Pembangunan Ibu Kota Baru Perlu Perhatikan Infrastruktur Kota Satelit
Senin, 01 Maret 2021 - 03:36 WIB
JAKARTA - Pemerintah memastikan pengerjaan megaproyek Ibu Kota baru di Kalimantan Timur tetap akan berlanjut. Pendanaan pengembangan kawasan juga diharapkan berasal dari swasta melalui skema kontrak Build Operate Transfer (BOT). Namun demikian, infrastruktur di kawasan kota-kota penyangga termasuk yang masuk kedalam wilayah Kalimantan Selatan perlu diperhatikan. “Perlu perhitungan neraca aliran air, dan tata ruang kota perlu dimodifikasi agar peristiwa banjir besar Januari 2021 tidak terulang lagi,” jelas Pakar Hidrogeologi dan Sumberdaya Air Dr. Sci. Rachmat Fajar Lubis, di Jakarta Minggu (28/2/2021).
(Baca Juga : Gubernur Kalteng Tinjau Infrastruktur Pelabuhan, Jalan, dan Pantai di Sukamara )
Dia mencontohkan, banjir yang melanda Kabupaten Hulu Sungai Tengah, Kalimantan Selatan pada Januari 2021 lalu, sangat memprihatinkan. Dampaknya tidak saja hanya menghancurkan harta benda dan infrastruktur tapi juga telah mengakibatkan korban jiwa.“Seiring pertumbuhan pembangunan dan masyarakat di wilayah ini, menghasilkan perubahan konsep tata ruang. Ditambah lagi dengan perubahan iklim yang memunculkan event-event cuaca ekstrim seperti perubahan intensitas hujan yang terjadi belakangan ini, membuat konsep bebas banjir ini harus dikaji ulang,” kata Rachmat. Kawasan Kalimantan secara geografis terbagi dalam tiga kawasan rawa, dataran rendah, dan wilayah pegunungan Meratus. Hingga secara alami kawasan ini memiliki siklus tata air (hidrologi) yang sangat rentan akan perubahan tata ruang yang secara langsung dapat mengubah neraca keseimbangan air yang ada.
(Baca Juga : 27 Perusahaan Antri Siap IPO di Pasar Saham, Mau Tahu Sektor Mana Aja? )
“Ini bukan saja terhadap sistem tata air tetapi juga sistem lainnya. Ini sebabnya harus selalu ada analisa dampak lingkungan yang akan terjadi apabila direncanakan akan ada suatu aktifitas baru di suatu wilayah yang berskala besar,” ungkap Peneliti Geoteknologi LIPI ini. Sebagai salah satu kota penyangga, Barabai sebuah kota sekaligus pusat pemerintahan. Lokasinya yang terletak di kaki pegunungan Meratus dan bagian dari Daerah Aliran Sungai Barito menjadikan wilayah ini memiliki potensi banjir.
Sementara Peneliti dari Pusat Penelitian Limnologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Iwan Ridwansyah mengatakan, masyarakat perlu menambah kewaspadaan terhadap bencana hidrometeorologi. Bencana ini dapat berupa banjir dan tanah longsor. “Selama musim hujan ini belum berakhir potensi terjadi bencana hidrometeorologi masih ada, terutama kondisi tanah sekarang sudah jenuh akibat terisi hujan sebelumnya,” jelas Iwan.
(Baca Juga : Data Sepekan Bursa Saham RI, Nilai Kapitalisasi Pasar Naik Jadi Rp7.355 Triliun )
Dampak yang diberikan oleh bencana di masa yang akan datang dapat diatasi dengan berbagai upaya, salah satunya yaitu perencanaan tata ruang kabupaten atau kota yang berpotensi tinggi terkena bencana harus dikelola ulang sesuai dengan analisis ilmiah berbasis kebencanaan. “Perlu adanya strategi tempat parkir air, berdasarkan evaluasi yang telah terjadi disana,” katanya.
(Baca Juga : Gubernur Kalteng Tinjau Infrastruktur Pelabuhan, Jalan, dan Pantai di Sukamara )
Dia mencontohkan, banjir yang melanda Kabupaten Hulu Sungai Tengah, Kalimantan Selatan pada Januari 2021 lalu, sangat memprihatinkan. Dampaknya tidak saja hanya menghancurkan harta benda dan infrastruktur tapi juga telah mengakibatkan korban jiwa.“Seiring pertumbuhan pembangunan dan masyarakat di wilayah ini, menghasilkan perubahan konsep tata ruang. Ditambah lagi dengan perubahan iklim yang memunculkan event-event cuaca ekstrim seperti perubahan intensitas hujan yang terjadi belakangan ini, membuat konsep bebas banjir ini harus dikaji ulang,” kata Rachmat. Kawasan Kalimantan secara geografis terbagi dalam tiga kawasan rawa, dataran rendah, dan wilayah pegunungan Meratus. Hingga secara alami kawasan ini memiliki siklus tata air (hidrologi) yang sangat rentan akan perubahan tata ruang yang secara langsung dapat mengubah neraca keseimbangan air yang ada.
(Baca Juga : 27 Perusahaan Antri Siap IPO di Pasar Saham, Mau Tahu Sektor Mana Aja? )
“Ini bukan saja terhadap sistem tata air tetapi juga sistem lainnya. Ini sebabnya harus selalu ada analisa dampak lingkungan yang akan terjadi apabila direncanakan akan ada suatu aktifitas baru di suatu wilayah yang berskala besar,” ungkap Peneliti Geoteknologi LIPI ini. Sebagai salah satu kota penyangga, Barabai sebuah kota sekaligus pusat pemerintahan. Lokasinya yang terletak di kaki pegunungan Meratus dan bagian dari Daerah Aliran Sungai Barito menjadikan wilayah ini memiliki potensi banjir.
Sementara Peneliti dari Pusat Penelitian Limnologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Iwan Ridwansyah mengatakan, masyarakat perlu menambah kewaspadaan terhadap bencana hidrometeorologi. Bencana ini dapat berupa banjir dan tanah longsor. “Selama musim hujan ini belum berakhir potensi terjadi bencana hidrometeorologi masih ada, terutama kondisi tanah sekarang sudah jenuh akibat terisi hujan sebelumnya,” jelas Iwan.
(Baca Juga : Data Sepekan Bursa Saham RI, Nilai Kapitalisasi Pasar Naik Jadi Rp7.355 Triliun )
Dampak yang diberikan oleh bencana di masa yang akan datang dapat diatasi dengan berbagai upaya, salah satunya yaitu perencanaan tata ruang kabupaten atau kota yang berpotensi tinggi terkena bencana harus dikelola ulang sesuai dengan analisis ilmiah berbasis kebencanaan. “Perlu adanya strategi tempat parkir air, berdasarkan evaluasi yang telah terjadi disana,” katanya.
(ton)
tulis komentar anda