kami sangat baik dalam menghadapi badai," ujar Ahmad dalam Webinar, Jakarta, Selasa (1/9/2020).
Menurut dia, dalam melakukan overhauling regulation di industri jasa keuangan, harus benar-benar dilihat mana yang perlu dilakukan penyesuaian karena mendadak dan mana yang ditargetkan untuk jangka menengah dan panjang. Bahkan, perlu kajian dan mengadopsi best practice internasional.
"Pastinya, saat ini industri perbankan fundamentalnya cukup kuat dalam menghadapi krisis," kata dia.
Rasio kecukupan modal atau capital adequacy ratio (CAR) perbankan di Indonesia, lanjut dia, masih terhitung tinggi, yakni sebesar 22,6%. CAR itu juga masih bisa menopang rasio kredit bermasalah perbankan, yang saat ini menyentuh level yang lebih tinggi dari sebelumnya, yakni 3,11% per Juni 2020.
Hal senada juga diutarakan, Anggota Dewan Kehormatan Asosiasi Perusahaan Pialang Asuransi dan Reasuransi Indonesia (Apparindo) Kapler Marpaung. Dia menilai, peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu) terkait reformasi keuangan yang akan diterbitkan pemerintah tidak akan terlalu berdampak pada industri asuransi.
Perppu itu, menurutnya, yang diperlukan adalah reformasi industri asuransi serta reformasi Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
“Reformasi asuransi itu yang harus dilakukan. Saya setuju yang dikatakan Pak Jokowi di rapat kabinet, bahwa industri asuransi harus direformasi. Tidak harus membubarkan OJK, tapi OJK harus direformasi sehingga bisa memperkuat fungsi pengawasan dan pembinaan terhadap lembaga jasa keuangan,” katanya. ( Baca juga:Bantah Langgar Wilayah, Rusia Balik Tuding AS Tingkatkan Ketegangan di Eropa )
Fungsi pengawasan OJK, lanjut dia, sudah cukup positif. Namun bila pengawasan perbankan dikembalikan kepada Bank Indonesia, menurutnya, tidak akan berdampak banyak terhadap industri asuransi. Meski begitu, Kapler mengaku belum melihat rancangan beleidnya sehingga tidak bisa banyak berkomentar.
(uka)
Lihat Juga :
tulis komentar anda