Akademisi: Tak Ada Kerugian Negara dari Bisnis Saham Jiwasraya
Kamis, 04 Maret 2021 - 19:02 WIB
JAKARTA - Kendati Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) telah memvonis enam terdakwa dan perkara gagal bayar perseroan pelat merah Jiwasraya , namun kasus ini masih saja menjadi sorotan. Khususnya terhadap dakwaan yang disampaikan Jaksa Penuntut dalam proses persidangan yang dinilai terkesan memaksakan pengenaan pasal pidana.
Menurut Guru Besar Ilmu Hukum Universitas Borobudur, Prof Faisal Santiago, sebenarnya pangkal kasusnya lebih menjurus ke persoalan bussines to bussines. "Seharusnya itu kan persoalan bisnis saja. Penyidik harus obyektif mempelajari kasusnya. Kalau ternyata dari pengelolaan investasi saham (di Jiwasraya) sudah dipenuhi pengembaliannya, itu artinya negara tidak dirugikan lagi," ujar Faisal.
Disinggung mengenai Direktur PT Hanson Internasional, Benny Tjokrosaputro yang namanya paling santer mengemuka dalam vonis Majelis Hakim dalam kasus Jiwasraya, Faisal pun menganggap hal yang sama sebenarnya dapat diberlakukan dalam penyidikannya.
"(Benny) kan telah memenuhi kewajiban administrasinya. Saham yang digadaikan telah ditebusnya sesuai perjanjian pembayaran. Itu pun melalui pihak pengatur (Manager Investasi) kan. Yang memang ada ratusan saham lain di bawah kendali si pengatur," kata Faisal.
Oleh sebab itu, Faisal mengungkapkan, Benny juga secara hukum bisnis dapat dikategorikan tidak memenuhi skema penyebab terjadinya risiko karena tak ada melakukan tindakan merugikan keuangan.
"Seharusnya juga penyidikan dan penuntutannya (Benny) dapat dihentikan sejak awal. Jaksa tidak dapat lagi meneruskan sebab tidak ada unsur merugikan secara bisnis. Justru yang perlu diselidiki adalah para Direksi Jiwasraya kenapa sampai menimbulkan kerugian keuangan negara," ucap Faisal.
Diketahui, terdakwa Benny Tjokro telah mengajukan banding terhadap putusan Majelis Hakim Pengadilan Tipikor yang memvonis dirinya penjara seumur hidup. Dalam putusannya, Majelis Hakim menyatakan Benny dan pihak lainnya terbukti menyebabkan kerugian keuangan negara di Jiwasraya sebesar Rp12 triliun lebih.
Menurut Guru Besar Ilmu Hukum Universitas Borobudur, Prof Faisal Santiago, sebenarnya pangkal kasusnya lebih menjurus ke persoalan bussines to bussines. "Seharusnya itu kan persoalan bisnis saja. Penyidik harus obyektif mempelajari kasusnya. Kalau ternyata dari pengelolaan investasi saham (di Jiwasraya) sudah dipenuhi pengembaliannya, itu artinya negara tidak dirugikan lagi," ujar Faisal.
Disinggung mengenai Direktur PT Hanson Internasional, Benny Tjokrosaputro yang namanya paling santer mengemuka dalam vonis Majelis Hakim dalam kasus Jiwasraya, Faisal pun menganggap hal yang sama sebenarnya dapat diberlakukan dalam penyidikannya.
"(Benny) kan telah memenuhi kewajiban administrasinya. Saham yang digadaikan telah ditebusnya sesuai perjanjian pembayaran. Itu pun melalui pihak pengatur (Manager Investasi) kan. Yang memang ada ratusan saham lain di bawah kendali si pengatur," kata Faisal.
Oleh sebab itu, Faisal mengungkapkan, Benny juga secara hukum bisnis dapat dikategorikan tidak memenuhi skema penyebab terjadinya risiko karena tak ada melakukan tindakan merugikan keuangan.
"Seharusnya juga penyidikan dan penuntutannya (Benny) dapat dihentikan sejak awal. Jaksa tidak dapat lagi meneruskan sebab tidak ada unsur merugikan secara bisnis. Justru yang perlu diselidiki adalah para Direksi Jiwasraya kenapa sampai menimbulkan kerugian keuangan negara," ucap Faisal.
Diketahui, terdakwa Benny Tjokro telah mengajukan banding terhadap putusan Majelis Hakim Pengadilan Tipikor yang memvonis dirinya penjara seumur hidup. Dalam putusannya, Majelis Hakim menyatakan Benny dan pihak lainnya terbukti menyebabkan kerugian keuangan negara di Jiwasraya sebesar Rp12 triliun lebih.
(akr)
tulis komentar anda