Bersaing Kembangkan Super-App
Sabtu, 20 Maret 2021 - 07:09 WIB
JAKARTA - Evolusi digital di Tanah Air terus berjalan dengan cepat. Tak hanya perusahaan penyedia layanan on demand saja yang bersaing agar aplikasinya menjadi yang paling banyak digunakan, tetapi juga sektor perbankan hingga operator seluler melakukan pengembangan aplikasi dengan kategori super-app.
Aplikasi yang memiliki banyak fitur dan layanan atau dikenal dengan super-app bertumbuh dengan cepat. Perkembangan tersebut karena sokongan dari teknologi machine learning dan artificial intelligence. Di dalam super-app, pengguna bisa melakukan beragam transaksi mulai dari transaksi keuangan hingga pemenuhan gaya hidup.
(Baca Juga : Hanya di RCTI+, Anda Bisa Mainkan Game Lola Bakery dan Upgrade Toko Croissant )
Perusahaan-perusahaan yang mengembangkan super-app ini tentunya memiliki harapan untuk menjangkau konsumen atau pelanggan lebih luas. Grab misalnya menambah sejumlah layanan di dalam aplikasinya. Layanan yang semula berfokus pada sektor transportasi, pengiriman barang (logistik), jasa antar makanan dan lainnya kini dikembangkan dengan hadirnya layanan kecantikan dan gaya hidup. Juga pemesanan tiket hiburan dengan jasa servis. Ketiganya tergabung sebagai portofolio dalam program akselerator Grab Ventures Velocity.
Sebelumnya Grab juga mengumumkan kolaborasi bisnis dengan HappyFresh untuk layanan grocery on demand GrabFresh. Bahkan startup asal Singapura itu juga merambah ke sektor perbankan dengan membangun ekosistem bank digital. Pesaing mereka, Gojek, tentu saja tak mau ketinggalan. Decacorn Indonesia itu juga sudah membangun super-app. Salah satunya berkolaborasi dengan Bank Jago. Melalui perkawinan super-app , Gojek resmi memiliki bank digital melalui 22% sahamnya di Bank Jago.
Executive Director Indonesia ICT Institute Heru Sutadi menilai masa pandemi korona (Covid-19) yang telah berlangsung selama lebih dari setahun telah mengubah lanskap industri digital. Banyak yang tumbang, ada juga yang naik daun. "Setiap pemain putar otak berstrategi. Setidaknya berharap survive , kalau bisa bahkan bertumbuh," kata Heru kepada KORAN SINDO di Jakarta Jumat (19/3/2021).
(Baca Juga : Kejar Levelmu di Game Pipe Mania, Mainkan Hanya di Aplikasi RCTI+ )
Caranya bertahan dan tetap tumbuh itu pun ditempuh dengan konsolidasi atau penggabungan usaha (merger ). Sinergi itu dilakukan dengan menggandeng perusahaan yang bergerak di bidang sejenis atau berbeda. "Bisa dengan usaha sejenis atau lainnya. Jelas tapi memperkuat ekosistem bisnis. Ini dilakukan untuk bertahan," ujarnya. Heru menilai penguatan ekosistem dengan pengembangan super - app itu akan berdampak positif, terutama bagi para pengguna aplikasi. Dengan begitu para pengguna akan merasakan layanan yang lebih lengkap dan mampu mengatasi kendala layanan yang selama ini belum diberikan.
Kendati begitu Heru menyoroti potensi keamanan dengan adanya merger atau konsolidasi tersebut. Terutama keamanan data pribadi pengguna. Apalagi saat ini Rancangan Undang-Undang Pelindungan Data Pribadi (RUU PDP) masih dalam tahap pembahasan. "Memang keamanan data perlu menjadi perhatian. Sebab harusnya data pengguna di layanan A tidak otomatis bisa digunakan di layanan B, jika A dan B merger misalnya. Persetujuan pengguna tetap diperlukan. Memang setiap aplikator dibatasi mengolah data di aplikasi masing-masing, tidak bisa dijual atau diberikan kepada pihak lain, dan pengambilan data itu pun harus dengan persetujuan konsumen," tegasnya.
