Penjualan Mobil Listrik Ditargetkan Capai 20% di 2025
Jum'at, 27 November 2020 - 14:52 WIB
JAKARTA - Prospek penjualan mobil listrik di Indonesia diyakini cukup menjanjikan dan masih terbuka lebar. Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menargetkan penjualan kendaraan listrik mencapai 20% dari total penjualan nasional pada 2025.
Kepala Balai Teknologi Termodinamika Motor dan Propulsi (BT2MP) Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) Hari Setiapraja mengatakan, untuk merealisasika target tersebut, sejumlah hambatan perlu diselesaikan.
(Baca Juga: Toyota Jadikan Karawang Basis Produksi Mobil Listrik pada 2022)
"Hambatannya adalah baterai dengan densitas power tinggi, fast charging dan tahan lama. Berikutnya adalah regulasi teknis dan keuangan untuk mendukung pengembangan kendaraan listrik termasuk stimulus yang diberikan bagi produsen dan konsumen," kata Hari di Jakarta, Jumat (27/11/2020).
Selanjutnya, sambung dia, ketersediaan pengolahan limbah baterai dan sistem daur ulang. Selain itu, tersedianya industri komponen di dalam negeri dengan meningkatkan kandungan lokal. "Suplai listrik juga sangat menentukan, karena kendaraan listrik akan bergantung pada daya listrik yang mudah diakses," bebernya.
Sementara, peneliti Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat (LPEM) Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (UI) Riyanto mengatakan, kendaraan plug-in hybrid electric vehicle (PHEV) akan lebih diminati konsumen Indonesia sebelum memasuki kendaraan listrik murni.
(Baca Juga: Sudah 65%, Mobil Listrik Keluar dari Pabrik Hyundai di Bekasi 2022)
Berdasarkan uji coba yang dilakukan peneliti UI di kawasan perkotaan, emisi kendaraan PHEV hampir sama seperti mobil listrik murni. "Selama simulasi, BBM-nya terpakai kecil, karena hanya memakai untuk jarak-jarak pendek di dalam kota. Jadi semuanya digerakkan oleh baterai. Plug in hybrid ini mirip dengan full baterai karena kalau di dalam kota kan pembakarnya tidak berfungsi," jelasnya.
Kepala Balai Teknologi Termodinamika Motor dan Propulsi (BT2MP) Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) Hari Setiapraja mengatakan, untuk merealisasika target tersebut, sejumlah hambatan perlu diselesaikan.
(Baca Juga: Toyota Jadikan Karawang Basis Produksi Mobil Listrik pada 2022)
"Hambatannya adalah baterai dengan densitas power tinggi, fast charging dan tahan lama. Berikutnya adalah regulasi teknis dan keuangan untuk mendukung pengembangan kendaraan listrik termasuk stimulus yang diberikan bagi produsen dan konsumen," kata Hari di Jakarta, Jumat (27/11/2020).
Selanjutnya, sambung dia, ketersediaan pengolahan limbah baterai dan sistem daur ulang. Selain itu, tersedianya industri komponen di dalam negeri dengan meningkatkan kandungan lokal. "Suplai listrik juga sangat menentukan, karena kendaraan listrik akan bergantung pada daya listrik yang mudah diakses," bebernya.
Sementara, peneliti Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat (LPEM) Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (UI) Riyanto mengatakan, kendaraan plug-in hybrid electric vehicle (PHEV) akan lebih diminati konsumen Indonesia sebelum memasuki kendaraan listrik murni.
(Baca Juga: Sudah 65%, Mobil Listrik Keluar dari Pabrik Hyundai di Bekasi 2022)
Berdasarkan uji coba yang dilakukan peneliti UI di kawasan perkotaan, emisi kendaraan PHEV hampir sama seperti mobil listrik murni. "Selama simulasi, BBM-nya terpakai kecil, karena hanya memakai untuk jarak-jarak pendek di dalam kota. Jadi semuanya digerakkan oleh baterai. Plug in hybrid ini mirip dengan full baterai karena kalau di dalam kota kan pembakarnya tidak berfungsi," jelasnya.
(fai)
tulis komentar anda