Peneliti TII: UU Cipta Kerja Sanggup Atasi Persoalan Ekonomi di Indonesia
Jum'at, 27 November 2020 - 17:40 WIB
JAKARTA - Peneliti bidang Ekonomi The Indonesian Institute, Center for Public Policy Research (TII), M. Rifki Fadilah mengatakan, bahwa inisiatif pemerintah untuk membuat Undang-undang (UU) Cipta Kerja patut diapresiasi. Sebab, kehadiran UU ini tidak lain untuk menyelesaikan persoalan kebebasan ekonomi di Indonesia masih terbilang ‘cukup moderat’ di tengah situasi pandemi COVID-19.
Hal ini ditandai dengan partisipasi sektor swasta, khususnya dalam pembangunan infrastruktur di Indonesia melalui skema Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU) atau Public Private Partnership (PPP). "Pada prinsipnya, omnibus law UU Cipta Kerja akan menciptakan efisiensi regulasi seiring dengan dihapusnya beberapa pasal dan UU yang menghambat investasi," kata M. Rifki Fadilah di Jakarta, Jumat (27/11/2020).
(Baca Juga: Efek Jokowi Iklan Omnibus Law di WEF, Menlu Retno: Investor Asing Keroyokan Masuk RI )
Keberadaan UU Cipta Kerja ini lanjut dia, juga diharapkan dapat membantu menjawab permasalahan dan memenuhi kebutuhan masyarakat yang ada, lewat peraturan yang sinkron dan proses yang sederhana dan akuntabel, serta penegakan hukum berdasarkan regulasi yang relevan dan efektif oleh Pemerintah, baik di tataran pusat maupun daerah. Artinya, UU Cipta Kerja berpotensi secara langsung maupun tidak langsung untuk mendorong kemudahan berusaha dan berinvestasi bagi masyarakat.
Berdasarkan kajian tahun 2020 TII yang ditulisnya, Rifki menemukan beberapa temuan menarik berdasarkan beberapa indikator yang dijadikan alat ukur untuk menentukan kebebasan ekonomi, seperti kapasitas pemerintah, penegakan hukum, akses terhadap uang, perdagangan internasional, dan regulasi yang memberikan kemudahan bagi individu, seperti akses kredit dan tenaga kerja, serta aspek kemudahan berbisnis.
Kondisi ini menunjukkan, bahwa keterlibatan rumah tangga atau individu dalam aktivitas ekonomi pada tahun 2020 sedikit mengecil. Oleh sebab itu, alternatif kebijakan yang dapat dilakukan untuk mendorong kontribusi konsumsi rumah tangga adalah dengan mengembalikan kemampuan daya beli masyarakat.
(Baca Juga: Undang Investor Asing Masuk RI, Jokowi Pamer Omnibus Law di WEF )
Misalnya, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) meningkatkan jumlah atau besaran bantuan sosial kepada masyarakat terdampak yang sudah ada supaya masyarakat dapat lebih banyak membelanjakan uangnya.
Sementara itu di aspek hak kepemilikan khususnya terkait hak cipta, menunjukkan bahwa aspek regulasi di Indonesia masih mengalami beberapa kelemahan. Kendati demikian, sepanjang masa pandemi COVID-19, berdasarkan catatan Kementerian Hukum dan HAM menunjukkan adanya peningkatan yang pesat untuk permohonan terhadap perlindungan Hak Kekayaan Intelektual (HKI).
Hal ini ditandai dengan partisipasi sektor swasta, khususnya dalam pembangunan infrastruktur di Indonesia melalui skema Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU) atau Public Private Partnership (PPP). "Pada prinsipnya, omnibus law UU Cipta Kerja akan menciptakan efisiensi regulasi seiring dengan dihapusnya beberapa pasal dan UU yang menghambat investasi," kata M. Rifki Fadilah di Jakarta, Jumat (27/11/2020).
(Baca Juga: Efek Jokowi Iklan Omnibus Law di WEF, Menlu Retno: Investor Asing Keroyokan Masuk RI )
Keberadaan UU Cipta Kerja ini lanjut dia, juga diharapkan dapat membantu menjawab permasalahan dan memenuhi kebutuhan masyarakat yang ada, lewat peraturan yang sinkron dan proses yang sederhana dan akuntabel, serta penegakan hukum berdasarkan regulasi yang relevan dan efektif oleh Pemerintah, baik di tataran pusat maupun daerah. Artinya, UU Cipta Kerja berpotensi secara langsung maupun tidak langsung untuk mendorong kemudahan berusaha dan berinvestasi bagi masyarakat.
Berdasarkan kajian tahun 2020 TII yang ditulisnya, Rifki menemukan beberapa temuan menarik berdasarkan beberapa indikator yang dijadikan alat ukur untuk menentukan kebebasan ekonomi, seperti kapasitas pemerintah, penegakan hukum, akses terhadap uang, perdagangan internasional, dan regulasi yang memberikan kemudahan bagi individu, seperti akses kredit dan tenaga kerja, serta aspek kemudahan berbisnis.
Kondisi ini menunjukkan, bahwa keterlibatan rumah tangga atau individu dalam aktivitas ekonomi pada tahun 2020 sedikit mengecil. Oleh sebab itu, alternatif kebijakan yang dapat dilakukan untuk mendorong kontribusi konsumsi rumah tangga adalah dengan mengembalikan kemampuan daya beli masyarakat.
(Baca Juga: Undang Investor Asing Masuk RI, Jokowi Pamer Omnibus Law di WEF )
Misalnya, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) meningkatkan jumlah atau besaran bantuan sosial kepada masyarakat terdampak yang sudah ada supaya masyarakat dapat lebih banyak membelanjakan uangnya.
Sementara itu di aspek hak kepemilikan khususnya terkait hak cipta, menunjukkan bahwa aspek regulasi di Indonesia masih mengalami beberapa kelemahan. Kendati demikian, sepanjang masa pandemi COVID-19, berdasarkan catatan Kementerian Hukum dan HAM menunjukkan adanya peningkatan yang pesat untuk permohonan terhadap perlindungan Hak Kekayaan Intelektual (HKI).
tulis komentar anda