Sisi Gelap Anak Muda Main Saham
Senin, 18 Januari 2021 - 05:36 WIB
JAKARTA - Tren investor lokal sangat dibanggakan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Bursa Efek Indonesia (BEI) sebagai mesin pertumbuhan pasar modal Indonesia di tengah tekanan pandemi covid-19. Investor ritel lokal mayoritas disebut dari kalangan milenial. Tapi seperti biasa, semua hal baik di baliknya juga ada sisi gelap.
Mulai dari investor yang berutang ke berbagai pinjaman online hingga menggunakan uang orang lain, hingga hanya sekedar ikutan berinvestasi karena fear of missing out alias takut ketinggalan kereta. Pengamat ekonomi dari INDEF Nailul Huda mengaku, tren investasi saham dan market investor sudah semakin membesar dan jangkauannya pun semakin meluas.
Sekarang ini tren investor ritel semakin ramai dan ini terlihat juga dari semakin banyaknya produk investasi ritel. Bahkan dari pemerintah juga membuat SUN dan SUKUK ritel karena pangsa pasar investor ritel ini sangat potensial. Dan salah satu tujuan mereka dalam berinvestasi adalah pasar saham.
Saat ini aplikasi untuk Investasi saham juga sudah semakin beragam dan juga kian mudah dipakai. Cukup dari smartphone, kita sudah bisa transaksi jual beli saham.
"Hal ini kemudian dilihat oleh generasi milenial sebagai hobi dan seketika berubah menjadi “gaya hidup” baru. Kalo kita lihat generasi ini juga cenderung risk lovers. Asalkan suka dan keuntungannya besar dilakukan walaupun risikonya juga besar," kata Huda.
Namun demikian ada masalah tingkat literasi keuangan yang masih rendah. Dari beberapa kasus, ada yang terlalu kepedean namun ketika saham banyak yang ambruk langsung akhirnya tidak siap menerima kerugian.
Literasi keuangan Indonesia masih di bawah 40% dan mungkin sebagian besar masyarakat belum memahami financial planning. Bahayanya mereka menggunakan dana sehari-hari untuk trading saham lalu hanya berharap keuntungan yang besar, tapi tidak memperhitungkan risikonya.
Mulai dari investor yang berutang ke berbagai pinjaman online hingga menggunakan uang orang lain, hingga hanya sekedar ikutan berinvestasi karena fear of missing out alias takut ketinggalan kereta. Pengamat ekonomi dari INDEF Nailul Huda mengaku, tren investasi saham dan market investor sudah semakin membesar dan jangkauannya pun semakin meluas.
Sekarang ini tren investor ritel semakin ramai dan ini terlihat juga dari semakin banyaknya produk investasi ritel. Bahkan dari pemerintah juga membuat SUN dan SUKUK ritel karena pangsa pasar investor ritel ini sangat potensial. Dan salah satu tujuan mereka dalam berinvestasi adalah pasar saham.
Saat ini aplikasi untuk Investasi saham juga sudah semakin beragam dan juga kian mudah dipakai. Cukup dari smartphone, kita sudah bisa transaksi jual beli saham.
"Hal ini kemudian dilihat oleh generasi milenial sebagai hobi dan seketika berubah menjadi “gaya hidup” baru. Kalo kita lihat generasi ini juga cenderung risk lovers. Asalkan suka dan keuntungannya besar dilakukan walaupun risikonya juga besar," kata Huda.
Namun demikian ada masalah tingkat literasi keuangan yang masih rendah. Dari beberapa kasus, ada yang terlalu kepedean namun ketika saham banyak yang ambruk langsung akhirnya tidak siap menerima kerugian.
Literasi keuangan Indonesia masih di bawah 40% dan mungkin sebagian besar masyarakat belum memahami financial planning. Bahayanya mereka menggunakan dana sehari-hari untuk trading saham lalu hanya berharap keuntungan yang besar, tapi tidak memperhitungkan risikonya.
tulis komentar anda