Waspada, Platform Digital Rawan Dibobol
Rabu, 21 Oktober 2020 - 08:05 WIB
JAKARTA - Pesatnya perkembangan industri digital berbasis platform digital, baik financial technology (fintech), e-commerce, maupun jasa lainnya di Indonesia seharusnya berbanding lurus dengan peningkatan ekosistem sistem keamanan dan pengamanan.
Peningkatan ini tidak hanya untuk menjaga platform, tapi juga guna melindungi para pengguna atau konsumen dan mitra serta data pribadinya. (Baca: Pentingnya Mengajarkan Anak Menjaga Lisan)
Kasus pembobolan sistem platform digital hingga pencurian data pribadi konsumen maupun mitra yang terus terjadi, jelas menunjukkan sistem keamanan dan pengamanan platform masih mengkhawatirkan. Para pelaku industri digital bersama kementerian dan lembaga terkait serta masyarakat seyogianya bersinergi guna memutus aksi pembobolan sistem dan pencurian data pribadi konsumen. Berikutnya, penegakan hukum harus dilakukan dengan serius dan tegas bukan ala kadarnya.
Dua kejadian terakhir terkait dengan pembobolan sistem platform hingga berujung pencurian data pribadi pengguna/konsumen dan dijual di laman pasar gelap bisa menjadi contoh. Pada 1 Maret hingga 2 Mei 2020 terjadi pada layanan e-commerce Tokopedia. Pada 2 Juni 2020 terjadi pada platform perusahaan multifinance Kredit Plus dan ramai pada awal Agustus 2020.
Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi menilai, sistem keamanan platform digital dan pengamanan yang dilakukan platform atas sistemnya masih sangat mengkhawatirkan. Pasalnya, masih banyak terjadi pembobolan atas sistem keamanan platform-platform digital yang mengakibatkan kebocoran data pribadi. Menurut Tulus, ada banyak bukti yang menunjukkan bahwa data pribadi milik konsumen dengan berbagai alasan berhasil dibobol hingga diperjualbelikan dan merugikan konsumen. (Baca juga: Dunia Pendidikan Indonesia Belum Memiliki Peta Jalan yang Jelas)
“Kebocoran data pribadi diplatform-platform digital itu memang sangat mengkhawatirkan. Itu tanggung jawab pengelola, tanggung jawab platform tetap. Mau setan gundul atau apapun yang bobolin, itukan risiko platform. Itukan sistem proteksi data mereka tidak aman,” tandas Tulus, saat ber -bincang dengan Koran SINDO.
Menurut YLKI, ujar Tulus, ada tiga hal yang harus dicermati semua pihak sehubungan dengan rentannya sistem keamanan dan pengamanan platform digital hingga berujung kebocoran data pribadi konsumen. Pertama, regulasi di Indonesia yang masih lemah dalam perlindungan data pribadi karena Indonesia belum mempunyai undang-undang definitif tentang perlindungan data pribadi. Kedua, kurang atau tidak adanya etiket baik dari operator khususnya pihak platform digital. “Yang ketiga, konsumen sendiri belum paham bagaimana ketika terkait dengan perlindungan data pribadi miliknya itu,” katanya. (Baca juga: Liburan Aman dan Nyaman di Masa Pandemi)
Direktur Pengendalian Informasi, Investigasi, dan Forensik Digital Badan Siber dan Sandi Nasional (BSSN) Brigadir Jenderal TNI Bondan Widiawan menyatakan, sebenarnya teknologi apa pun yang digunakan tidak akan terhindarkan dari risiko negatif. Menurut dia, risiko keamanan siber, termasuk pada platform digital maupun e-commerce, sangat berhubungan erat dengan pencurian informasi atau data pribadi yang dilakukan hacker. Dia lantas mencontohkan kejadian yang dialami tiga e-commerce, yakni Bukalapak, Tokopedia, dan Bhinneka.com yang sistemnya dibobol dan berujung pencurian data pribadi.
