Smelter Belum Mematuhi Harga Patokan dari Pemerintah, Penambang Nikel Gerah
Jum'at, 11 September 2020 - 21:27 WIB
JAKARTA - Asosiasi Penambang Nikel Indonesia (APNI) meminta kepada pengusaha smelter agar mematuhi Harga Patokan Mineral (HPM) saat membeli nickel ore atau bijih nikel . APNI memprotes pihak smelter karena belum membeli ore dari pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) sesuai dengan regulasi dan ketentuan yang ditetapkan pemerintah.
(Baca Juga: Awas, Sanksi Luhut Mengancam Perusahaan Nakal Tak Patuh Harga Patokan Biji Nikel )
Hal tersebut disampaikan Ketua Umum APNI, Insmerda Lebang yang melihat pengusaha smelter membeli nikel kepada penambang di bawah HPM. Insmerda gerah karena smelter masih mengabaikan regulasi dari pemerintah. “Jangan begitulah (jangan membeli di bawah harga HPM, red). Kan sudah ada patokan harganya,” tegas Insmerda.
“APNI hadir untuk menjadi penengah dan membantu para penambang,” tambahnya. Penambang nikel menyayangkan sikap pihak smelter selaku pembeli karena harga nikel tidak sesuai arahan pemerintah, yaitu berdasarkan FoB atau Free on Board atau harga dibeli di atas kapal tongkang sehingga biaya asuransi dan angkutan ditanggung pembeli.
Kenyataannya, harga nikel yang diberlakukan smelter saat ini adalah sistem CIF atau Cost Insurance and Freight yaitu biaya angkutan dan asuransi dibebankan kepada penjual. Seharusnya sesuai regulasi pemerintah, pembeli/smelter membeli dengan sistem FoB, yaitu menanggung seluruh biaya angkutan dan asuransi yaitu sekitar USD 4 per ton.
Seperti diketahui, Menteri ESDM telah menerbitkan Peraturan Menteri ESDM Nomor 11 tahun 2020 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Menteri ESDM Nomor 07 tahun 2017 tentang Tata Cara Penetapan Harga Patokan Penjualan Mineral Logam dan Batubara yang diundangkan pada 14 April 2020.
(Baca Juga: Mind ID Caplok Saham Vale, Erick: Bagian Penting Pengembangan Industri Baterai )
Regulasi tersebut menyebutkan, HPM logam merupakan harga batas bawah dalam penghitungan kewajiban pembayaran iuran produksi oleh pemegang IUP Operasi Produksi dan IUPK Operasi Produksi. HPM logam ini juga menjadi acuan harga penjualan bagi pemegang IUP dan IUPK untuk penjualan bijih nikel.
Namun apabila harga transaksi lebih rendah dari HPM logam tersebut, maka penjualan dapat dilakukan di bawah HPM dengan selisih paling tinggi 3% dari HPM tersebut. Apabila harga transaksi lebih tinggi dari HPM, maka penjualan wajib megikuti harga transaksi di atas HPM logam tersebut.
(Baca Juga: Awas, Sanksi Luhut Mengancam Perusahaan Nakal Tak Patuh Harga Patokan Biji Nikel )
Hal tersebut disampaikan Ketua Umum APNI, Insmerda Lebang yang melihat pengusaha smelter membeli nikel kepada penambang di bawah HPM. Insmerda gerah karena smelter masih mengabaikan regulasi dari pemerintah. “Jangan begitulah (jangan membeli di bawah harga HPM, red). Kan sudah ada patokan harganya,” tegas Insmerda.
“APNI hadir untuk menjadi penengah dan membantu para penambang,” tambahnya. Penambang nikel menyayangkan sikap pihak smelter selaku pembeli karena harga nikel tidak sesuai arahan pemerintah, yaitu berdasarkan FoB atau Free on Board atau harga dibeli di atas kapal tongkang sehingga biaya asuransi dan angkutan ditanggung pembeli.
Kenyataannya, harga nikel yang diberlakukan smelter saat ini adalah sistem CIF atau Cost Insurance and Freight yaitu biaya angkutan dan asuransi dibebankan kepada penjual. Seharusnya sesuai regulasi pemerintah, pembeli/smelter membeli dengan sistem FoB, yaitu menanggung seluruh biaya angkutan dan asuransi yaitu sekitar USD 4 per ton.
Seperti diketahui, Menteri ESDM telah menerbitkan Peraturan Menteri ESDM Nomor 11 tahun 2020 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Menteri ESDM Nomor 07 tahun 2017 tentang Tata Cara Penetapan Harga Patokan Penjualan Mineral Logam dan Batubara yang diundangkan pada 14 April 2020.
(Baca Juga: Mind ID Caplok Saham Vale, Erick: Bagian Penting Pengembangan Industri Baterai )
Regulasi tersebut menyebutkan, HPM logam merupakan harga batas bawah dalam penghitungan kewajiban pembayaran iuran produksi oleh pemegang IUP Operasi Produksi dan IUPK Operasi Produksi. HPM logam ini juga menjadi acuan harga penjualan bagi pemegang IUP dan IUPK untuk penjualan bijih nikel.
Namun apabila harga transaksi lebih rendah dari HPM logam tersebut, maka penjualan dapat dilakukan di bawah HPM dengan selisih paling tinggi 3% dari HPM tersebut. Apabila harga transaksi lebih tinggi dari HPM, maka penjualan wajib megikuti harga transaksi di atas HPM logam tersebut.
tulis komentar anda