Stimulus Fiskal Dorong Pemulihan Ekonomi, Lanjutkan!
Rabu, 02 Desember 2020 - 14:54 WIB
JAKARTA - Perekonomian nasional diperkirakan baru akan pulih di tahun 2022 jika pandemi Covid-19 bisa diatasi. Ekonom senior dari Creco Research Institute Chatib Basri mengatakan, investasi swasta belum akan pulih pada tahun 2021 dengan dua alasan.
Pertama, kemampuan pemerintah dalam mengatasi pandemi yang saat ini masih menjalankan protokol kesehatan. Kedua, permintaan pasar domestik dan ekspor diperkirakan masih sangat lemah.
(Baca Juga: Pengusaha Ingatkan Lagi Stimulus untuk Pemulihan Industri)
"Akibat pandemi, sektor swasta tidak bisa beroperasi secara normal sehingga kapasitas ekonomi tidak dapat dimanfaatkan secara utuh. Maka ekonomi tidak akan pulih sepenuhnya tahun depan dan diperkirakan akan kembali normal tahun 2022," ujarnya dalam Indonesian Palm Oil Conference (IPOC) 2020 New Normal yang diselenggarakan secara virtual, Rabu (2/12/2020).
Meski pertumbuhan ekonomi sudah mulai menunjukkan perbaikan dari kuartal II yang kontraksi 5,32% menjadi kontraksi 3,49% pada kuartal III tahun 2020, pelaku usaha belum akan melakukan ekspansi bisnis karena masih adanya pembatasan ekonomi.
Menurut Chatib, dalam waktu dekat akan sulit bagi beberapa industri untuk mencapai mencapai break even point khususnya bisnis yang mengandalkan pengalaman konsumen seperti perhotelan.
"Ekspor Indonesia sangat bergantung dengan China, dan China sangat bergantung dengan Eropa. Ekonomi Eropa diperkirakan tidak akan pulih lebih cepat dari tahun 2022. Maka sektor domestik yang harus dikuatkan untuk menopang perekonomian Indonesia," jelasnya.
(Baca Juga: Terdampak Pandemi, Industri Pariwisata Minta Stimulus)
Dalam upaya mencapai pemulihan ekonomi, tidak terpungkiri diperlukan ekspansi fiskal. Dia melanjutkan, stimulus fiskal diharapkan membantu meningkatkan cash transfer ke kelompok menengah bawah. Selain itu diperlukan jaminan kredit, subsidi suku bunga dan insentif pajak. "Harapannya investasi datang dari konsumsi," tuturnya.
Chatib menambahkan, diperkirakan pemulihan mengikuti K-Shape Recovery yang akan terjadi dengan jaga jarak lebih dijalankan oleh kelompok pendapatan menengah atas. "Prediksi ini berlaku jika tidak ada second wave. Saya pikir penting bagi pemerintah dan masyarakat untuk menjalankan protokol kesehatan dengan ketat," tandasnya.
Pertama, kemampuan pemerintah dalam mengatasi pandemi yang saat ini masih menjalankan protokol kesehatan. Kedua, permintaan pasar domestik dan ekspor diperkirakan masih sangat lemah.
(Baca Juga: Pengusaha Ingatkan Lagi Stimulus untuk Pemulihan Industri)
"Akibat pandemi, sektor swasta tidak bisa beroperasi secara normal sehingga kapasitas ekonomi tidak dapat dimanfaatkan secara utuh. Maka ekonomi tidak akan pulih sepenuhnya tahun depan dan diperkirakan akan kembali normal tahun 2022," ujarnya dalam Indonesian Palm Oil Conference (IPOC) 2020 New Normal yang diselenggarakan secara virtual, Rabu (2/12/2020).
Meski pertumbuhan ekonomi sudah mulai menunjukkan perbaikan dari kuartal II yang kontraksi 5,32% menjadi kontraksi 3,49% pada kuartal III tahun 2020, pelaku usaha belum akan melakukan ekspansi bisnis karena masih adanya pembatasan ekonomi.
Menurut Chatib, dalam waktu dekat akan sulit bagi beberapa industri untuk mencapai mencapai break even point khususnya bisnis yang mengandalkan pengalaman konsumen seperti perhotelan.
"Ekspor Indonesia sangat bergantung dengan China, dan China sangat bergantung dengan Eropa. Ekonomi Eropa diperkirakan tidak akan pulih lebih cepat dari tahun 2022. Maka sektor domestik yang harus dikuatkan untuk menopang perekonomian Indonesia," jelasnya.
(Baca Juga: Terdampak Pandemi, Industri Pariwisata Minta Stimulus)
Dalam upaya mencapai pemulihan ekonomi, tidak terpungkiri diperlukan ekspansi fiskal. Dia melanjutkan, stimulus fiskal diharapkan membantu meningkatkan cash transfer ke kelompok menengah bawah. Selain itu diperlukan jaminan kredit, subsidi suku bunga dan insentif pajak. "Harapannya investasi datang dari konsumsi," tuturnya.
Chatib menambahkan, diperkirakan pemulihan mengikuti K-Shape Recovery yang akan terjadi dengan jaga jarak lebih dijalankan oleh kelompok pendapatan menengah atas. "Prediksi ini berlaku jika tidak ada second wave. Saya pikir penting bagi pemerintah dan masyarakat untuk menjalankan protokol kesehatan dengan ketat," tandasnya.
(fai)
tulis komentar anda