Cegah Penyimpangan, Struktur Tarif Cukai Hasil Tembakau Perlu Diperbaiki

Senin, 14 September 2020 - 20:01 WIB
PUKAT UGM menegaskan terdapat celah pada struktur tarif cukai hasil tembakau (CHT) yang harus segera ditutup. Foto/Ilustrasi
JAKARTA - Ketua Pusat Kajian Anti Korupsi Universitas Gadjah Mada (PUKAT UGM) Oce Madril menegaskan terdapat celah pada struktur tarif cukai hasil tembakau (CHT) di Indonesia yang harus segera ditutup untuk mencegah perbuatan manipulatif. Poin ini merupakan tanggung jawab pembentuk kebijakan untuk memastikan bahwa setiap kebijakan yang diambil tidak membuka celah.

"Ini tidak tentu korupsi karena tidak ada peraturan yang dilanggar secara langsung, tapi membuka celah perbuatan manipulatif. Sebagai bagian dari memperbaiki tata kelola, kita usulkan supaya celah begini sebaiknya ditutup saja," tegas Oce dalam keterangan pers, Senin (14/9/2020).

(Baca Juga: Simulasi, Skema Simplifikasi Cukai Rokok Sumbang Penerimaan Negara Rp17,5 Triliun)



Lebih lanjut Oce menjelaskan, produk hukum perlu menjadi perhatian bagi pemerintah terutama pada penataan regulasi supaya bisa ditata dengan baik. Di tingkat peraturan menteri keuangan terdapat Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 146/2017 yang sejatinya telah memuat peta jalan atau roadmap penyederhanaan struktur tarif cukai hasil tembakau.

"Karena struktur tarif itu sangat banyak, sehingga di tahun berikutnya harusnya makin sederhana. Dulu bisa belasan, harusnya makin ke sini makin sederhana," jelasnya.

Idealnya, menurut Oce, perspektif kebijakan cukai hasil tembakau harusnya konsisten dengan PMK 146/2017 yang intinya penyederhanaan struktur tarif cukai. Apabila peraturan dilakukan dengan ketat dan konsisten, maka sebenarnya di 2019 bisa mendapatkan penerimaan yang jauh lebih tinggi dari yang ada sekarang. "Ini yang kita sebut potensi kehilangan pendapatan negara karena kita tidak melakukan konsistensi kebijakan pada roadmap simplifikasi tadi, potensi itu menjadi hilang," ujarnya.

Ditambahkan Oce, saat ini ada Peraturan Presiden (Perpres) yang telah memuat rencana jangka menengah terkait penataan kebijakan cukai rokok yang juga menuju ke arah yang lebih sederhana, dan ini juga tercantum pada rencana strategis menteri keuangan.

"Mudah-mudahan tidak seperti roadmap di 2017 yang sudah dibuat, tapi kemudian tidak konsisten diterapkan. Dan mudah mudahan di 2020 -2021 dan ke depannya, pemerintah, bisa lebih spesifik, dan lebih konsisten dalam keputusannya. Ada Perpres dan PMK yang bisa menjadi rujukan," jelasnya.

(Baca Juga: Simplifikasi Tarif Rokok Dikhawatirkan Bikin Asing Monopoli Pasar Tembakau)

Sekjen Transparansi International Indonesia (TII) Danang Widoyoko mengatakan bahwa pemerintah membutuhkan dukungan agar simplifikasi struktur tarif cukai dapat dijalankan. "Kebijakan ini sudah direncanakan secara baik dan memenuhi berbagai aspirasi lain seperti aspek pengendalian konsumsi rokok, penerimaan negara, dan memudahkan pengawasan," ujarnya.

Dia mengatakan urgensi simplifikasi struktur tarif cukai tembakau perlu segera dilaksanakan untuk meningkatkan penerimaan negara dan mengurangi peluang penghindaran pajak. "Simplifikasi juga mendorong iklim bisnis yang lebih setara dan adil, karena ternyata ada beberapa perusahaan besar dan asing yang memanfaatkan struktur tarif yang kompleks untuk membayar cukai lebih murah," kata Danang. Kalau layer-nya disimplifikasi, tegas Danang, maka peluang untuk membayar tarif yang lebih murah itu tertutup.

"Kemenkeu masih memasukkan simplifikasi struktur tarif cukai dalam rencana strategis Kementerian Keuangan saat ini, tetapi ini masih maju mundur untuk dijalankan atau tidak. Kita perlu mendorong Kemenkeu untuk konsisten dengan kebijakan mereka sebelumnya karena ini yang membuat kebijakan pemerintah lebih kredibel," tandasnya.
(fai)
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More