UMP Asimetris Bisa Picu Kegaduhan, Pengusaha Minta Anies Ikuti SE Menaker
Selasa, 03 November 2020 - 00:12 WIB
JAKARTA - Para pengusaha mengkritisi kebijakan asimetris Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan terkait Upah Minimum Provinsi (UMP) tahun depan. Yang dimaksud kebijakan asimetris adalah kenaikan UMP tidak sama.
Bagi perusahaan yang tidak terdampak Covid-19, UMP 2021 ditetapkan naik 3,27% menjadi Rp 4.416.186,548. Sedangkan perusahaan yang terdampak pandemi boleh menetapkan UMP 2021 sama dengan tahun ini.
Tim Ahli Bidang Ketenagakerjaan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Subchan Gatot mengatakan, kebijakan ini akan sangat memberatkan para pelaku usaha. Sebaiknya kebijakan UMP ini dilakukan sesuai dengan SE Menteri Ketenagakerjaan.
Mengingat, akan sangat sulit menentukan kondisi suatu perusahaan terdampak atau tidak. Karena akan ada kegaduhan dan berbeda pendapat antara pengusaha dan pekerja terkait hal ini.
"Akan ada sedikit administratif bahwa peran Disnaker jadi lebih dominan untuk memutuskan apakah yang bersangkutan terkena dampak atau tidak," ujarnya saat ditemui di Kantor Apindo, Senin (2/11/2020).
Jika mengacu pada aturan Menaker, maka pengusaha tidak akan terbebani. Karena, jika ada perusahaan yang mampu bayar lebih bisa tetap menaikan upah sesuai dengan kesepakatan perusahaan dan pekerja.
Dengan SE Menaker juga, perusahaan tidak akan merasa berat untuk membayar upah sesuai dengan UMP. Sehingga para pekerja juga tetap bisa bekerja dan tidak terkena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).
"Saat ini sebenarnya bagi pengusaha struggle dalam mempertahankan karyawan kita dalam kondisi yang berproduksi jauh di bawah biasanya. Sehingga yang kita khawatirkan kalau terjadi kenaikan yang memang dipaksakan, akan terjadi gelombang kedua PHK padahal kita tidak ingin itu terjadi," jelasnya.
Bagi perusahaan yang tidak terdampak Covid-19, UMP 2021 ditetapkan naik 3,27% menjadi Rp 4.416.186,548. Sedangkan perusahaan yang terdampak pandemi boleh menetapkan UMP 2021 sama dengan tahun ini.
Tim Ahli Bidang Ketenagakerjaan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Subchan Gatot mengatakan, kebijakan ini akan sangat memberatkan para pelaku usaha. Sebaiknya kebijakan UMP ini dilakukan sesuai dengan SE Menteri Ketenagakerjaan.
Mengingat, akan sangat sulit menentukan kondisi suatu perusahaan terdampak atau tidak. Karena akan ada kegaduhan dan berbeda pendapat antara pengusaha dan pekerja terkait hal ini.
"Akan ada sedikit administratif bahwa peran Disnaker jadi lebih dominan untuk memutuskan apakah yang bersangkutan terkena dampak atau tidak," ujarnya saat ditemui di Kantor Apindo, Senin (2/11/2020).
Jika mengacu pada aturan Menaker, maka pengusaha tidak akan terbebani. Karena, jika ada perusahaan yang mampu bayar lebih bisa tetap menaikan upah sesuai dengan kesepakatan perusahaan dan pekerja.
Dengan SE Menaker juga, perusahaan tidak akan merasa berat untuk membayar upah sesuai dengan UMP. Sehingga para pekerja juga tetap bisa bekerja dan tidak terkena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).
"Saat ini sebenarnya bagi pengusaha struggle dalam mempertahankan karyawan kita dalam kondisi yang berproduksi jauh di bawah biasanya. Sehingga yang kita khawatirkan kalau terjadi kenaikan yang memang dipaksakan, akan terjadi gelombang kedua PHK padahal kita tidak ingin itu terjadi," jelasnya.
(ind)
tulis komentar anda