Aplikasi yang memiliki banyak fitur dan layanan atau dikenal dengan super-app bertumbuh dengan cepat. Perkembangan tersebut karena sokongan dari teknologi machine learning dan artificial intelligence. Di dalam super-app, pengguna bisa melakukan beragam transaksi mulai dari transaksi keuangan hingga pemenuhan gaya hidup.
(Baca Juga : Hanya di RCTI+, Anda Bisa Mainkan Game Lola Bakery dan Upgrade Toko Croissant )
Perusahaan-perusahaan yang mengembangkan super-app ini tentunya memiliki harapan untuk menjangkau konsumen atau pelanggan lebih luas. Grab misalnya menambah sejumlah layanan di dalam aplikasinya. Layanan yang semula berfokus pada sektor transportasi, pengiriman barang (logistik), jasa antar makanan dan lainnya kini dikembangkan dengan hadirnya layanan kecantikan dan gaya hidup. Juga pemesanan tiket hiburan dengan jasa servis. Ketiganya tergabung sebagai portofolio dalam program akselerator Grab Ventures Velocity.
Sebelumnya Grab juga mengumumkan kolaborasi bisnis dengan HappyFresh untuk layanan grocery on demand GrabFresh. Bahkan startup asal Singapura itu juga merambah ke sektor perbankan dengan membangun ekosistem bank digital. Pesaing mereka, Gojek, tentu saja tak mau ketinggalan. Decacorn Indonesia itu juga sudah membangun super-app. Salah satunya berkolaborasi dengan Bank Jago. Melalui perkawinan super-app , Gojek resmi memiliki bank digital melalui 22% sahamnya di Bank Jago.
Executive Director Indonesia ICT Institute Heru Sutadi menilai masa pandemi korona (Covid-19) yang telah berlangsung selama lebih dari setahun telah mengubah lanskap industri digital. Banyak yang tumbang, ada juga yang naik daun. "Setiap pemain putar otak berstrategi. Setidaknya berharap survive , kalau bisa bahkan bertumbuh," kata Heru kepada KORAN SINDO di Jakarta Jumat (19/3/2021).
(Baca Juga : Kejar Levelmu di Game Pipe Mania, Mainkan Hanya di Aplikasi RCTI+ )
Caranya bertahan dan tetap tumbuh itu pun ditempuh dengan konsolidasi atau penggabungan usaha (merger ). Sinergi itu dilakukan dengan menggandeng perusahaan yang bergerak di bidang sejenis atau berbeda. "Bisa dengan usaha sejenis atau lainnya. Jelas tapi memperkuat ekosistem bisnis. Ini dilakukan untuk bertahan," ujarnya. Heru menilai penguatan ekosistem dengan pengembangan super - app itu akan berdampak positif, terutama bagi para pengguna aplikasi. Dengan begitu para pengguna akan merasakan layanan yang lebih lengkap dan mampu mengatasi kendala layanan yang selama ini belum diberikan.
Kendati begitu Heru menyoroti potensi keamanan dengan adanya merger atau konsolidasi tersebut. Terutama keamanan data pribadi pengguna. Apalagi saat ini Rancangan Undang-Undang Pelindungan Data Pribadi (RUU PDP) masih dalam tahap pembahasan. "Memang keamanan data perlu menjadi perhatian. Sebab harusnya data pengguna di layanan A tidak otomatis bisa digunakan di layanan B, jika A dan B merger misalnya. Persetujuan pengguna tetap diperlukan. Memang setiap aplikator dibatasi mengolah data di aplikasi masing-masing, tidak bisa dijual atau diberikan kepada pihak lain, dan pengambilan data itu pun harus dengan persetujuan konsumen," tegasnya.
Lihat Juga :
tulis komentar anda