Bukan Solusi Tekan Pengangguran, Kartu Prakerja Banjir Kritikan
Minggu, 13 September 2020 - 22:22 WIB
JAKARTA - Pemerintah melalui Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan saat ini lebih dari 22 juta orang telah melakukan pendaftaran program Kartu Prakerja yang kini memasuki gelombang 8, dan baru sebanyak 3,8 juta orang yang ditetapkan mendapatkannya.
Kemampuan pemerintah baru membantu 1,6 juta orang yang menyelesaikan pelatihan dan baru 933 ribu mendapatkan insentif. (Baca: Wow! 22 Juta Orang Disebut Airlangga Daftar Kartu Prakerja )
Pengamat ekonomi dari CORE Indonesia Piter Abdullah mengatakan, program Kartu Prakerja jelas tidak akan bisa menjadi solusi menekan angka pengangguran apalagi menciptakan wirausaha.
Kartu Prakerja menurut dia tidak menciptakan lapangan kerja, tidak mendorong demand, atau permintaan terhadap tenaga kerja. Namun, ditujukan untuk memperbaiki sisi supply berupa perbaikan kualitas tenaga kerja dengan memberikan bantuan pelatihan.
"Pemerintah berasumsi pelatihan ini efektif meningkatkan kualitas tenaga kerja. Namun sejatinya permintaan terhadap tenaga kerja menurun akibat pandemi maka penyerapan tenaga kerja tetap tidak terjadi," ujar Piter, Minggu (13/9/2020). (Baca juga: Izin Resmi Lengkap, Puluhan TKA China Tiba di Aceh )
Apalagi, tambah dia, hingga saat ini masyarakat juga bisa pahami belum ada bukti pelatihan yang diselenggarakan dengan bantuan kartu Pra Kerja benar-benar efektif meningkatkan kualitas tenaga kerja. "Belum ada bukti pelatihan Prakerja berdampak efektif," ujarnya.
Pengamat dari Indef, Nailul Huda menilai jumlah 22 juta yang mendaftar Prakerja artinya banyak sekali yang butuh bantuan insentif masa pandemi ini. "Jadi bila hanya bisa bantu 25% dari total yang membutuhkan, harusnya pemerintah malu ya," ujar Nailul.
Lebih baik, menurut dia, bantuan diberikan semuanya melalui jalur bantuan tunai saja. Karena bila pemerintah mendorong wirausaha tapi kondisinya sekarang permintaan konsumsi masyarakat yang sedang turun artinya tetap berat. "Karena sama saja siapa yang mau beli nanti?" ujarnya.
Terlebih lagi, lanjutnya, pemerintah belum membuka berapa biaya yang dikeluarkan oleh masing-masing platform dan lembaga pelatihan untuk pembuatan satu jenis pelatihan baik video dan non video. "Jelas sangat menguntungkan mereka bisa sampai Rp3,9 triliun sendiri keuntungannya. Ini program yang sangat salah," tambahnya.
Kemampuan pemerintah baru membantu 1,6 juta orang yang menyelesaikan pelatihan dan baru 933 ribu mendapatkan insentif. (Baca: Wow! 22 Juta Orang Disebut Airlangga Daftar Kartu Prakerja )
Pengamat ekonomi dari CORE Indonesia Piter Abdullah mengatakan, program Kartu Prakerja jelas tidak akan bisa menjadi solusi menekan angka pengangguran apalagi menciptakan wirausaha.
Kartu Prakerja menurut dia tidak menciptakan lapangan kerja, tidak mendorong demand, atau permintaan terhadap tenaga kerja. Namun, ditujukan untuk memperbaiki sisi supply berupa perbaikan kualitas tenaga kerja dengan memberikan bantuan pelatihan.
"Pemerintah berasumsi pelatihan ini efektif meningkatkan kualitas tenaga kerja. Namun sejatinya permintaan terhadap tenaga kerja menurun akibat pandemi maka penyerapan tenaga kerja tetap tidak terjadi," ujar Piter, Minggu (13/9/2020). (Baca juga: Izin Resmi Lengkap, Puluhan TKA China Tiba di Aceh )
Apalagi, tambah dia, hingga saat ini masyarakat juga bisa pahami belum ada bukti pelatihan yang diselenggarakan dengan bantuan kartu Pra Kerja benar-benar efektif meningkatkan kualitas tenaga kerja. "Belum ada bukti pelatihan Prakerja berdampak efektif," ujarnya.
Pengamat dari Indef, Nailul Huda menilai jumlah 22 juta yang mendaftar Prakerja artinya banyak sekali yang butuh bantuan insentif masa pandemi ini. "Jadi bila hanya bisa bantu 25% dari total yang membutuhkan, harusnya pemerintah malu ya," ujar Nailul.
Lebih baik, menurut dia, bantuan diberikan semuanya melalui jalur bantuan tunai saja. Karena bila pemerintah mendorong wirausaha tapi kondisinya sekarang permintaan konsumsi masyarakat yang sedang turun artinya tetap berat. "Karena sama saja siapa yang mau beli nanti?" ujarnya.
Terlebih lagi, lanjutnya, pemerintah belum membuka berapa biaya yang dikeluarkan oleh masing-masing platform dan lembaga pelatihan untuk pembuatan satu jenis pelatihan baik video dan non video. "Jelas sangat menguntungkan mereka bisa sampai Rp3,9 triliun sendiri keuntungannya. Ini program yang sangat salah," tambahnya.
tulis komentar anda