Selandia Baru Menginspirasi Teten, Koperasi Peternak Sapi Harus Punya Pengolahan Susu
Senin, 21 Desember 2020 - 06:29 WIB
JAKARTA - Koperasi peternakan sapi terbesar di Selandia Baru bernama Fonterra memiliki sekitar 15 juta ekor sapi. Peternak disana hanya fokus mengurus sapi dan menjaga produksi susu. Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki mengatakan, sedangkan tugas koperasi yang mengurus pengolahan produk dan pemasarannya.
"Idealnya, koperasi yang membangun industri pengolahan susu menjadi produk lain, seperti keju, yoghurt, mentega, dan sebagainya," ujar MenkopUKM di Jakarta.
(Baca Juga: Peternakan Sapi RI Gak Maju-maju, Kadin Minta Pemerintah Tiru Brazil )
Minimal, koperasi harus memiliki unit pengolahan. Karena, tidak semua produk susu terserap pasar semuanya. Oleh karena itu, Teten mendorong agar peternak atau kelompok peternak bergabung dalam wadah koperasi.
Selain bisa masuk ke dalam skala ekonomi, usaha mereka juga bisa menjadi formal dan bankable. "Produk susu hasil peternak dibeli koperasi. Nah, koperasinya akan kita perkuat permodalannya melalui LPDB KUMKM," kata Teten.
Seorang peternak bisa menjadi anggota lebih dari satu koperasi. Misalnya, menjadi anggota KSP, koperasi pengolahan susu, dan koperasi pemasaran. Pada akhir tahun, mereka akan mendapatkan keuntungan lain, tidak hanya dari susu saja, melainkan dalam bentuk Sisa Hasil Usaha (SHU).
"Peternak sapi bisa mendapat keuntungan dari seluruh proses bisnis dari produk susu miliknya. Ini yang dinamakan peternak sapi masuk ke dalam Sirkuit Ekonomi. Bisnis model seperti ini yang akan terus kita benahi," tandas Teten.
(Baca Juga: Pemerintah Sudah Guyur Koperasi dan UMKM Sebanyak Rp87 Triliun )
Jadi, lanjut MenkopUKM, jangan hanya industri dan pedagang saja yang mendapat keuntungan lebih, tapi peternak sapi juga. Terlebih lagi, Teten menyebutkan dirinya mendapat tugas khusus untuk memperkuat koperasi pangan, yang di dalamnya termasuk sektor pertanian dan peternakan. "Kita masih impor susu dan daging sapi. Sementara produksi susu kita baru 20%," ungkap Teten.
Dengan potensi pasar yang masih besar tersebut, Teten mendorong peternakan sapi bisa masuk skala ekonomi dengan berkoperasi. "Kita masih perlu meningkatkan suplai daging sapi dan susu," ujar Teten.
Terkait limbah sapi, Teten juga mendorong agar dikelola dengan baik melalui koperasi. Kotoran sapi bisa diolah, dikemas, kemudian dipasarkan sebagai produk pupuk.
"Peternak dapat juga keuntungan dari hasil limbah kotoran sapi. Untuk itu, kita akan terus memberikan pendampingan, termasuk mencarikan pasarnya," pungkas MenkopUKM.
"Idealnya, koperasi yang membangun industri pengolahan susu menjadi produk lain, seperti keju, yoghurt, mentega, dan sebagainya," ujar MenkopUKM di Jakarta.
(Baca Juga: Peternakan Sapi RI Gak Maju-maju, Kadin Minta Pemerintah Tiru Brazil )
Minimal, koperasi harus memiliki unit pengolahan. Karena, tidak semua produk susu terserap pasar semuanya. Oleh karena itu, Teten mendorong agar peternak atau kelompok peternak bergabung dalam wadah koperasi.
Selain bisa masuk ke dalam skala ekonomi, usaha mereka juga bisa menjadi formal dan bankable. "Produk susu hasil peternak dibeli koperasi. Nah, koperasinya akan kita perkuat permodalannya melalui LPDB KUMKM," kata Teten.
Seorang peternak bisa menjadi anggota lebih dari satu koperasi. Misalnya, menjadi anggota KSP, koperasi pengolahan susu, dan koperasi pemasaran. Pada akhir tahun, mereka akan mendapatkan keuntungan lain, tidak hanya dari susu saja, melainkan dalam bentuk Sisa Hasil Usaha (SHU).
"Peternak sapi bisa mendapat keuntungan dari seluruh proses bisnis dari produk susu miliknya. Ini yang dinamakan peternak sapi masuk ke dalam Sirkuit Ekonomi. Bisnis model seperti ini yang akan terus kita benahi," tandas Teten.
(Baca Juga: Pemerintah Sudah Guyur Koperasi dan UMKM Sebanyak Rp87 Triliun )
Jadi, lanjut MenkopUKM, jangan hanya industri dan pedagang saja yang mendapat keuntungan lebih, tapi peternak sapi juga. Terlebih lagi, Teten menyebutkan dirinya mendapat tugas khusus untuk memperkuat koperasi pangan, yang di dalamnya termasuk sektor pertanian dan peternakan. "Kita masih impor susu dan daging sapi. Sementara produksi susu kita baru 20%," ungkap Teten.
Dengan potensi pasar yang masih besar tersebut, Teten mendorong peternakan sapi bisa masuk skala ekonomi dengan berkoperasi. "Kita masih perlu meningkatkan suplai daging sapi dan susu," ujar Teten.
Terkait limbah sapi, Teten juga mendorong agar dikelola dengan baik melalui koperasi. Kotoran sapi bisa diolah, dikemas, kemudian dipasarkan sebagai produk pupuk.
"Peternak dapat juga keuntungan dari hasil limbah kotoran sapi. Untuk itu, kita akan terus memberikan pendampingan, termasuk mencarikan pasarnya," pungkas MenkopUKM.
(akr)
Lihat Juga :
tulis komentar anda