Ini Dia Sosok Industrialis Rokok Kretek di Masa Lampau
Sabtu, 12 Desember 2020 - 06:43 WIB
JAKARTA - Djarum , Sampoerna , dan Gudang Garam boleh saja menahbiskan diri sebagai raja-raja di industri rokok nasional saat ini. Namun, ketiga grup raksasa di industri hasil tembakau ini ternyata bukan satu-satunya pioner dalam sejarah perkembangan rokok di Nusantara.
Jauh sebelum ketiganya eksis seperti sekarang, sosok industriawan di bisnis rokok justru bermula dari seorang M Nitisemito yang dikenal sebagai Raja Kretek tersukses pada periode awal tahun 1900 hingga sebelum kemerdekaan RI. Tepatnya antara tahun 1903-1905, Nitisemito yang bernama asli Roesdi bin Soelaiman itu merintis pabrik rokok pertamanya di Kudus, Jawa Tengah, sekaligus menandai industrialisasi rokok kretek.
(Baca juga: Sumbangan Cukai Rokok ke Penerimaan Negara Masih di Bawah 10% )
Dari berbagai literatur yang dihimpun, Roesdi lah yang pertama kali membuat konsep pabrik untuk menghasilkan produk rokok andalannya yang kemudian diberi merek Bal Tiga dengan logo tiga lingkaran saling berhimpitan. Pria yang namanya diabadikan menjadi nama salah satu ruas jalan di Kudus itu dianggap paling revolusioner karena sebelumnya rokok yang beredar di masyarakat saat itu hanya dihasilkan dari para pembuat rokok rumahan dengan skala kecil dan tersebar, tidak dalam satu kesatuan produksi.
“Di Museum Kretek Kudus diperlihatkan bahwa Nitisemito sebagai pengusaha yang paling awal membuka pabrik rokok kretek di Kudus yakni tahun 1905,” demikian seperti dikutip dari buku 'Raja Kretek M Nitisemito' yang diterbitkan pada 2015 lalu.
(Baca juga: Harga Rokok Tambah Mahal, Begini Reaksi Kocak Para Ahli Hisap )
Dalam buku yang disusun oleh Erlangga Ibrahim dan Syahrizal Budi Putranto tersebut, selain Nitisemito ada beberapa pengusaha lain yang juga membuka pabrik rokok yakni antara lain M Atmowidjoyo (rokok merek Goenoeng Kedoe, 1910), H Ali Asikin (Djangkar, 1918), HM Ashadi (Delima, 1918), dan HM Moeslich (Teboe & Tjengkeh, 1919).
Kebesaran nama Nitisemito sebelumnya juga terungkap dalam buku lain, 'Kretek Jawa: Gaya Hidup Lintas Budaya' yang ditulis Rudy Badil. Pada buku yang terbit tahun 2011 silam itu, diulas bagaimana peran Nitisemito dalam masa-masa awal industri rokok.
“Usaha rokok Nitisemito maju pesat pada 1916 saat dia berusia 53 tahun. Kala itu Bal Tiga resmi menjadi cap rokoknya bersamaan dengan didirikannya pabrik besar di Desa Jati di tanah seluas enam hektare. Pabrik rokok ini adalah yang terbesar di Indonesia hingga sebelum masa Perang Dunia II,” seperti dikutip dalam buku tersebut.
Jauh sebelum ketiganya eksis seperti sekarang, sosok industriawan di bisnis rokok justru bermula dari seorang M Nitisemito yang dikenal sebagai Raja Kretek tersukses pada periode awal tahun 1900 hingga sebelum kemerdekaan RI. Tepatnya antara tahun 1903-1905, Nitisemito yang bernama asli Roesdi bin Soelaiman itu merintis pabrik rokok pertamanya di Kudus, Jawa Tengah, sekaligus menandai industrialisasi rokok kretek.
(Baca juga: Sumbangan Cukai Rokok ke Penerimaan Negara Masih di Bawah 10% )
Dari berbagai literatur yang dihimpun, Roesdi lah yang pertama kali membuat konsep pabrik untuk menghasilkan produk rokok andalannya yang kemudian diberi merek Bal Tiga dengan logo tiga lingkaran saling berhimpitan. Pria yang namanya diabadikan menjadi nama salah satu ruas jalan di Kudus itu dianggap paling revolusioner karena sebelumnya rokok yang beredar di masyarakat saat itu hanya dihasilkan dari para pembuat rokok rumahan dengan skala kecil dan tersebar, tidak dalam satu kesatuan produksi.
“Di Museum Kretek Kudus diperlihatkan bahwa Nitisemito sebagai pengusaha yang paling awal membuka pabrik rokok kretek di Kudus yakni tahun 1905,” demikian seperti dikutip dari buku 'Raja Kretek M Nitisemito' yang diterbitkan pada 2015 lalu.
(Baca juga: Harga Rokok Tambah Mahal, Begini Reaksi Kocak Para Ahli Hisap )
Dalam buku yang disusun oleh Erlangga Ibrahim dan Syahrizal Budi Putranto tersebut, selain Nitisemito ada beberapa pengusaha lain yang juga membuka pabrik rokok yakni antara lain M Atmowidjoyo (rokok merek Goenoeng Kedoe, 1910), H Ali Asikin (Djangkar, 1918), HM Ashadi (Delima, 1918), dan HM Moeslich (Teboe & Tjengkeh, 1919).
Kebesaran nama Nitisemito sebelumnya juga terungkap dalam buku lain, 'Kretek Jawa: Gaya Hidup Lintas Budaya' yang ditulis Rudy Badil. Pada buku yang terbit tahun 2011 silam itu, diulas bagaimana peran Nitisemito dalam masa-masa awal industri rokok.
“Usaha rokok Nitisemito maju pesat pada 1916 saat dia berusia 53 tahun. Kala itu Bal Tiga resmi menjadi cap rokoknya bersamaan dengan didirikannya pabrik besar di Desa Jati di tanah seluas enam hektare. Pabrik rokok ini adalah yang terbesar di Indonesia hingga sebelum masa Perang Dunia II,” seperti dikutip dalam buku tersebut.
tulis komentar anda