Simulasi, Skema Simplifikasi Cukai Rokok Sumbang Penerimaan Negara Rp17,5 Triliun
loading...
A
A
A
JAKARTA - Besarnya kontribusi industri hasil tembakau (IHT) terhadap penerimaan negara dinilai akan lebih meningkat apabila pemerintah menutup berbagai celah di kebijakan cukai rokok . Salah satunya dengan menjalankan roadmap penyederhanaan/simplifikasi struktur tarif cukai hasil tembakau.
(Baca Juga: Faisal Basri Bongkar Siasat Pabrikan Rokok Asing Hindari Bayar Cukai Tinggi )
Ketua Tim Peneliti Pusat Kajian dan Pengembangan Manajemen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya (PKPM FEB UB) Abdul Ghofar menyatakan bahwa dalam penelitiannya, skema simplifikasi merupakan salah satu kebijakan cukai hasil tembakau (CHT) yang berkontribusi positif.
“Kami melakukan simulasi, Andai saja roadmap simplifikasi CHT dijalankan oleh pemerintah sesuai PMK 146/2017, total potensi penerimaan negara dari skema tersebut adalah Rp17,573 triliun,” Kata Abdul di Jakarta, Rabu (9/9/2020).
Adapun, kata Ghofar, jika pemerintah menggunakan skema simplifikasi dengan cara memangkas layer CHT yang tadinya 10 layer menjadi 5 layer saja, potensi pendapatan cukai akan meningkat setidaknya Rp10,120 triliun.
“Hasil simulasi kami jika struktur tarif cukai disederhanakan menjadi 5 layer, pendapatan cukai negara diproyeksikan bertambah menjadi Rp237,79 triliun pada 2023,” katanya.
Ghofar mengatakan, skema simplifikasi lainnya yang bisa menjadi opsi bagi pemerintah adalah penggabungan batasan produksi sigaret putih mesin (SPM) dan sigaret kretek mesin (SKM). Penggabungan batasan produksi segmen rokok mesin diperkirakan akan menaikkan pendapatan cukai sebesar Rp3,555 triliun.
Adapun, Indonesia dengan 10 layer tarif cukai berdasarkan golongan jumlah produksi saat ini memiliki kesempatan untuk mengevaluasinya kembali. Jika dibandingkan dengan negara lain, Indonesia memiliki struktur tarif cukai yang kompleks dengan golongan dan tarif yang banyak.
“Ternyata dengan banyaknya golongan, banyak perusahaan besar dan perusahaan asing yang memanfaatkannya untuk membayar cukai di golongan yang lebih rendah dengan tarif cukai yang lebih murah,” kata Ghofar.
(Baca Juga: Seret! Penerimaan Negara 'Ambyar' 13,5% )
(Baca Juga: Faisal Basri Bongkar Siasat Pabrikan Rokok Asing Hindari Bayar Cukai Tinggi )
Ketua Tim Peneliti Pusat Kajian dan Pengembangan Manajemen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya (PKPM FEB UB) Abdul Ghofar menyatakan bahwa dalam penelitiannya, skema simplifikasi merupakan salah satu kebijakan cukai hasil tembakau (CHT) yang berkontribusi positif.
“Kami melakukan simulasi, Andai saja roadmap simplifikasi CHT dijalankan oleh pemerintah sesuai PMK 146/2017, total potensi penerimaan negara dari skema tersebut adalah Rp17,573 triliun,” Kata Abdul di Jakarta, Rabu (9/9/2020).
Adapun, kata Ghofar, jika pemerintah menggunakan skema simplifikasi dengan cara memangkas layer CHT yang tadinya 10 layer menjadi 5 layer saja, potensi pendapatan cukai akan meningkat setidaknya Rp10,120 triliun.
“Hasil simulasi kami jika struktur tarif cukai disederhanakan menjadi 5 layer, pendapatan cukai negara diproyeksikan bertambah menjadi Rp237,79 triliun pada 2023,” katanya.
Ghofar mengatakan, skema simplifikasi lainnya yang bisa menjadi opsi bagi pemerintah adalah penggabungan batasan produksi sigaret putih mesin (SPM) dan sigaret kretek mesin (SKM). Penggabungan batasan produksi segmen rokok mesin diperkirakan akan menaikkan pendapatan cukai sebesar Rp3,555 triliun.
Adapun, Indonesia dengan 10 layer tarif cukai berdasarkan golongan jumlah produksi saat ini memiliki kesempatan untuk mengevaluasinya kembali. Jika dibandingkan dengan negara lain, Indonesia memiliki struktur tarif cukai yang kompleks dengan golongan dan tarif yang banyak.
“Ternyata dengan banyaknya golongan, banyak perusahaan besar dan perusahaan asing yang memanfaatkannya untuk membayar cukai di golongan yang lebih rendah dengan tarif cukai yang lebih murah,” kata Ghofar.
(Baca Juga: Seret! Penerimaan Negara 'Ambyar' 13,5% )