Dedi Mulyadi: Bulog Membingungkan, Beli Gabah Nggak Bisa, Jual Beras Nggak Bisa
Kamis, 25 Maret 2021 - 12:57 WIB
JAKARTA - Wakil Ketua Komisi IV Dedi Mulyadi kembali menyoroti masalah kinerja perusahaan BUMN Bulog . Dia menilai Bulog gagal dalam melakukan tiga hal.
Pertama, kata Dedi, Bulog tak memiliki kemampuan menyerap gabah petani, sehingga para petani menjual hasil padinya ke tengkulak. Namun, seringkali tengkulak tidak semuanya memiliki modal yang cukup.
"Banyak tengkulak yang baru bisa membayar setelah penjualan, sehingga ada titik waktu banyak para petani kecil yang mengalami kekosongan keuangan, karena menunggu hasil gabahnya menjadi beras dan laku di pasar," kata Dedi, Rabu (24/3/2021).
Kedua, yang gagal dilakukan Bulog adalah tidak maksimalnya menyerap gabah petani. Menurut Dedi, daya serap Bulog itu rendah, karena seirng kali membeli beras di bawah tengkulak. Misalnya, tengkulak membeli gabah dari petani Rp 4.200 per kilogram, sedangkan Bulog hanya Rp 3.800 per kilogram. Hal itu karena memang Bulog memiliki kehati-hatian dalam membeli gabah.
Selain itu, ujar Dedi, Bulog juga ternyata tidak mampu menjual beras. Hal itu bisa dilihat dari masih banyaknya stok lama yang tak bisa keluar. "Banyak beras lama tak terpakai berarti tak bisa keluar kan, sehingga mengalami kerusakan," kata politisi Golkar ini.
Ketiga, Bulog tak memiliki gudang dengan teknologi memadai dalam penyimpanan beras.
Akibatnya, beras yang disimpan di gudang tidak bisa bertahan lama sehingga mudah busuk.
Selama ini, Bulog menyimpan beras hanya dengan mengganjalkan memakai valet, sehingga beras tidak bisa bertahan lama. "Jadi Bulog itu seperti terperangkap. Beli [gabah] nggak bisa, jual [beras] juga nggak bisa. Bahkan beras sisa impor yang tahun 2018 dan 2019 pun belum terjual. Ini yang menjadi problematika dari sisi pengelolaan," kata Dedi.
Dedi mengatakan, dengan kondisi seperti itu, kinerja Bulog membingungkan. Dia mengatakan tugas Bulog itu apa dan yang dikerjakan itu apa.
"Beli tak bisa, jual juga nggak bisa. Andaikan bisa beli impor, setelah impor tak bisa jual juga. Seharusnya Bulog punya peran menyerap gabah petani. Namun gabah petani tak bisa dibeli juga. Misalnya, dari 8 juta ton beras, yang bisa dibeli Bulog paling 30 persen," katanya
Pertama, kata Dedi, Bulog tak memiliki kemampuan menyerap gabah petani, sehingga para petani menjual hasil padinya ke tengkulak. Namun, seringkali tengkulak tidak semuanya memiliki modal yang cukup.
"Banyak tengkulak yang baru bisa membayar setelah penjualan, sehingga ada titik waktu banyak para petani kecil yang mengalami kekosongan keuangan, karena menunggu hasil gabahnya menjadi beras dan laku di pasar," kata Dedi, Rabu (24/3/2021).
Kedua, yang gagal dilakukan Bulog adalah tidak maksimalnya menyerap gabah petani. Menurut Dedi, daya serap Bulog itu rendah, karena seirng kali membeli beras di bawah tengkulak. Misalnya, tengkulak membeli gabah dari petani Rp 4.200 per kilogram, sedangkan Bulog hanya Rp 3.800 per kilogram. Hal itu karena memang Bulog memiliki kehati-hatian dalam membeli gabah.
Selain itu, ujar Dedi, Bulog juga ternyata tidak mampu menjual beras. Hal itu bisa dilihat dari masih banyaknya stok lama yang tak bisa keluar. "Banyak beras lama tak terpakai berarti tak bisa keluar kan, sehingga mengalami kerusakan," kata politisi Golkar ini.
Ketiga, Bulog tak memiliki gudang dengan teknologi memadai dalam penyimpanan beras.
Akibatnya, beras yang disimpan di gudang tidak bisa bertahan lama sehingga mudah busuk.
Selama ini, Bulog menyimpan beras hanya dengan mengganjalkan memakai valet, sehingga beras tidak bisa bertahan lama. "Jadi Bulog itu seperti terperangkap. Beli [gabah] nggak bisa, jual [beras] juga nggak bisa. Bahkan beras sisa impor yang tahun 2018 dan 2019 pun belum terjual. Ini yang menjadi problematika dari sisi pengelolaan," kata Dedi.
Dedi mengatakan, dengan kondisi seperti itu, kinerja Bulog membingungkan. Dia mengatakan tugas Bulog itu apa dan yang dikerjakan itu apa.
"Beli tak bisa, jual juga nggak bisa. Andaikan bisa beli impor, setelah impor tak bisa jual juga. Seharusnya Bulog punya peran menyerap gabah petani. Namun gabah petani tak bisa dibeli juga. Misalnya, dari 8 juta ton beras, yang bisa dibeli Bulog paling 30 persen," katanya
(nng)
tulis komentar anda