Ekonom : Tren Defisit Neraca Dagang Akan Berlanjut Hingga Lebaran
Jum'at, 15 Mei 2020 - 14:44 WIB
JAKARTA - Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudistira menilai neraca dagang bulan April 2020 yang mengalami defisit USD350 juta menunjukkan tekanan dari sisi ekspor cukup besar.
Adapun kinerja ekspor utama seperti minyak dan gas (migas) terkoreksi hingga 6,5% dibanding posisi bulan Maret 2020. Harga minyak yang rendah karena anjloknya permintaan di saat pandemi menurunkan kinerja ekspor migas.
"Jadi tren defisit ini diperkirakan akan berlanjut dan melebar pasca Lebaran," kata Bhima saat dihubungi SINDOnews di Jakarta, Jumat (15/5/2020). (Baca Juga : Ekspor April Turun 13,33% Jadi USD12,19 Miliar )
Dia melanjutkan, kinerja sektor industri pengolahan juga turun tajam -12,2% dibanding bulan sebelumnya, yang mengindikasikan perusahaan manufaktur menurunkan kapasitas produksinya.
"Efisiensi terus dilakukan manufaktur melihat situasi global yang belum membaik. Perluasan negara yang lakukan lockdown menganggu sisi supply bahan baku maupun logistik," katanya.
Dia menambahkan, yang dikhawatirkan adalah sektor padat karya seperti minyak sawit mentah (CPO) dan pakaian jadi, dimana keduanya melorot USD156,7 juta dan -USD136,2 jut. Hal ini bisa berimbas ke pengangguran massal yang semakin dalam pasca lebaran.
"Di sisi lain, impor jelang ramadan justru menunjukkan kontraksi, dimana impor barang konsumsi turun 4,03% menunjukkan daya beli masyarakat yang tertekan dan prilaku kelas menengah atas menghemat belanja," katanya.
Selain itu, lanjut dia, impor bahan baku penolong turun 9% dibanding bulan sebelumnya sesuai dengan perkiraan manufaktur yang kurangi ekspansi.
"Ini menjadi warning bagi Pemerintah agar mendorong stimulus ekspor secara besar-besaran dan mencegah terjadinya PHK massal," pungkasnya.
Adapun kinerja ekspor utama seperti minyak dan gas (migas) terkoreksi hingga 6,5% dibanding posisi bulan Maret 2020. Harga minyak yang rendah karena anjloknya permintaan di saat pandemi menurunkan kinerja ekspor migas.
"Jadi tren defisit ini diperkirakan akan berlanjut dan melebar pasca Lebaran," kata Bhima saat dihubungi SINDOnews di Jakarta, Jumat (15/5/2020). (Baca Juga : Ekspor April Turun 13,33% Jadi USD12,19 Miliar )
Dia melanjutkan, kinerja sektor industri pengolahan juga turun tajam -12,2% dibanding bulan sebelumnya, yang mengindikasikan perusahaan manufaktur menurunkan kapasitas produksinya.
"Efisiensi terus dilakukan manufaktur melihat situasi global yang belum membaik. Perluasan negara yang lakukan lockdown menganggu sisi supply bahan baku maupun logistik," katanya.
Dia menambahkan, yang dikhawatirkan adalah sektor padat karya seperti minyak sawit mentah (CPO) dan pakaian jadi, dimana keduanya melorot USD156,7 juta dan -USD136,2 jut. Hal ini bisa berimbas ke pengangguran massal yang semakin dalam pasca lebaran.
"Di sisi lain, impor jelang ramadan justru menunjukkan kontraksi, dimana impor barang konsumsi turun 4,03% menunjukkan daya beli masyarakat yang tertekan dan prilaku kelas menengah atas menghemat belanja," katanya.
Selain itu, lanjut dia, impor bahan baku penolong turun 9% dibanding bulan sebelumnya sesuai dengan perkiraan manufaktur yang kurangi ekspansi.
"Ini menjadi warning bagi Pemerintah agar mendorong stimulus ekspor secara besar-besaran dan mencegah terjadinya PHK massal," pungkasnya.
(ind)
tulis komentar anda