Kejar Pajak Digital, Sri Mulyani Menunggu Kesepakatan Global Saat AS Mundur
Rabu, 16 September 2020 - 07:51 WIB
JAKARTA - Penarikan pajak untuk produk atau transaksi digital negara-negara anggota G20 masih belum tercapai, tertahan oleh sikap Amerika Serikat (AS). Padahal rencananya, negara-negara G20 bersama dengan Organisasi untuk Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD) berharap pembahasan mengenai penarikan perpajakan untuk produk digital bakal mencapai kesepakatan pada bulan Juli, lalu.
Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani mengatakan, masih menunggu kesepakatan global mengenai penerapan pajak penghasilan (PPh) atas subjek pajak luar negeri (SPLN). Kesepakatan tidak kunjung tercapai, lantaran Amerika Serikat masih belum bisa menerima kesepatan untuk penarikan perpajakan terhadap produk atau transaksi digital.
(Baca Juga: Pajak Transaksi Digital Jadi Senjata Baru Dongkrak Penerimaan Negara )
"Amerika Serikat meminta untuk tidak maju dulu dalam hal ini, dalam pertemuan G20 terakhir. Mereka menganggap tidak mau menyetujui arah yang sekarang dibahas," ujar Menkeu seperti dikutip dalam video yang diunggah DPR.
Kata dia, pembahasan pengenaan PPh masuk dalam negosiasi di OECD (Organisasi untuk Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi) mengenai hak pemajakan antar negara dari perusahaan-perusahaan yang beroperasi antar negara tersebut. "Untuk pajak transaksi elektronik Indonesia terus lakukan pelaksanaan konsesus global dalam rangka kita mendapatkan hak pemajakan adil," jelasnya.
Dia menambahkan, pemerintah baru berani menarik pajak konsumen atau pajak pertambahan nilai (PPN) dalam PMSE sebagaimana tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 48/PMK.03/2020 tentang Tata Cara Penunjukan Pemungut, Pemungutan, dan Penyetoran, serta Pelaporan Pajak Pertambahan Nilai Atas Pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dan/atau Jasa Kena Pajak dari Luar Daerah Pabean di Dalam Jumlah Pabean Melalui Perdagangan Melalui Sistem Elektronik.
"Nama-nama terkenal sudah masuk di 28 SPLN, jadi pengenaan pajak transkasi eketronik melalui SPLN dari sisi PPN sudah ada mandat melalui Perppu 1/2020," bebernya.
(Baca Juga: 1.001 Cara Pemerintah Kejar Pajak Digital )
Sebagai informasi 28 SPLN dalam PMSE yang sudah ditunjuk sebagai pemungut, penyetor, dan pelapor PPN tersebar dalam tiga gelombang. Sebanyak 12 perusahaan digital ini akan menarik PPN sebesar 10% dari konsumen per 1 Oktober 2020.
Gelombang pertama yakni, Amazon Web Service Inc., Google Asia Pasific Pte. Ltd., Google Ireland Ltd., Google LLC., Netflix Internasional B.V. dan, Spotify AB. Enam perusahaan tersebut per 1 Agustus lalu sudah menerapkan ketentuan PPN.
Gelombang kedua, TikTok Pte. Ltd, Facebook Ireland Ltd., Facebook Payments International Ltd., Facebook Technologies International Ltd., Amazon.com Services LLC, Audible, Inc., Alexa Internet, Audible Ltd., Apple Distribution International Ltd., dan The Walt Disney Company (Southeast Asia) Pte. Ltd. Ke-10 perusahaan ini per 1 September sudah menarik PPN.
Gelombang ketiga yaitu, Zoom Video Communications, Inc., Twitter Asia Pasific Pte. Ltd., Twitter International Company, dan PT Shopee International Indonesia, LinkedIn Singapore Pte. Ltd., McAfee Ireland Ltd., Microsoft Ireland Operations Ltd., Mojang AB, Novi Digital Entertainment Pte. Ltd., PCCW Vuclip (Singapore) Pte. Ltd., Skype Communications SARL, PT Jingdong Indonesia Pertama.
Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani mengatakan, masih menunggu kesepakatan global mengenai penerapan pajak penghasilan (PPh) atas subjek pajak luar negeri (SPLN). Kesepakatan tidak kunjung tercapai, lantaran Amerika Serikat masih belum bisa menerima kesepatan untuk penarikan perpajakan terhadap produk atau transaksi digital.
(Baca Juga: Pajak Transaksi Digital Jadi Senjata Baru Dongkrak Penerimaan Negara )
"Amerika Serikat meminta untuk tidak maju dulu dalam hal ini, dalam pertemuan G20 terakhir. Mereka menganggap tidak mau menyetujui arah yang sekarang dibahas," ujar Menkeu seperti dikutip dalam video yang diunggah DPR.
Kata dia, pembahasan pengenaan PPh masuk dalam negosiasi di OECD (Organisasi untuk Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi) mengenai hak pemajakan antar negara dari perusahaan-perusahaan yang beroperasi antar negara tersebut. "Untuk pajak transaksi elektronik Indonesia terus lakukan pelaksanaan konsesus global dalam rangka kita mendapatkan hak pemajakan adil," jelasnya.
Dia menambahkan, pemerintah baru berani menarik pajak konsumen atau pajak pertambahan nilai (PPN) dalam PMSE sebagaimana tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 48/PMK.03/2020 tentang Tata Cara Penunjukan Pemungut, Pemungutan, dan Penyetoran, serta Pelaporan Pajak Pertambahan Nilai Atas Pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dan/atau Jasa Kena Pajak dari Luar Daerah Pabean di Dalam Jumlah Pabean Melalui Perdagangan Melalui Sistem Elektronik.
"Nama-nama terkenal sudah masuk di 28 SPLN, jadi pengenaan pajak transkasi eketronik melalui SPLN dari sisi PPN sudah ada mandat melalui Perppu 1/2020," bebernya.
(Baca Juga: 1.001 Cara Pemerintah Kejar Pajak Digital )
Sebagai informasi 28 SPLN dalam PMSE yang sudah ditunjuk sebagai pemungut, penyetor, dan pelapor PPN tersebar dalam tiga gelombang. Sebanyak 12 perusahaan digital ini akan menarik PPN sebesar 10% dari konsumen per 1 Oktober 2020.
Gelombang pertama yakni, Amazon Web Service Inc., Google Asia Pasific Pte. Ltd., Google Ireland Ltd., Google LLC., Netflix Internasional B.V. dan, Spotify AB. Enam perusahaan tersebut per 1 Agustus lalu sudah menerapkan ketentuan PPN.
Gelombang kedua, TikTok Pte. Ltd, Facebook Ireland Ltd., Facebook Payments International Ltd., Facebook Technologies International Ltd., Amazon.com Services LLC, Audible, Inc., Alexa Internet, Audible Ltd., Apple Distribution International Ltd., dan The Walt Disney Company (Southeast Asia) Pte. Ltd. Ke-10 perusahaan ini per 1 September sudah menarik PPN.
Gelombang ketiga yaitu, Zoom Video Communications, Inc., Twitter Asia Pasific Pte. Ltd., Twitter International Company, dan PT Shopee International Indonesia, LinkedIn Singapore Pte. Ltd., McAfee Ireland Ltd., Microsoft Ireland Operations Ltd., Mojang AB, Novi Digital Entertainment Pte. Ltd., PCCW Vuclip (Singapore) Pte. Ltd., Skype Communications SARL, PT Jingdong Indonesia Pertama.
(akr)
tulis komentar anda