BPK Sentil BPJS Kesehatan, Masalah Data Ganda Terus Berulang
Selasa, 29 Desember 2020 - 15:39 WIB
JAKARTA - Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) melaporkan pengelolaan kepesertaan BPJS Kesehatan selalu bermasalah dan menjadi temuan yang terus berulang sejak tahun 2015.
Auditor Utama Keuangan Negara VI BPK Dori Santosa mengatakan, BPK telah menyelesaikan laporan hasil pemeriksaan atas pengelolaan kepesertaan, pendapatan iuran, dan beban jaminan kesehatan dana jaminan sosial tahun 2017-2019 pada BPJS kesehatan.
(Baca Juga: Daya Beli Menurun, Peserta BPJS Kesehatan Nunggak Rp11 Triliun)
"Pemeriksaan BPK terdapat permasalahan pengelolaan kepesertaan, temuan ini berulang dan sering terjadi dan selalu sejak 2015. Masalahnya sama yaitu banyak data ganda," kata Dori dalam video virtual, Selasa (29/12/2020).
Dia mengatakan, pemutakhiran dan validasi data kepesertaan BPJS Kesehatan belum dilakukan secara optimal. Seperti data kepesertaan dengan nomor induk kependudukan (NIK) tidak valid, NIK ganda, serta daftar gaji atau upah peserta pegawai pemerintah non pegawai negeri (PPNPN) dan pekerja penerima upah (PPU) belum mutakhir.
"Hal ini mengakibatkan pembayaran kapitasi berdasarkan jumlah peserta yang tidak valid berpotensi membebani keuangan Dana Jaminan Sosial Kesehatan BPJS Kesehatan, serta pembayaran iuran PPNPN dan PPU berpotensi tidak sesuai dengan penghasilan yang sebenarnya," jelasnya.
Selain itu, kolektibilitas iuran peserta pekerja bukan penerima upah (PBPU) menurun dan penyisihan piutang iuran tidak tertagih peserta PBPU dan peserta PPU dari badan usaha cenderung meningkat. Akibatnya, defisit dana jaminan sosial kesehatan untuk membiayai penyelenggaraan program JKN akan selalu bertambah.
(Baca Juga: BPK Temukan 2.693 Masalah Keuangan, Kerugian Negara Capai Rp1,79 triliun)
Selanjutnya temuan mengenai penganggaran iuran peserta PPU penyelenggara negara/daerah dan selain penyelenggara negara/daerah seperti kepala desa dan perangkatnya melalui mekanisme daftar isian pelaksanaan anggaran (DIPA) dan dana perhitungan fihak ketiga (PFK) tidak didukung data kepesertaan dan iuran yang memadai.
"Kondisi ini mengakibatkan BPJS Kesehatan tidak memperoleh penghasilan riil yang berpengaruh kepada iuran yang sebenarnya, dan hilangnya potensi pendapatan, karena belum semua kepala desa terdaftar sebagai peserta BPJS Kesehatan, ini karena belum optimalnya koordinasi BPJS dengan instansi terkait," tandasnya.
Auditor Utama Keuangan Negara VI BPK Dori Santosa mengatakan, BPK telah menyelesaikan laporan hasil pemeriksaan atas pengelolaan kepesertaan, pendapatan iuran, dan beban jaminan kesehatan dana jaminan sosial tahun 2017-2019 pada BPJS kesehatan.
(Baca Juga: Daya Beli Menurun, Peserta BPJS Kesehatan Nunggak Rp11 Triliun)
"Pemeriksaan BPK terdapat permasalahan pengelolaan kepesertaan, temuan ini berulang dan sering terjadi dan selalu sejak 2015. Masalahnya sama yaitu banyak data ganda," kata Dori dalam video virtual, Selasa (29/12/2020).
Dia mengatakan, pemutakhiran dan validasi data kepesertaan BPJS Kesehatan belum dilakukan secara optimal. Seperti data kepesertaan dengan nomor induk kependudukan (NIK) tidak valid, NIK ganda, serta daftar gaji atau upah peserta pegawai pemerintah non pegawai negeri (PPNPN) dan pekerja penerima upah (PPU) belum mutakhir.
"Hal ini mengakibatkan pembayaran kapitasi berdasarkan jumlah peserta yang tidak valid berpotensi membebani keuangan Dana Jaminan Sosial Kesehatan BPJS Kesehatan, serta pembayaran iuran PPNPN dan PPU berpotensi tidak sesuai dengan penghasilan yang sebenarnya," jelasnya.
Selain itu, kolektibilitas iuran peserta pekerja bukan penerima upah (PBPU) menurun dan penyisihan piutang iuran tidak tertagih peserta PBPU dan peserta PPU dari badan usaha cenderung meningkat. Akibatnya, defisit dana jaminan sosial kesehatan untuk membiayai penyelenggaraan program JKN akan selalu bertambah.
(Baca Juga: BPK Temukan 2.693 Masalah Keuangan, Kerugian Negara Capai Rp1,79 triliun)
Selanjutnya temuan mengenai penganggaran iuran peserta PPU penyelenggara negara/daerah dan selain penyelenggara negara/daerah seperti kepala desa dan perangkatnya melalui mekanisme daftar isian pelaksanaan anggaran (DIPA) dan dana perhitungan fihak ketiga (PFK) tidak didukung data kepesertaan dan iuran yang memadai.
"Kondisi ini mengakibatkan BPJS Kesehatan tidak memperoleh penghasilan riil yang berpengaruh kepada iuran yang sebenarnya, dan hilangnya potensi pendapatan, karena belum semua kepala desa terdaftar sebagai peserta BPJS Kesehatan, ini karena belum optimalnya koordinasi BPJS dengan instansi terkait," tandasnya.
(fai)
Lihat Juga :
tulis komentar anda