Menakar Penyebab Tesla Memilih India daripada Indonesia Soal Mobil Listrik
Jum'at, 19 Februari 2021 - 13:56 WIB
JAKARTA - Produsen mobil listrik asal Amerika Serikat, Tesla Inc. dikabarkan lebih memilih berinvestasi di India daripada Indonesia. Meski begitu kabar tersebut belum diklarifikasi pemerintah, menyusul otoritas Indonesia akan menggaet perusahaan milik Elon Musk tersebut.
Kerja sama Indonesia dan Tesla diutarakan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia, dimana, Tesla dan BASF, perusahaan asal Jerman, akan menginvasi asetnya ke dalam ekosistem pabrik baterai mobil listrik Indonesia yang saat ini tengah dibangun.
Meski begitu, beberapa waktu lalu, Tesla dikabarkan tengah mendekati tahap akhir untuk mencapai kesepakatan memproduksi mobil listrik dengan otoritas India.
Merespon kabar tersebut, Pengamat Ekonomi dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira menilai, ekosistem industri mobil listrik di India lebih siap dibandingkan Indonesia. Dari aspek inovasi, teknologi, dan sumber daya manusia (SDM) India jauh mengungguli Indonesia.
"Hampir pupus harapan Tesla bangun pabrik mobil listrik di Indonesia. Masalahnya kan ada di ekosistem inovasi di India lebih siap, SDM-nya juga berlimpah untuk IT dan otomotif," ujar Bhima saat dihubungi MNC Portal Indonesia, Jumat (19/2/2021).
Ketertinggalan Indonesia di sektor sumber daya mobil listrik juga dibarengi dengan sistem Incremental Capital Output Ratio (ICOR) atau rasio investasi terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia (output) yang anggap terlalu boros investasi.
ICOR sendiri mengukur berapa besar investasi yang diperlukan untuk meningkatkan satu unit output atau Produk Domestik Bruto (PDB). Pada konteks ini Bhima menilai, Tesla khawatir akan butuh investasi besar, sementara nilai output yang sama.
"Kemudian masalah utama di Indonesia soal ICOR yang tinggi jadi kendala. Incremental Capital Output Ratio menghitung borosnya investasi di sebuah negara. Tesla kalau buat pabrik di Indonesia khawatir boros butuh investasi terlalu besar dengan output yang sama," katanya.
Kendala lain adalah kawasan industri mobil listrik. Indonesia baru mencatatkan pembangunan awal, sementara India sudah menyiapkan jauh-jauh hari. Di samping itu, Pemerintah dianggap tidak terlalu meyakinkan manajemen Tesla bahwa potensi ekosistem mobil listrik juga besar.
"Tesla itu icon mobil listrik, jadi brand Tesla akan menarik produsen part otomotif lainnya untuk investasi di Indonesia. Jadi Tesla sangat berbobot ketika memutuskan investasi baru. Ya mungkin pendekatan pemerintah ke Tesla kurang meyakinkan," tuturnya.
Kerja sama Indonesia dan Tesla diutarakan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia, dimana, Tesla dan BASF, perusahaan asal Jerman, akan menginvasi asetnya ke dalam ekosistem pabrik baterai mobil listrik Indonesia yang saat ini tengah dibangun.
Meski begitu, beberapa waktu lalu, Tesla dikabarkan tengah mendekati tahap akhir untuk mencapai kesepakatan memproduksi mobil listrik dengan otoritas India.
Merespon kabar tersebut, Pengamat Ekonomi dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira menilai, ekosistem industri mobil listrik di India lebih siap dibandingkan Indonesia. Dari aspek inovasi, teknologi, dan sumber daya manusia (SDM) India jauh mengungguli Indonesia.
"Hampir pupus harapan Tesla bangun pabrik mobil listrik di Indonesia. Masalahnya kan ada di ekosistem inovasi di India lebih siap, SDM-nya juga berlimpah untuk IT dan otomotif," ujar Bhima saat dihubungi MNC Portal Indonesia, Jumat (19/2/2021).
Ketertinggalan Indonesia di sektor sumber daya mobil listrik juga dibarengi dengan sistem Incremental Capital Output Ratio (ICOR) atau rasio investasi terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia (output) yang anggap terlalu boros investasi.
ICOR sendiri mengukur berapa besar investasi yang diperlukan untuk meningkatkan satu unit output atau Produk Domestik Bruto (PDB). Pada konteks ini Bhima menilai, Tesla khawatir akan butuh investasi besar, sementara nilai output yang sama.
"Kemudian masalah utama di Indonesia soal ICOR yang tinggi jadi kendala. Incremental Capital Output Ratio menghitung borosnya investasi di sebuah negara. Tesla kalau buat pabrik di Indonesia khawatir boros butuh investasi terlalu besar dengan output yang sama," katanya.
Kendala lain adalah kawasan industri mobil listrik. Indonesia baru mencatatkan pembangunan awal, sementara India sudah menyiapkan jauh-jauh hari. Di samping itu, Pemerintah dianggap tidak terlalu meyakinkan manajemen Tesla bahwa potensi ekosistem mobil listrik juga besar.
"Tesla itu icon mobil listrik, jadi brand Tesla akan menarik produsen part otomotif lainnya untuk investasi di Indonesia. Jadi Tesla sangat berbobot ketika memutuskan investasi baru. Ya mungkin pendekatan pemerintah ke Tesla kurang meyakinkan," tuturnya.
(akr)
tulis komentar anda