Pemerintah dan Swasta Diminta Gandengan Tangan Perbaiki Ekosistem Gambut
Jum'at, 04 Juni 2021 - 13:59 WIB
JAKARTA - Kondisi ekosistem gambut di Indonesia mengalami fase kritis. Manajer Kampanye Ekosistem Esensial WALHI , Wahyu Perdana, pun minta pihak swasta dan pemerintah melakukan kerja sama pemulihan.
Wahyu menjelaskan, fungsi gambut sangat penting dalam menyimpan air. Banyaknyakebakaran hutan di Kalimantan dan Sumatera karena minimnya gambut di daerah tersebut.
Baca juga:Pemerintah Bakal Blokir Akses Pengemplang BLBI ke Lembaga Keuangan
“Gambut ini memiliki fungsi yang sama seperti sponge, jika tidak ada gambut, maka tidak ada penyerapan air saat musim hujan. Dan pada musim kering pun kebakaran hutan menjadi mudah terjadi,” ujarnya dalam Market Review di IDX Channel, Jumat (4/6/2021).
Yang menyebabkan jumlah gambut di Indonesia menurun salah satunya dipengaruhi faktor industri kehutanan dan perkebunan. Selain itu, ia juga menyebut, kesalahan tidak semerta-merta dari pihak swasta, melainkan pemerintah juga tidak konsisten dalam mengeluarkan regulasi.
“Bagi saya, yang bertanggung jawab tidak hanya pihak swasta. Pihak pemerintah juga ikut andil,” tuturnya.
Menurut Wahyu, menurunnya gambut menyebabkan kerugian bagi masyarakat karena tidak bisa mengendalikan ilkim. Dia melanjutkan, dampak langsungnya kerusakan ekosistem gambut dapat mengakibatkan kebakaran pada musim kemarau.
Selanjutnya, kebakaran hutan itu menimbulkan asap tebal. Hal itu akan berdampak pada sektor perdagangan dan transportasi karena mengganggu mobilitas.
Restorasi di konsesi lahan gambut dinilai masih memiliki sejumlah tatangan. Salah satunya karena komitmen dari penguasaha yang dianggap belum optimal. Untuk itu inisiatif public independent yang menjadi wadah partisipasi masyarakat diminta agar terus mengawal sekaligus mendorong kenaikan konsesi agar lebih serius dalam merespons restorasi lahan gambut sesuai dengan kewajiban.
Baca juga:Fadli Zon Ungkap Cara Khusus Dekati Saudi: Jangan Arogan dan Bersahabat
Sebelumnya pihak pantau gambut bersama dengan masyarakat melakukan analisa spasial dan observasi lapangan pada 1.222 titik sampel area gambut di 43 area konsesi yang terbakar di 7 provinsi, yaitu Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Papua, dan Papua Barat.
Hasilnya, hilangnya tutupan pohon di area gambut dengan fungsi lindung seluas 421.221 hektare di area konsesi selama periode 2015-2019. Sementara lewat verifikasi lapangan di 405 titik sempel area gambut lindung, ditemukan penanaman tanaman ekstrakif berupa sawit atau akasia di 64,4% titik sempel. Sisanya ditelantarkan dengan tak sesuai aturan.
Wahyu menjelaskan, fungsi gambut sangat penting dalam menyimpan air. Banyaknyakebakaran hutan di Kalimantan dan Sumatera karena minimnya gambut di daerah tersebut.
Baca juga:Pemerintah Bakal Blokir Akses Pengemplang BLBI ke Lembaga Keuangan
“Gambut ini memiliki fungsi yang sama seperti sponge, jika tidak ada gambut, maka tidak ada penyerapan air saat musim hujan. Dan pada musim kering pun kebakaran hutan menjadi mudah terjadi,” ujarnya dalam Market Review di IDX Channel, Jumat (4/6/2021).
Yang menyebabkan jumlah gambut di Indonesia menurun salah satunya dipengaruhi faktor industri kehutanan dan perkebunan. Selain itu, ia juga menyebut, kesalahan tidak semerta-merta dari pihak swasta, melainkan pemerintah juga tidak konsisten dalam mengeluarkan regulasi.
“Bagi saya, yang bertanggung jawab tidak hanya pihak swasta. Pihak pemerintah juga ikut andil,” tuturnya.
Menurut Wahyu, menurunnya gambut menyebabkan kerugian bagi masyarakat karena tidak bisa mengendalikan ilkim. Dia melanjutkan, dampak langsungnya kerusakan ekosistem gambut dapat mengakibatkan kebakaran pada musim kemarau.
Selanjutnya, kebakaran hutan itu menimbulkan asap tebal. Hal itu akan berdampak pada sektor perdagangan dan transportasi karena mengganggu mobilitas.
Restorasi di konsesi lahan gambut dinilai masih memiliki sejumlah tatangan. Salah satunya karena komitmen dari penguasaha yang dianggap belum optimal. Untuk itu inisiatif public independent yang menjadi wadah partisipasi masyarakat diminta agar terus mengawal sekaligus mendorong kenaikan konsesi agar lebih serius dalam merespons restorasi lahan gambut sesuai dengan kewajiban.
Baca juga:Fadli Zon Ungkap Cara Khusus Dekati Saudi: Jangan Arogan dan Bersahabat
Sebelumnya pihak pantau gambut bersama dengan masyarakat melakukan analisa spasial dan observasi lapangan pada 1.222 titik sampel area gambut di 43 area konsesi yang terbakar di 7 provinsi, yaitu Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Papua, dan Papua Barat.
Hasilnya, hilangnya tutupan pohon di area gambut dengan fungsi lindung seluas 421.221 hektare di area konsesi selama periode 2015-2019. Sementara lewat verifikasi lapangan di 405 titik sempel area gambut lindung, ditemukan penanaman tanaman ekstrakif berupa sawit atau akasia di 64,4% titik sempel. Sisanya ditelantarkan dengan tak sesuai aturan.
(uka)
tulis komentar anda