Dorong Investasi, Pemerintah Serap Masukan Kontraktor Migas
Minggu, 27 September 2020 - 20:14 WIB
JAKARTA - Pemerintah melakukan penyelarasan kebijakan agar iklim investasi migas tetap menarik bagi para investor. Hal ini seiring dengan meningkatnya kebutuhan energi dan kondisi perekonomian Indonesia.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif mengatakan, salah satu kebijakannya melalui kebebasan memilih skema kontrak kerja sama (production sharing contract/PSC) antara PSC bagi hasil kotor (Gross Split) atau PSC pengembalian biaya operasi (Cost Recovery).
(Baca Juga: Industri Hulu Migas Dukung Penerapan Dua Skema Kontrak Migas )
Keputusan ini diambil setelah menerima masukan secara langsung dari para kontraktor migas. Arifin menilai kedua skema kontrak memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing. Menurut para kontraktor migas, gross split dinilai lebih tepat diperuntukkan bagi lapangan eksisting lantaran mempermudah taksiran biaya.
Gross split juga mampu menyederhanakan proses bisnis dibandingkan cost recovery. Sementara untuk lapangan baru, investor memiliki risiko yang harus ditanggung bila menggunakan skema kontrak cost recovery lebih kecil.
"Mereka merasa risiko yang dihadapi itu akan cukup besar, mencakup masalah finansial dan sebagainya. Dan ini mereka perlu adanya security juga. Kayak orang nebaklah. Kalau tebakannya salah, dia rugi. Tapi kalau betul, dia untung. Jadi dari pertimbangan-pertimbangan itu kita buka 2 opsi (cost recovery atau gross split)," ujarnya dalam keterangan tertulis, Minggu (27/9/2020).
Selain bentuk kontrak kerja sama, pemerintah juga menerima masukan terkait perpajakan dan akses data migas. Sebagai tindak lanjutnya, Kementerian ESDM bersama instansi lainnya terus berupaya mengatasi permasalahan tersebut.
"Kita harapkan persyaratan-persyaratan untuk membuka iklim investasi di migas ini bisa kita perbaiki, kita sempurnakan supaya lebih menarik bagi mereka," jelas Arifin.
(Baca Juga: Investor Bebas Pilih Bentuk Kontrak Migas, Aturan Diteken Menteri Arifin Tasrif )
Pemerintah sendiri telah menyempurnakan regulasi tersebut sebanyak tiga kali. Peraturan Menteri ESDM Nomor 08 Tahun 2017 tentang Kontrak Bagi Hasil Gross Split diubah pertama kali melalui Permen ESDM Nomor 52 Tahun 2017 di mana dilakukan perubahan terms kontrak bagi hasil gross split yaitu parameter dan koreksi split 10 komponen variabel dan 3 komponen progresif.
Selain itu, tambahan bagi hasil untuk komersialisasi lapangan tergantung keekonomian lapangan. Perubahan kedua melalui Permen ESDM Nomor 20 Tahun 2019 di mana dilakukan penyempurnaan komponen variabel TKDN dan penyempurnaan komponen progresif tentang produksi kumulatif.
Sedangkan pada perubahan ketiga melalui Permen ESDM Nomor 12 Tahun 2020 adalah penegasan pemberlakuan bentuk kerja sama dan fleksibilitas bentuk kontrak bagi hasil gross split atau cost recovery.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif mengatakan, salah satu kebijakannya melalui kebebasan memilih skema kontrak kerja sama (production sharing contract/PSC) antara PSC bagi hasil kotor (Gross Split) atau PSC pengembalian biaya operasi (Cost Recovery).
(Baca Juga: Industri Hulu Migas Dukung Penerapan Dua Skema Kontrak Migas )
Keputusan ini diambil setelah menerima masukan secara langsung dari para kontraktor migas. Arifin menilai kedua skema kontrak memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing. Menurut para kontraktor migas, gross split dinilai lebih tepat diperuntukkan bagi lapangan eksisting lantaran mempermudah taksiran biaya.
Gross split juga mampu menyederhanakan proses bisnis dibandingkan cost recovery. Sementara untuk lapangan baru, investor memiliki risiko yang harus ditanggung bila menggunakan skema kontrak cost recovery lebih kecil.
"Mereka merasa risiko yang dihadapi itu akan cukup besar, mencakup masalah finansial dan sebagainya. Dan ini mereka perlu adanya security juga. Kayak orang nebaklah. Kalau tebakannya salah, dia rugi. Tapi kalau betul, dia untung. Jadi dari pertimbangan-pertimbangan itu kita buka 2 opsi (cost recovery atau gross split)," ujarnya dalam keterangan tertulis, Minggu (27/9/2020).
Selain bentuk kontrak kerja sama, pemerintah juga menerima masukan terkait perpajakan dan akses data migas. Sebagai tindak lanjutnya, Kementerian ESDM bersama instansi lainnya terus berupaya mengatasi permasalahan tersebut.
"Kita harapkan persyaratan-persyaratan untuk membuka iklim investasi di migas ini bisa kita perbaiki, kita sempurnakan supaya lebih menarik bagi mereka," jelas Arifin.
(Baca Juga: Investor Bebas Pilih Bentuk Kontrak Migas, Aturan Diteken Menteri Arifin Tasrif )
Pemerintah sendiri telah menyempurnakan regulasi tersebut sebanyak tiga kali. Peraturan Menteri ESDM Nomor 08 Tahun 2017 tentang Kontrak Bagi Hasil Gross Split diubah pertama kali melalui Permen ESDM Nomor 52 Tahun 2017 di mana dilakukan perubahan terms kontrak bagi hasil gross split yaitu parameter dan koreksi split 10 komponen variabel dan 3 komponen progresif.
Selain itu, tambahan bagi hasil untuk komersialisasi lapangan tergantung keekonomian lapangan. Perubahan kedua melalui Permen ESDM Nomor 20 Tahun 2019 di mana dilakukan penyempurnaan komponen variabel TKDN dan penyempurnaan komponen progresif tentang produksi kumulatif.
Sedangkan pada perubahan ketiga melalui Permen ESDM Nomor 12 Tahun 2020 adalah penegasan pemberlakuan bentuk kerja sama dan fleksibilitas bentuk kontrak bagi hasil gross split atau cost recovery.
(akr)
tulis komentar anda