DPR Ingatkan Beban Utang Besar Bisa Bahayakan Kedaulatan NKRI
Jum'at, 22 Mei 2020 - 07:17 WIB
JAKARTA - Utang pemerintah yang bertambah Rp635 triliun hanya dalam periode 48 hari, sejak 1 April sampai 18 Mei 2020, dinilai sudah membahayakan kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Utang ini diperkirakan masih akan terus membengkak mengingat krisis kesehatan belum sepenuhnya terkendali.
“Saya berharap penggunaan dana pinjaman tersebut tidak dikorupsi,” ujar Anggota Komisi XI DPR RI Kamrussamad dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Kamis (21/5/2020).
Kamrussammad mempertanyakan penyerapan anggaran kesehatan senilai Rp70 triliun dan insentif untuk usaha kecil dan menengah (UMKM) serta pemulihan ekonomi senilai Rp270 triliun.
“Apakah (dana tersebut) sepenuhnya sudah terserap dan bagaimana mekanisme pelaksanaannya? Apakah sudah efektif, tepat sasaran serta mampu menggerakkan sektor riil?,” tukasnya.
Politisi Gerindra itu menilai, perubahan postur APBN yang dilakukan dua kali dalam satu bulan menunjukkan menteri keuangan diragukan dalam memotret kondisi ekonomi dan menentukan indikator ekonomi dalam merumuskan kebijakan fiskal.
Padahal, DPR sudah ingatkan agar pemerintah memiliki data yang terintegrasi sebagai basis pengambilan keputusan supaya tidak prematur dalam menyusun postur APBN.
“Ini kenyataan yang harus diterima pelebaran defisit tanpa batas maksimal dalam Perppu 1/20 pada akhirnya berpotensi membahayakan kedaulatan negara karena beban utang pemerintah sangat besar bahkan melampaui rasio utang standar internasional yang ditetapkan sejumlah lembaga keuangan dunia seperti IMF,” ujar Kamrussamad. (Baca Juga : Hingga April, Pemerintah Sudah Tarik Utang Rp223,8 Triliun )
Legislator Dapil Jakarta ini menambahkan, indikator kerentanan utang pemerintah telah melampaui rekomendasi IMF dalam International Standards of Supreme Audit Institutions (ISSAI) 5411.
Rasio-rasio yang melampaui batas aman antara lain rasio debt service terhadap penerimaan, rasio bunga utang terhadap penerimaan, dan rasio utang terhadap penerimaan.
“Saya berharap penggunaan dana pinjaman tersebut tidak dikorupsi,” ujar Anggota Komisi XI DPR RI Kamrussamad dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Kamis (21/5/2020).
Kamrussammad mempertanyakan penyerapan anggaran kesehatan senilai Rp70 triliun dan insentif untuk usaha kecil dan menengah (UMKM) serta pemulihan ekonomi senilai Rp270 triliun.
“Apakah (dana tersebut) sepenuhnya sudah terserap dan bagaimana mekanisme pelaksanaannya? Apakah sudah efektif, tepat sasaran serta mampu menggerakkan sektor riil?,” tukasnya.
Politisi Gerindra itu menilai, perubahan postur APBN yang dilakukan dua kali dalam satu bulan menunjukkan menteri keuangan diragukan dalam memotret kondisi ekonomi dan menentukan indikator ekonomi dalam merumuskan kebijakan fiskal.
Padahal, DPR sudah ingatkan agar pemerintah memiliki data yang terintegrasi sebagai basis pengambilan keputusan supaya tidak prematur dalam menyusun postur APBN.
“Ini kenyataan yang harus diterima pelebaran defisit tanpa batas maksimal dalam Perppu 1/20 pada akhirnya berpotensi membahayakan kedaulatan negara karena beban utang pemerintah sangat besar bahkan melampaui rasio utang standar internasional yang ditetapkan sejumlah lembaga keuangan dunia seperti IMF,” ujar Kamrussamad. (Baca Juga : Hingga April, Pemerintah Sudah Tarik Utang Rp223,8 Triliun )
Legislator Dapil Jakarta ini menambahkan, indikator kerentanan utang pemerintah telah melampaui rekomendasi IMF dalam International Standards of Supreme Audit Institutions (ISSAI) 5411.
Rasio-rasio yang melampaui batas aman antara lain rasio debt service terhadap penerimaan, rasio bunga utang terhadap penerimaan, dan rasio utang terhadap penerimaan.
Lihat Juga :
tulis komentar anda