Harapan Baru Industri Asuransi
Rabu, 10 Februari 2021 - 05:59 WIB
JAKARTA - Industri asuransi di Tanah Air diyakini terus tumbuh di masa mendatang kendati menghadapi tantangan tidak mudah di masa pendemi. Potensi besar ekonomi Indonesia menjadi modal tersendiri terbukti dari banyaknya pelaku usaha di industri ini yang memanfaatkan pasar dalam negeri.
Sentimen positif juga diharapkan muncul setelah Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) mengkonsolidasikan perusahaan asuransi milik negara ke dalam sebuah payung besar berupa holding perasuransian dan penjaminan. Langkah ini diharapkan bisa menumbuhkan kembali kepercayaan masyarakat yang sempat terganggu akibat beberapa kasus yang menimpa bisnis asuransi di Indonesia. Sebut saja misalnya Bumiputera, Jiwasraya, dan Asabri. Dua nama terakhir belakangan santer karena kasusnya masuk ke ranah hukum.
Besarnya potensi pasar asuransi di Tanah Air terlihat dari masih rendahnya tingkat penetrasi asuransi di dalam negeri yang masih di bawah 4%, dilihat dari persentase premi terhadap nilai produk domestik bruto (PDB). Angka tersebut kalah dibanding negara-negara di ASEAN yang rata-rata sudah mencapai 6-7%.
Kondisi tersebut diperparah dengan adanya pandemi di mana per Juli 2020 lalu, berdasarkan catatan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tingkat penetrasi asuransi jiwa hanya 1,1%. Rendahnya tingkat penetrasi asuransi ini diakui oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani akibat rendahnya pemanfaatan teknologi dan dukungan sumber daya manusia (SDM) yang masih harus ditingkatkan.
Tak ingin terus tertinggal, para pelaku usaha industri asuransi pun berbenah. Pemanfaatan teknologi digital menjadi pilihan di tengah gencarnya teknologi informasi berbasis internet.
Ketua Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) Hastanto Sri Margi Widodo pada sebuah kesempatan mengungkapkan, memasuki tahun 2021 yang penuh tantangan, pihaknya meyakini bahwa marwah industri asuransi dalam mengelola risiko atau liabilitas dengan aset yang ada akan menjadi kunci.
Menurut dia, tidak diragukan lagi bahwa Covid-19 telah menjadi akseleran dalam hal adopsi teknologi di industri asuransi untuk meningkatkan kenyamanan dan kualitas. Pasalnya, kini nasabah menginginkan pelayanan yang personal dan on-demand di perangkat komunikasi mereka.
Sentimen positif juga diharapkan muncul setelah Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) mengkonsolidasikan perusahaan asuransi milik negara ke dalam sebuah payung besar berupa holding perasuransian dan penjaminan. Langkah ini diharapkan bisa menumbuhkan kembali kepercayaan masyarakat yang sempat terganggu akibat beberapa kasus yang menimpa bisnis asuransi di Indonesia. Sebut saja misalnya Bumiputera, Jiwasraya, dan Asabri. Dua nama terakhir belakangan santer karena kasusnya masuk ke ranah hukum.
Baca Juga
Besarnya potensi pasar asuransi di Tanah Air terlihat dari masih rendahnya tingkat penetrasi asuransi di dalam negeri yang masih di bawah 4%, dilihat dari persentase premi terhadap nilai produk domestik bruto (PDB). Angka tersebut kalah dibanding negara-negara di ASEAN yang rata-rata sudah mencapai 6-7%.
Kondisi tersebut diperparah dengan adanya pandemi di mana per Juli 2020 lalu, berdasarkan catatan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tingkat penetrasi asuransi jiwa hanya 1,1%. Rendahnya tingkat penetrasi asuransi ini diakui oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani akibat rendahnya pemanfaatan teknologi dan dukungan sumber daya manusia (SDM) yang masih harus ditingkatkan.
Tak ingin terus tertinggal, para pelaku usaha industri asuransi pun berbenah. Pemanfaatan teknologi digital menjadi pilihan di tengah gencarnya teknologi informasi berbasis internet.
Ketua Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) Hastanto Sri Margi Widodo pada sebuah kesempatan mengungkapkan, memasuki tahun 2021 yang penuh tantangan, pihaknya meyakini bahwa marwah industri asuransi dalam mengelola risiko atau liabilitas dengan aset yang ada akan menjadi kunci.
Menurut dia, tidak diragukan lagi bahwa Covid-19 telah menjadi akseleran dalam hal adopsi teknologi di industri asuransi untuk meningkatkan kenyamanan dan kualitas. Pasalnya, kini nasabah menginginkan pelayanan yang personal dan on-demand di perangkat komunikasi mereka.
Lihat Juga :
tulis komentar anda