Indonesia Siap Jadi Produsen Baterai Mobil Listrik Kelas Dunia
Kamis, 14 Januari 2021 - 01:00 WIB
JAKARTA - Indonesia kini tengah mendekati sejumlah pemain utama baterai dan mobil listrik kelas dunia, mulai dari perusahaan asal China yakni Contemporary Amperex Technology Co. Limited atau CATL, perusahaan Korea Selatan LG Energy Solution, perusahaan asal Jepang Panasonic, hingga perusahaan mobil listrik ternama asal Amerika Serikat Tesla.
Hal itu tak lain untuk mewujudkan industri kendaraan listrik terintegrasi dari hulu hingga hilir di Tanah Air. Dengan demikian, tak hanya menjadi konsumen, namun Indonesia juga menjadi bagian dari produsen baterai dan kendaraan listrik dunia. Ketua Tim Percepatan Proyek Baterai Kendaraan Listrik (Electric Vehicle/ EV Battery), Agus Tjahajana Wirakusumah, mengatakan untuk menjadi produsen baterai terbesar, langkah yang harus diambil adalah mencari pasar-pasar terbesar.
Saat ini pasar terbesar untuk baterai adalah China, Eropa, dan Amerika. Menurutnya, jika ingin masuk menjadi pemain global, maka harus masuk ke pasar tiga negara tersebut. Cara untuk bisa masuk ke pasar tersebut yaitu melalui menggandeng pemain baterai yang menjual ke pasar tersebut. "Kalau kita lihat baterai, kita kalau mau jadi pemain global, ya harus masuk ke pasar itu. Kalau mau masuk ke pasar itu, tentu harus menggandeng pemain baterai yang menjual ke pasar itu," jelasnya di Jakarta, Rabu (13/1/2021).
Menurutnya, sejak tim percepatan dibentuk oleh Menteri BUMN pada Februari 2020 lalu, tim telah membuat perencanaan untuk memilih calon mitra. Mulanya tim mengenal ada 11 pemain baterai besar di dunia. Kriteria yang dilihat oleh tim untuk menjadi partner adalah berdasarkan kemampuan, rekam jejak, keinginan untuk investasi, dan mereknya.
"Dari 11 kita bisa keluar enam, dan akhirnya bisa mendapatkan tiga yang terbaik dan kemudian kita berkomunikasi, yaitu dengan LG, Contemporary Amperex Technology Co. Ltd (CATL) dari China dan kita berbincang-bincang dengan Jepang, dengan Panasonic," tuturnya.
Pihaknya sudah menyadari jika kendaraan listrik yang ada di Indonesia saat ini belum pesat, sangat jauh jika berkaca ke China. Perihal pasar ini juga menjadi salah satu pertimbangan calon investor untuk mau berinvestasi di Tanah Air.
"Mitra kami melihat berapa besar market kami di sini. Hitungan yang ada di kami, di tim, dengan melihat proyeksi yang dilakukan oleh Kementerian Perindustrian dan tim sendiri yang lakukan perhitungan, kami melihat memang tidak terlalu besar sekali dibandingkan dengan China," jelasnya.
Dia mengatakan, berdasarkan perhitungan Kementerian Perindustrian, diproyeksikan pada 2025 mendatang baru akan ada sekitar 400 ribu unit kendaraan listrik di Indonesia. Perhitungan ini menurutnya masih dianggap kecil bagi pabrik baterai berskala internasional. "Oleh karena itu, kita harus mengekspor kelebihan daripada kapasitas di hulu. Jadi, harus ada balance capacity dari hulu sampai hilir," tuturnya.
Hal itu tak lain untuk mewujudkan industri kendaraan listrik terintegrasi dari hulu hingga hilir di Tanah Air. Dengan demikian, tak hanya menjadi konsumen, namun Indonesia juga menjadi bagian dari produsen baterai dan kendaraan listrik dunia. Ketua Tim Percepatan Proyek Baterai Kendaraan Listrik (Electric Vehicle/ EV Battery), Agus Tjahajana Wirakusumah, mengatakan untuk menjadi produsen baterai terbesar, langkah yang harus diambil adalah mencari pasar-pasar terbesar.
Saat ini pasar terbesar untuk baterai adalah China, Eropa, dan Amerika. Menurutnya, jika ingin masuk menjadi pemain global, maka harus masuk ke pasar tiga negara tersebut. Cara untuk bisa masuk ke pasar tersebut yaitu melalui menggandeng pemain baterai yang menjual ke pasar tersebut. "Kalau kita lihat baterai, kita kalau mau jadi pemain global, ya harus masuk ke pasar itu. Kalau mau masuk ke pasar itu, tentu harus menggandeng pemain baterai yang menjual ke pasar itu," jelasnya di Jakarta, Rabu (13/1/2021).
Menurutnya, sejak tim percepatan dibentuk oleh Menteri BUMN pada Februari 2020 lalu, tim telah membuat perencanaan untuk memilih calon mitra. Mulanya tim mengenal ada 11 pemain baterai besar di dunia. Kriteria yang dilihat oleh tim untuk menjadi partner adalah berdasarkan kemampuan, rekam jejak, keinginan untuk investasi, dan mereknya.
"Dari 11 kita bisa keluar enam, dan akhirnya bisa mendapatkan tiga yang terbaik dan kemudian kita berkomunikasi, yaitu dengan LG, Contemporary Amperex Technology Co. Ltd (CATL) dari China dan kita berbincang-bincang dengan Jepang, dengan Panasonic," tuturnya.
Pihaknya sudah menyadari jika kendaraan listrik yang ada di Indonesia saat ini belum pesat, sangat jauh jika berkaca ke China. Perihal pasar ini juga menjadi salah satu pertimbangan calon investor untuk mau berinvestasi di Tanah Air.
"Mitra kami melihat berapa besar market kami di sini. Hitungan yang ada di kami, di tim, dengan melihat proyeksi yang dilakukan oleh Kementerian Perindustrian dan tim sendiri yang lakukan perhitungan, kami melihat memang tidak terlalu besar sekali dibandingkan dengan China," jelasnya.
Dia mengatakan, berdasarkan perhitungan Kementerian Perindustrian, diproyeksikan pada 2025 mendatang baru akan ada sekitar 400 ribu unit kendaraan listrik di Indonesia. Perhitungan ini menurutnya masih dianggap kecil bagi pabrik baterai berskala internasional. "Oleh karena itu, kita harus mengekspor kelebihan daripada kapasitas di hulu. Jadi, harus ada balance capacity dari hulu sampai hilir," tuturnya.
tulis komentar anda