Rugi Akibat Kejahatan Siber Tembus Rp8.160 Triliun
Rabu, 18 November 2020 - 10:28 WIB
JAKARTA - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat setiap tahun kerugian yang ditimbulkan akibat kejahatan siber mencapai Rp8.160 triliun. Hal ini terjadi seiring maraknya bermunculan investasi bodong dan fintech illegal .
Anggota Dewan Komisioner OJK Bidang Edukasi Tirta Segara mengatakan, digitalisasi terjadi di seluruh aspek, baik transportasi, traveling, dunia hiburan, perbelanjaan, dan tentunya di bidang keuangan. Selain banyak manfaat yang diperoleh, di sisi lain setiap tahun terus bermunculan financial technology (fintech) ilegal dan investasi bodong yang jumlahnya mencapai ribuan akun. Dari sisi nilai, kerugian akibat kejahatan siber mencapai Rp8.160 triliun per tahun. (Baca: Biatkan Aktivitas Sehari-hari Bernilai Pahala)
“Diperlukan sinergi yang baik dari berbagai lembaga terkait untuk menghadapi tantangan ini secara bersama-sama,” ujar Tirta, saat menjadi keynote speech pada acara Indonesia Marketing Association (IMA) Webinar Series 2 di Jakarta, kemarin.
Menurut Tirta, OJK harus melindungi kedua sisi, yaitu konsumen serta lembaganya sehingga akhirnya akan diperoleh peningkatan tingkat kepercayaan bagi semua stakeholders jasa keuangan tersebut. Oleh sebab itu, program perlindungan konsumen di era digital menjadi semakin penting dan krusial.
Tirta menuturkan, setiap jasa keuangan harus diawasi dengan dua fokus. Pertama, prudential yang mencakup seperti kesehatan individu Lembaga Jasa Keuangan (LJK), profil risiko, rasio keuangan dan manajemen atau operasional. Kedua, fokus market conduct, yaitu mengawasi perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan (PUJK) dalam berhubungan dengan konsumen. OJK tidak bisa melakukan sendiri tanpa kolaborasi dan sinergi dengan lembaga-lembaga lainnya. (Baca juga: Kemendikbud Pastikan Bantuan Subsidi Upah Guru dan Dosen Disalurkan Bulan Ini)
Dalam kegiatan tersebut, selain menggandeng OJK , IMA juga melibatkan para pelaku sektor keuangan di Indonesia, mulai dari Himpunan Bank Milik Negara (Himbara), Asosiasi Perusahaan Pembiayaan Indonesia (APPI), Asosiasi Fintech Pendanaan Indonesia (AFPI), Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI), dan Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) hingga Asosiasi Modal Ventura Indonesia (AMVI).
Pada kesempatan tersebut, Presiden IMA Suparno Djasmin mengharapkan diskusi seperti Webinar yang dilakukan IMA ini perlu dibagikan ke banyak orang agar literasi dan inklusi keuangan dapat semakin baik serta para konsumen dan penyedia jasa keuangan dapat terhindar dari kerugian.
Webinar series ini, tutur Suparno Djasmin, sejalan dengan visi IMA, yaitu sebagai wadah untuk meningkatkan pengetahuan serta keterampilan dan mewakili kepentingan para profesional pemasaran dan kewirausahaan.
Honorary Founding Chairman IMA Hermawan Kartajaya mengatakan, perlindungan konsumen dan literasi merupakan suatu peluang bisnis. Dan, satu hal yang penting, manusia tidak dapat didigitalisasi atau tidak akan bisa digantikan oleh mesin. Yang bisa diganti itu hanya fungsi-fungsi tertentu. (Lihat videonya: Bonsai Kelapa, Varian Bonsai yang Bernilai Tinggi)
“Manusia harus naik lagi fungsinya ketika fungsi yang lama diganti dengan fungsi yang baru. Oleh karena itu, untuk mencapai titik harmoni, diperlukan keseimbangan digital antara manusia dan teknologi,” katanya.
Sementara Sekretaris Himbara Ahmad Solichin Lutfiyanto mengatakan, Himbara terus mendukung OJK untuk mengoptimalkan literasi keuangan dan perlindungan konsumen. Himbara juga mendorong Laku Pandai dan mendukung Perlindungan Nasabah untuk keberlanjutan Financial Inclusion.
