Waspada, Pilpres AS Dapat Meningkatkan Ketidakpastian Pasar
Rabu, 04 November 2020 - 07:05 WIB
JAKARTA - Pasar ketenagakerjaan Amerika Serikat (AS) yang merupakan salah satu indikator penting terus menunjukkan perbaikan. Angka pengangguran pun kembali mencatatkan penurunan menjadi 7,9% dari bulan sebelumnya di 8,4%. ( Baca juga:Antrean Pemilih Mulai Penuhi TPS-TPS di Penjuru Amerika Serikat )
Namun untuk pemulihan pasar tenaga kerja AS sepenuhnya, masih cukup berat karena pandemi yang sangat memukul perekonomian. Risiko pelemahan ekonomi juga diperbesar oleh fakta bahwa negosiasi stimulus fiskal tidak berjalan mulus.
Menurut Wealth Management Head, Bank OCBC NISP Juky Mariska, pemilihan Presiden AS juga akan menjadi perhatian dalam waktu dekat dan dapat meningkatkan ketidakpastian di pasar.
"Di Asia, bulan September lalu merupakan bulan yang bergejolak. Meningkatnya infeksi Covid-19 di beberapa negara Asia, serta faktor global seperti ketidakpastian stimulus AS dan pemilu mendatang mendorong volatilitas dan membebani sentimen," katanya di Jakarta, Selasa (3/11/2020).
Namun, rilisan data di negara-negara Asia masih menunjukkan perbaikan, dipimpin oleh China. Laju pemulihan ekonomi China terlihat on the track, dengan indikator PMI manufaktur yang masih mencatatkan kenaikan di bulan September.
China pun diperkirakan masih akan tumbuh di zona positif pada tahun ini dan terhindar dari resesi. Hal ini kemungkinan akan membuat bank sentral China (PBoC) menjadi kurang agresif dalam melakukan pelonggaran kebijakan moneter, tetapi kebijakan akan tetap bersifat akomodatif.
"Bahkan saat ini fokus PBoC adalah menjadikan yuan menjadi mata uang digital dunia," ungkap Juky. ( Baca juga:Kominfo Bantu Startup yang Terjebak di Level Menengah )
Rencana tersebut tentunya akan memberikan dampak pada sistem moneter internasional.
Namun untuk pemulihan pasar tenaga kerja AS sepenuhnya, masih cukup berat karena pandemi yang sangat memukul perekonomian. Risiko pelemahan ekonomi juga diperbesar oleh fakta bahwa negosiasi stimulus fiskal tidak berjalan mulus.
Menurut Wealth Management Head, Bank OCBC NISP Juky Mariska, pemilihan Presiden AS juga akan menjadi perhatian dalam waktu dekat dan dapat meningkatkan ketidakpastian di pasar.
"Di Asia, bulan September lalu merupakan bulan yang bergejolak. Meningkatnya infeksi Covid-19 di beberapa negara Asia, serta faktor global seperti ketidakpastian stimulus AS dan pemilu mendatang mendorong volatilitas dan membebani sentimen," katanya di Jakarta, Selasa (3/11/2020).
Namun, rilisan data di negara-negara Asia masih menunjukkan perbaikan, dipimpin oleh China. Laju pemulihan ekonomi China terlihat on the track, dengan indikator PMI manufaktur yang masih mencatatkan kenaikan di bulan September.
China pun diperkirakan masih akan tumbuh di zona positif pada tahun ini dan terhindar dari resesi. Hal ini kemungkinan akan membuat bank sentral China (PBoC) menjadi kurang agresif dalam melakukan pelonggaran kebijakan moneter, tetapi kebijakan akan tetap bersifat akomodatif.
"Bahkan saat ini fokus PBoC adalah menjadikan yuan menjadi mata uang digital dunia," ungkap Juky. ( Baca juga:Kominfo Bantu Startup yang Terjebak di Level Menengah )
Rencana tersebut tentunya akan memberikan dampak pada sistem moneter internasional.
(uka)
tulis komentar anda