Investasi Energi Bersih di Tahun 2050 Diperkirakan Capai USD15 Triliun
Senin, 25 Januari 2021 - 22:15 WIB
JAKARTA - Perkembangan energi bersih di dunia semakin menjanjikan. Kemajuan teknologi dan implementasi skala luas memungkinkan penurunan biaya investasi energi terbarukan, terutama pada pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) dan pembangkit listrik tenaga bayu (PLTB).
Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa mengatakan, tren penurunan harga energi baru dan terbarukan (EBT) terus berlanjut. Penurunan itu menjadi opsi yang ekonomis untuk pembangkit listrik. ( Manfaatkan Energi Bersih, PLN Gandeng Perhutan dan PTPN III )
"Hanya dalam satu dekade (2010-2019), harga panel surya dan turbin angin telah turun masing-masing sebesar 89% dan 59%," ujarnya pada konferensi pers secara virtual, Senin (25/1/2021).
Dia melanjutkan, inovasi teranyar di bidang teknologi penyimpanan baterai memberikan akses biaya yang lebih murah pada harga baterai Li-ion yang juga turun sebesar 89% di periode yang sama.
Pada tahun 2030 diperkirakan membangun pembangkit listrik baru dari energi terbarukan akan lebih murah daripada mengoperasikan pembangkit listrik tenaga batu bara dan gas yang sudah ada di seluruh belahan dunia.
"Bahkan di beberapa negara, kondisi ini sudah terjadi. Perkiraan tersebut mengindikasikan bahwa pembangunan pembangkit listrik berbahan bakar fosil baru akan semakin tidak menguntungkan dan berisiko," jelas Fabby. ( Baca juga:Ambroncius Nababan Sambangi Bareskrim Polri Terkait Rasisme ke Natalius Pigai )
Fabby menuturkan, investasi di pembangkit listrik global di masa depan akan didominasi oleh investasi surya, angin, dan storage. Diperkirakan nilai investasi pembangkitan listrik kumulatif 2050 sebesar USD15 triliun.
"Pengembangan energi terbarukan dalam skala besar dan cepat merupakan keniscayaan untuk menghindari krisis perubahan iklim akibat pemanasan global sekaligus mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan," tandasnya.
Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa mengatakan, tren penurunan harga energi baru dan terbarukan (EBT) terus berlanjut. Penurunan itu menjadi opsi yang ekonomis untuk pembangkit listrik. ( Manfaatkan Energi Bersih, PLN Gandeng Perhutan dan PTPN III )
"Hanya dalam satu dekade (2010-2019), harga panel surya dan turbin angin telah turun masing-masing sebesar 89% dan 59%," ujarnya pada konferensi pers secara virtual, Senin (25/1/2021).
Dia melanjutkan, inovasi teranyar di bidang teknologi penyimpanan baterai memberikan akses biaya yang lebih murah pada harga baterai Li-ion yang juga turun sebesar 89% di periode yang sama.
Pada tahun 2030 diperkirakan membangun pembangkit listrik baru dari energi terbarukan akan lebih murah daripada mengoperasikan pembangkit listrik tenaga batu bara dan gas yang sudah ada di seluruh belahan dunia.
"Bahkan di beberapa negara, kondisi ini sudah terjadi. Perkiraan tersebut mengindikasikan bahwa pembangunan pembangkit listrik berbahan bakar fosil baru akan semakin tidak menguntungkan dan berisiko," jelas Fabby. ( Baca juga:Ambroncius Nababan Sambangi Bareskrim Polri Terkait Rasisme ke Natalius Pigai )
Fabby menuturkan, investasi di pembangkit listrik global di masa depan akan didominasi oleh investasi surya, angin, dan storage. Diperkirakan nilai investasi pembangkitan listrik kumulatif 2050 sebesar USD15 triliun.
"Pengembangan energi terbarukan dalam skala besar dan cepat merupakan keniscayaan untuk menghindari krisis perubahan iklim akibat pemanasan global sekaligus mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan," tandasnya.
(uka)
tulis komentar anda