“Kita lihat kemarin sepanjang 2019 sampai 2020, (ada) Bukalapak, Tokopedia, dan Bhinneka. Ini menjadi realitas, fakta. Yang perlu kita tanya, bagaimana sistem tata kelola kita? Apakah kita sudah mengimplementasikan standar tata kelola pada perusahaan kita, pada organisasi kita? Kalau belum, ya lakukan itu. Setelah itu lakukan audit terhadap tata kelola kita. Kalau belum (audit), lakukan dulu,” kata Bondan, saat menjadi pembicara dalam webinar yang diselenggarakan BSSN dan Huawei. (Lihat videonya: Dua Polisi yang Kawal Jogging Kena Sanksi Administratif)
Direktur Eksekutif Penelitian dan Pengaturan Perbankan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Anung Herlianto menyatakan, OJK terus mendorong sektor perbankan, keuangan, dan jasa lainnya yang menggunakan pembayaran berbasis digital atau platform digital agar menjaga, memperkuat, dan meningkatkan sistem keamanan dan pengamanannya. (Sabir Laluhu)
Peningkatan ini tidak hanya untuk menjaga platform, tapi juga guna melindungi para pengguna atau konsumen dan mitra serta data pribadinya. (Baca: Pentingnya Mengajarkan Anak Menjaga Lisan)
Kasus pembobolan sistem platform digital hingga pencurian data pribadi konsumen maupun mitra yang terus terjadi, jelas menunjukkan sistem keamanan dan pengamanan platform masih mengkhawatirkan. Para pelaku industri digital bersama kementerian dan lembaga terkait serta masyarakat seyogianya bersinergi guna memutus aksi pembobolan sistem dan pencurian data pribadi konsumen. Berikutnya, penegakan hukum harus dilakukan dengan serius dan tegas bukan ala kadarnya.
Dua kejadian terakhir terkait dengan pembobolan sistem platform hingga berujung pencurian data pribadi pengguna/konsumen dan dijual di laman pasar gelap bisa menjadi contoh. Pada 1 Maret hingga 2 Mei 2020 terjadi pada layanan e-commerce Tokopedia. Pada 2 Juni 2020 terjadi pada platform perusahaan multifinance Kredit Plus dan ramai pada awal Agustus 2020.
Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi menilai, sistem keamanan platform digital dan pengamanan yang dilakukan platform atas sistemnya masih sangat mengkhawatirkan. Pasalnya, masih banyak terjadi pembobolan atas sistem keamanan platform-platform digital yang mengakibatkan kebocoran data pribadi. Menurut Tulus, ada banyak bukti yang menunjukkan bahwa data pribadi milik konsumen dengan berbagai alasan berhasil dibobol hingga diperjualbelikan dan merugikan konsumen. (Baca juga: Dunia Pendidikan Indonesia Belum Memiliki Peta Jalan yang Jelas)
“Kebocoran data pribadi diplatform-platform digital itu memang sangat mengkhawatirkan. Itu tanggung jawab pengelola, tanggung jawab platform tetap. Mau setan gundul atau apapun yang bobolin, itukan risiko platform. Itukan sistem proteksi data mereka tidak aman,” tandas Tulus, saat ber -bincang dengan Koran SINDO.
Menurut YLKI, ujar Tulus, ada tiga hal yang harus dicermati semua pihak sehubungan dengan rentannya sistem keamanan dan pengamanan platform digital hingga berujung kebocoran data pribadi konsumen. Pertama, regulasi di Indonesia yang masih lemah dalam perlindungan data pribadi karena Indonesia belum mempunyai undang-undang definitif tentang perlindungan data pribadi. Kedua, kurang atau tidak adanya etiket baik dari operator khususnya pihak platform digital. “Yang ketiga, konsumen sendiri belum paham bagaimana ketika terkait dengan perlindungan data pribadi miliknya itu,” katanya. (Baca juga: Liburan Aman dan Nyaman di Masa Pandemi)
Direktur Pengendalian Informasi, Investigasi, dan Forensik Digital Badan Siber dan Sandi Nasional (BSSN) Brigadir Jenderal TNI Bondan Widiawan menyatakan, sebenarnya teknologi apa pun yang digunakan tidak akan terhindarkan dari risiko negatif. Menurut dia, risiko keamanan siber, termasuk pada platform digital maupun e-commerce, sangat berhubungan erat dengan pencurian informasi atau data pribadi yang dilakukan hacker. Dia lantas mencontohkan kejadian yang dialami tiga e-commerce, yakni Bukalapak, Tokopedia, dan Bhinneka.com yang sistemnya dibobol dan berujung pencurian data pribadi.
“Kita lihat kemarin sepanjang 2019 sampai 2020, (ada) Bukalapak, Tokopedia, dan Bhinneka. Ini menjadi realitas, fakta. Yang perlu kita tanya, bagaimana sistem tata kelola kita? Apakah kita sudah mengimplementasikan standar tata kelola pada perusahaan kita, pada organisasi kita? Kalau belum, ya lakukan itu. Setelah itu lakukan audit terhadap tata kelola kita. Kalau belum (audit), lakukan dulu,” kata Bondan, saat menjadi pembicara dalam webinar yang diselenggarakan BSSN dan Huawei. (Lihat videonya: Dua Polisi yang Kawal Jogging Kena Sanksi Administratif)
Direktur Eksekutif Penelitian dan Pengaturan Perbankan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Anung Herlianto menyatakan, OJK terus mendorong sektor perbankan, keuangan, dan jasa lainnya yang menggunakan pembayaran berbasis digital atau platform digital agar menjaga, memperkuat, dan meningkatkan sistem keamanan dan pengamanannya. (Sabir Laluhu)
(ysw)
tulis komentar anda