“Agen Laku Pandai menjadi garda terdepan Himbara mendorong inklusi dan literasi keuangan di masyarakat. Selain itu, Himbara juga berperan dalam meningkatkan akses terhadap layanan keuangan secara terpadu dan berkomitmen untuk meningkatkan perlindungan konsumen melalui akselerasi inklusi dan literasi keuangan,” ujarnya. (Rakhmat Baihaqi)
Anggota Dewan Komisioner OJK Bidang Edukasi Tirta Segara mengatakan, digitalisasi terjadi di seluruh aspek, baik transportasi, traveling, dunia hiburan, perbelanjaan, dan tentunya di bidang keuangan. Selain banyak manfaat yang diperoleh, di sisi lain setiap tahun terus bermunculan financial technology (fintech) ilegal dan investasi bodong yang jumlahnya mencapai ribuan akun. Dari sisi nilai, kerugian akibat kejahatan siber mencapai Rp8.160 triliun per tahun. (Baca: Biatkan Aktivitas Sehari-hari Bernilai Pahala)
“Diperlukan sinergi yang baik dari berbagai lembaga terkait untuk menghadapi tantangan ini secara bersama-sama,” ujar Tirta, saat menjadi keynote speech pada acara Indonesia Marketing Association (IMA) Webinar Series 2 di Jakarta, kemarin.
Menurut Tirta, OJK harus melindungi kedua sisi, yaitu konsumen serta lembaganya sehingga akhirnya akan diperoleh peningkatan tingkat kepercayaan bagi semua stakeholders jasa keuangan tersebut. Oleh sebab itu, program perlindungan konsumen di era digital menjadi semakin penting dan krusial.
Tirta menuturkan, setiap jasa keuangan harus diawasi dengan dua fokus. Pertama, prudential yang mencakup seperti kesehatan individu Lembaga Jasa Keuangan (LJK), profil risiko, rasio keuangan dan manajemen atau operasional. Kedua, fokus market conduct, yaitu mengawasi perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan (PUJK) dalam berhubungan dengan konsumen. OJK tidak bisa melakukan sendiri tanpa kolaborasi dan sinergi dengan lembaga-lembaga lainnya. (Baca juga: Kemendikbud Pastikan Bantuan Subsidi Upah Guru dan Dosen Disalurkan Bulan Ini)
Dalam kegiatan tersebut, selain menggandeng OJK , IMA juga melibatkan para pelaku sektor keuangan di Indonesia, mulai dari Himpunan Bank Milik Negara (Himbara), Asosiasi Perusahaan Pembiayaan Indonesia (APPI), Asosiasi Fintech Pendanaan Indonesia (AFPI), Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI), dan Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) hingga Asosiasi Modal Ventura Indonesia (AMVI).
Pada kesempatan tersebut, Presiden IMA Suparno Djasmin mengharapkan diskusi seperti Webinar yang dilakukan IMA ini perlu dibagikan ke banyak orang agar literasi dan inklusi keuangan dapat semakin baik serta para konsumen dan penyedia jasa keuangan dapat terhindar dari kerugian.
Webinar series ini, tutur Suparno Djasmin, sejalan dengan visi IMA, yaitu sebagai wadah untuk meningkatkan pengetahuan serta keterampilan dan mewakili kepentingan para profesional pemasaran dan kewirausahaan.
Honorary Founding Chairman IMA Hermawan Kartajaya mengatakan, perlindungan konsumen dan literasi merupakan suatu peluang bisnis. Dan, satu hal yang penting, manusia tidak dapat didigitalisasi atau tidak akan bisa digantikan oleh mesin. Yang bisa diganti itu hanya fungsi-fungsi tertentu. (Lihat videonya: Bonsai Kelapa, Varian Bonsai yang Bernilai Tinggi)
“Manusia harus naik lagi fungsinya ketika fungsi yang lama diganti dengan fungsi yang baru. Oleh karena itu, untuk mencapai titik harmoni, diperlukan keseimbangan digital antara manusia dan teknologi,” katanya.
Sementara Sekretaris Himbara Ahmad Solichin Lutfiyanto mengatakan, Himbara terus mendukung OJK untuk mengoptimalkan literasi keuangan dan perlindungan konsumen. Himbara juga mendorong Laku Pandai dan mendukung Perlindungan Nasabah untuk keberlanjutan Financial Inclusion.
“Agen Laku Pandai menjadi garda terdepan Himbara mendorong inklusi dan literasi keuangan di masyarakat. Selain itu, Himbara juga berperan dalam meningkatkan akses terhadap layanan keuangan secara terpadu dan berkomitmen untuk meningkatkan perlindungan konsumen melalui akselerasi inklusi dan literasi keuangan,” ujarnya. (Rakhmat Baihaqi)
(ysw)
Lihat Juga :
tulis komentar anda