Pakar: BBM RON Rendah Sudahlah Nggak Usah Dijual Lagi
Rabu, 09 September 2020 - 23:22 WIB
JAKARTA - Penggunaan bahan bakar minyak (BBM) RON rendah, seperti 88 dan 90 memiliki risiko, karena bisa berdampak buruk terhadap kesehatan, kata pakar kesehatan lingkungan Universitas Indonesia Profesor Budi Haryanto. Menurut dia, BBM RON 88 dan 90 masih setara dengan BBM Euro-2, dalam hal ini kandungan Sulfur masih berada di atas 500 ppm. Bahkan bukan hanya mengandung SO2, tetapi juga hidrokarbon juga berdampak buruk buat kesehatan.
(Baca Juga: Pejabat Pertamina Sebut Penggunaan BBM Premium Banyak Ruginya )
Padahal, lanjut Budi sudah seharusnya BBM di Indonesia sudah mengacu pada standar Euro-4, yang memiliki kandungan Sulfur 50 ppm. "Karena itulah, makanya yang kandungan sulfur-nya tinggi seperti RON 88 dan 90, sudahlah nggak usah dijual lagi," ujarnya melalui keterangan tertulis.
Dikatakannya, BBM RON 88 dan 90 memang bisa berdampak terhadap kesehatan, sebab lebih 60% penyakit memang terkait pencemaran udara dan sumber pencemaran udara paling dominan adalah transportasi kendaraan bermotor. "Artinya, kontribusinya besar untuk terjadinya penyakit-penyakit penyebab kormobiditassaat pandemiCOVID-19," ujarnya.
Gangguan kesehatan/penyakit akibat pencemaran udara itu sendiri, tambahnya, menyebabkan penyakit akut, yaitu infeksi saluran pernafasan atas (ISPA). Selain itu, menyebabkan penyakit kronis, seperti gangguan fungsi paru/saluran nafas, PPOK, gangguan/ penyakit jantung, hipertensi, diabetes, gangguan ginjal.
"Penyakit kronis akibat polusi udara itulah yang berkontribusi terhadap penurunan sistem imunitas tubuh dan menjadi kormobiditas Covid-19," tegasnya.
(Baca Juga: Premium dan Pertalite Dihapus, Pemerintah Tetap Harus Subsidi BBM )
World Health Organization (WHO) pun, lanjut Budi, sudah mengimbau agar setiap negara dengan tingkat polusi tinggi seperti Indonesia, harus mempertimbangkan faktor risiko polusi udara dan kaitannya terhadap pengendalian COVID-19. Karena itulah Budi menegaskan, demi kesehatan masyarakat, memang sebaiknya beralih menuju BBM kualitas dengan baik, setidaknya BBM RON 92 atau bahkan 98.
Sebab semakin bagus kualitas BBM, maka masyarakat semakin sehat. Lanjutnya, dengan artian penyakit-penyakit terkait pencemaran udara akan berkurang. "Jadi, memang harus segera beralih. Apalagi, sebenarnya kita sudah sangat terlambat," ungkapnya.
Budi mengakui, soal daya beli masyarakat menjadi salah satu pertimbangan pemerintah untuk tetap memberlakukan BBM RON rendah di pasaran, tetapi jika dipaksakan masyarakat sebenarnya juga bisa mampu. "Daripada membayar biaya pengobatan yang jatuhnya lebih mahal," terang Budi.
(Baca Juga: Pejabat Pertamina Sebut Penggunaan BBM Premium Banyak Ruginya )
Padahal, lanjut Budi sudah seharusnya BBM di Indonesia sudah mengacu pada standar Euro-4, yang memiliki kandungan Sulfur 50 ppm. "Karena itulah, makanya yang kandungan sulfur-nya tinggi seperti RON 88 dan 90, sudahlah nggak usah dijual lagi," ujarnya melalui keterangan tertulis.
Dikatakannya, BBM RON 88 dan 90 memang bisa berdampak terhadap kesehatan, sebab lebih 60% penyakit memang terkait pencemaran udara dan sumber pencemaran udara paling dominan adalah transportasi kendaraan bermotor. "Artinya, kontribusinya besar untuk terjadinya penyakit-penyakit penyebab kormobiditassaat pandemiCOVID-19," ujarnya.
Gangguan kesehatan/penyakit akibat pencemaran udara itu sendiri, tambahnya, menyebabkan penyakit akut, yaitu infeksi saluran pernafasan atas (ISPA). Selain itu, menyebabkan penyakit kronis, seperti gangguan fungsi paru/saluran nafas, PPOK, gangguan/ penyakit jantung, hipertensi, diabetes, gangguan ginjal.
"Penyakit kronis akibat polusi udara itulah yang berkontribusi terhadap penurunan sistem imunitas tubuh dan menjadi kormobiditas Covid-19," tegasnya.
(Baca Juga: Premium dan Pertalite Dihapus, Pemerintah Tetap Harus Subsidi BBM )
World Health Organization (WHO) pun, lanjut Budi, sudah mengimbau agar setiap negara dengan tingkat polusi tinggi seperti Indonesia, harus mempertimbangkan faktor risiko polusi udara dan kaitannya terhadap pengendalian COVID-19. Karena itulah Budi menegaskan, demi kesehatan masyarakat, memang sebaiknya beralih menuju BBM kualitas dengan baik, setidaknya BBM RON 92 atau bahkan 98.
Sebab semakin bagus kualitas BBM, maka masyarakat semakin sehat. Lanjutnya, dengan artian penyakit-penyakit terkait pencemaran udara akan berkurang. "Jadi, memang harus segera beralih. Apalagi, sebenarnya kita sudah sangat terlambat," ungkapnya.
Budi mengakui, soal daya beli masyarakat menjadi salah satu pertimbangan pemerintah untuk tetap memberlakukan BBM RON rendah di pasaran, tetapi jika dipaksakan masyarakat sebenarnya juga bisa mampu. "Daripada membayar biaya pengobatan yang jatuhnya lebih mahal," terang Budi.
(akr)
tulis komentar anda