Smelter Nikel Berkontribusi Besar Tarik Duit Asing ke Indonesia
Senin, 22 Februari 2021 - 16:15 WIB
JAKARTA - Analis PT Pefindo, Martin Pandiangan mengatakan, investasi smelter nikel telah memberikan kontribusi besar terhadap penanaman modal asing (PMA) Indonesia dalam enam (6) tahun terakhir. Hal ini tidak terlepas dari kebijakan hilirisasi tambang yang tengah didorong oleh pemerintah sehingga memerlukan pembangunan pabrik pemurnian atau smelter.
Menurut dia, porsi investasi smelter nikel yang relatif besar menegaskan bahwa industri nikel menjadi salah satu yang terpenting. "Indonesia memang berupaya menjadi hub global dalam rantai pasokan industri kendaraan listrik dan itu diharapkan dapat melampaui industri minyak sawit sebagai ekspor terbesar kedua negara dalam jangka menengah," ujarnya pada Market Review IDX Channel, Senin (22/2/2021).
Dia melanjutkan, data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menargetkan 53 smelter terbangun di tahun 2024. Hingga saat ini sudah ada sekitar 41 proyek pemurnian nikel yang sedang dikerjakan tersebar dari Sulawesi, Maluku Utara dan beberapa daerah lainnya.
"Dari jumlah tersebut, 11 proyek telah selesai pada akhir tahun 2019, 8 proyek masih dalam proses penyelesaian dengan kemajuan proyek sekitar 40% hingga 99% dan 22 proyek lainnya masih mencatatkan kemajuan proyek di bawah 40%. Beberapa proyek dalam tahap konstruksi awal memang cenderung mengalami keterlambatan akibat pandemi," jelasnya.
Martin menuturkan, mayoritas pasokan nikel di masa mendatang akan bersumber dari kolaborasi antara perusahaan China dan perusahaan Indonesia. Pembangunan smelter dengan menggunakan teknologi High Pressure Acid Leaching (HPAL) juga didorong agar bisa menyerap nikel kadar rendah.
Dari dalam negeri, dua emiten tambang nikel yakni PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) dan PT Vale Indonesia Tbk (INCO) juga turut ambil bagian dalam pembangunan HPAL. "Para emiten saat ini fokus untuk mengembangkan pabrik pemurnian nikel dan juga melakukan kemitraan strategis serta mengamankan pasokan bahan baku mereka," tandasnya.
Menurut dia, porsi investasi smelter nikel yang relatif besar menegaskan bahwa industri nikel menjadi salah satu yang terpenting. "Indonesia memang berupaya menjadi hub global dalam rantai pasokan industri kendaraan listrik dan itu diharapkan dapat melampaui industri minyak sawit sebagai ekspor terbesar kedua negara dalam jangka menengah," ujarnya pada Market Review IDX Channel, Senin (22/2/2021).
Dia melanjutkan, data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menargetkan 53 smelter terbangun di tahun 2024. Hingga saat ini sudah ada sekitar 41 proyek pemurnian nikel yang sedang dikerjakan tersebar dari Sulawesi, Maluku Utara dan beberapa daerah lainnya.
"Dari jumlah tersebut, 11 proyek telah selesai pada akhir tahun 2019, 8 proyek masih dalam proses penyelesaian dengan kemajuan proyek sekitar 40% hingga 99% dan 22 proyek lainnya masih mencatatkan kemajuan proyek di bawah 40%. Beberapa proyek dalam tahap konstruksi awal memang cenderung mengalami keterlambatan akibat pandemi," jelasnya.
Martin menuturkan, mayoritas pasokan nikel di masa mendatang akan bersumber dari kolaborasi antara perusahaan China dan perusahaan Indonesia. Pembangunan smelter dengan menggunakan teknologi High Pressure Acid Leaching (HPAL) juga didorong agar bisa menyerap nikel kadar rendah.
Dari dalam negeri, dua emiten tambang nikel yakni PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) dan PT Vale Indonesia Tbk (INCO) juga turut ambil bagian dalam pembangunan HPAL. "Para emiten saat ini fokus untuk mengembangkan pabrik pemurnian nikel dan juga melakukan kemitraan strategis serta mengamankan pasokan bahan baku mereka," tandasnya.
(akr)
Lihat Juga :
tulis komentar anda