Ada Aspek Hukum Bisnis Dalam Skandal Jiwasraya
Sabtu, 20 Maret 2021 - 18:37 WIB
JAKARTA - Kasus kerugian negara dari perusahaan asuransi pelat merah, Jiwasraya telah membuat gempar publik Indonesia setahun belakangan ini. Akibat perkara tersebut, kerugian keuangan negara dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi yang terbongkar mencapai Rp16 triliun lebih.
Namun, perbincangan mengenai proses hukum pengungkapan kasus Jiwasraya hingga kini terus menjadi diskursus menarik dari berbagai sudut pandang. Salah satunya dari pengamat hukum Universitas Bung Karno, Ibnu Zubair yang mengatakan, secara penelusuran hukum sebenarnya tidak berimbang juga bila hanya menggunakan pasal-pasal dalam pidana.
"Apakah memang terdakwa yang telah divonis oleh majelis hakim, seperti Benny Tjokro salah satunya yang populer, memang murni melakukan pelanggaran pidana saja? Sedangkan kegiatan yang dilakukan (Benny Tjokro) adalah transaksi bisnis dengan Jiwasraya;" ujar Ibnu Zubair, di Jakarta.
Menurut Ibnu Zubair, dalam skandal Jiwasraya memerlukan kecermatan dari penegak hukum, apakah pada persoalan tersebut memang terjadi tindak pidana korupsi dari hubungan bisnis kedua belah pihak.
"Atau sebetulnya yang muncul adanya kerugian negara Rp16 triliun disebabkan kegagalan bisnis. Kalau faktornya akibat kegagalan bisnis, tentu saja tidak boleh dengan pendekatan hukum pidana prosesnya," ucap Ibnu Zubair yang juga Direktur Eksekutif Law Monitoring Indonesia (LMI Centre).
Oleh sebab itu, Ibnu Zubair menuturkan, penegak hukum perlu juga menggunakan telaah aspek hukum bisnis atau asuransi saat menelisik kasus Jiwasraya. "Jangan hanya terpaku pada hukum pidana saja dalam memproses pelaku saat itu seperti Benny Tjokro. Problematikanya, dalam perkara Jiwasraya juga menyentuh kegiatan bisnis maupun asuransi . Sehingga seluruh kajian hukum perlu digunakan guna membongkar kerugian negara sebesar itu," kata Ibnu Zubair.
Ibnu Zubair menyebutkan, jika seluruh pendekatan hukum diterapkan agar membuka tabir Jiwasraya lebih menyentuh ke mana, maka akan ikut mendongkrak kepercayaan masyarakat terhadap pengadilan Indonesia.
Namun, perbincangan mengenai proses hukum pengungkapan kasus Jiwasraya hingga kini terus menjadi diskursus menarik dari berbagai sudut pandang. Salah satunya dari pengamat hukum Universitas Bung Karno, Ibnu Zubair yang mengatakan, secara penelusuran hukum sebenarnya tidak berimbang juga bila hanya menggunakan pasal-pasal dalam pidana.
"Apakah memang terdakwa yang telah divonis oleh majelis hakim, seperti Benny Tjokro salah satunya yang populer, memang murni melakukan pelanggaran pidana saja? Sedangkan kegiatan yang dilakukan (Benny Tjokro) adalah transaksi bisnis dengan Jiwasraya;" ujar Ibnu Zubair, di Jakarta.
Menurut Ibnu Zubair, dalam skandal Jiwasraya memerlukan kecermatan dari penegak hukum, apakah pada persoalan tersebut memang terjadi tindak pidana korupsi dari hubungan bisnis kedua belah pihak.
"Atau sebetulnya yang muncul adanya kerugian negara Rp16 triliun disebabkan kegagalan bisnis. Kalau faktornya akibat kegagalan bisnis, tentu saja tidak boleh dengan pendekatan hukum pidana prosesnya," ucap Ibnu Zubair yang juga Direktur Eksekutif Law Monitoring Indonesia (LMI Centre).
Oleh sebab itu, Ibnu Zubair menuturkan, penegak hukum perlu juga menggunakan telaah aspek hukum bisnis atau asuransi saat menelisik kasus Jiwasraya. "Jangan hanya terpaku pada hukum pidana saja dalam memproses pelaku saat itu seperti Benny Tjokro. Problematikanya, dalam perkara Jiwasraya juga menyentuh kegiatan bisnis maupun asuransi . Sehingga seluruh kajian hukum perlu digunakan guna membongkar kerugian negara sebesar itu," kata Ibnu Zubair.
Ibnu Zubair menyebutkan, jika seluruh pendekatan hukum diterapkan agar membuka tabir Jiwasraya lebih menyentuh ke mana, maka akan ikut mendongkrak kepercayaan masyarakat terhadap pengadilan Indonesia.
(akr)
Lihat Juga :
tulis komentar anda