Tanri Abeng Diberondong Nusron Wahid Soal Saham BUMN
Jum'at, 25 Juni 2021 - 13:26 WIB
JAKARTA - Sejumlah poin perihal badan usaha milik negara (BUMN) yang diatur dalam undang-undang (UU) dinilai perlu diperjelas kedudukannya. Salah satunya, terkait saham BUMN .
Anggota Komisi VI DPR sekaligus anggota panitia kerja (panja) Rancangan Undang-Undang (RUU) BUMN, Nusron Wahid, menyebut ada kontradiksi antara regulasi yang mengatur saham BUMN. Secara filosofis, BUMN adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan. Definisi ini ditetapkan dalam UU Nomor 19 Tahun 2003.
Baca juga:Pasien COVID-19 Tercecer di RSUD, Begini Penampakannya
Merujuk definisi tersebut, Nusron menilai, berapa pun saham negara dalam perusahaan, maka masuk kategori milik negara. Konsekuensinya, ada kekayaan negara yang dipisahkan dan menjadi komponen keuangan negara.
Dengan begitu, saham BUMN menjadi objek pemeriksaan dan pengawasan lembaga negara, Badan Pemeriksaan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK), dan DPR sebagai legislator.
"Dalam UU Nomor 17 Pasal 2 dikatakan bahwa kekayaan negara yang telah dipisahkan, itu nanti menjadi bagian dari keuangan negara. Konsekuensi, kalau dia menjadi keuangan negara berarti dia menjadi objek pemeriksaan BPK dan juga pengawasan DPR," ujar Nusron saat membahas RRU BUMN, dikutip Jumat (25/6/2021).
Perkaranya, perusahaan yang disebut BUMN jika sahamnya mencapai 50% ke atas. Hal ini dinilai Nusron menjadi masalah karena bertentangan dengan UU Nomor 1 Tahun 2004 perihal pemeriksaan keuangan negara, berapa pun persentase saham yang dimiliki pemerintah.
Dalam kesempatan itu, dia meminta penjelasan kepada mantan menteri negara pendayagunaan BUMN, Tanri Abeng, yang diundang sebagai praktisi dalam pembahasan RRU BUMN. Nusron mempertanyakan alasan fundamental pemisahan perusahaan negara dan BUMN.
Baca juga:Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa Kembali Terpapar COVID-19
"Nah pendapatan Bapak, kan ada dua kontradiksi nih, sesungguhnya apa bedanya sih BUMN dan perusahaan negara? Kenapa harus dibedakan antara BUMN dan perusahan negara? Kita perlu buat kesepakatan, mana objek yang bisa dimasukkan norma, yang menjadi objek pemeriksaan itu yang mana? Apakah 51% ke atas atau semua yang ada unsur itu (saham negara)," tanya Nusron.
Rupanya segudang pertanyaan masih mengelayuti Nusron. Makanya, dia terus mengajukan pertanyaan-pertanyaan lainnya.
"Kekayaan negara yang sudah dipisahkan dalam suatu korporasi itu dia keuangan negara atau tidak sih, Pak? Kemudian dia menjadi objek pemeriksaan dari BPK apa tidak sih Pak? Atau lembaga auditor negara atau tidak? Apakah dia masuk pengawasan?," lanjut dia.
Anggota Komisi VI DPR sekaligus anggota panitia kerja (panja) Rancangan Undang-Undang (RUU) BUMN, Nusron Wahid, menyebut ada kontradiksi antara regulasi yang mengatur saham BUMN. Secara filosofis, BUMN adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan. Definisi ini ditetapkan dalam UU Nomor 19 Tahun 2003.
Baca juga:Pasien COVID-19 Tercecer di RSUD, Begini Penampakannya
Merujuk definisi tersebut, Nusron menilai, berapa pun saham negara dalam perusahaan, maka masuk kategori milik negara. Konsekuensinya, ada kekayaan negara yang dipisahkan dan menjadi komponen keuangan negara.
Dengan begitu, saham BUMN menjadi objek pemeriksaan dan pengawasan lembaga negara, Badan Pemeriksaan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK), dan DPR sebagai legislator.
"Dalam UU Nomor 17 Pasal 2 dikatakan bahwa kekayaan negara yang telah dipisahkan, itu nanti menjadi bagian dari keuangan negara. Konsekuensi, kalau dia menjadi keuangan negara berarti dia menjadi objek pemeriksaan BPK dan juga pengawasan DPR," ujar Nusron saat membahas RRU BUMN, dikutip Jumat (25/6/2021).
Perkaranya, perusahaan yang disebut BUMN jika sahamnya mencapai 50% ke atas. Hal ini dinilai Nusron menjadi masalah karena bertentangan dengan UU Nomor 1 Tahun 2004 perihal pemeriksaan keuangan negara, berapa pun persentase saham yang dimiliki pemerintah.
Dalam kesempatan itu, dia meminta penjelasan kepada mantan menteri negara pendayagunaan BUMN, Tanri Abeng, yang diundang sebagai praktisi dalam pembahasan RRU BUMN. Nusron mempertanyakan alasan fundamental pemisahan perusahaan negara dan BUMN.
Baca juga:Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa Kembali Terpapar COVID-19
"Nah pendapatan Bapak, kan ada dua kontradiksi nih, sesungguhnya apa bedanya sih BUMN dan perusahaan negara? Kenapa harus dibedakan antara BUMN dan perusahan negara? Kita perlu buat kesepakatan, mana objek yang bisa dimasukkan norma, yang menjadi objek pemeriksaan itu yang mana? Apakah 51% ke atas atau semua yang ada unsur itu (saham negara)," tanya Nusron.
Rupanya segudang pertanyaan masih mengelayuti Nusron. Makanya, dia terus mengajukan pertanyaan-pertanyaan lainnya.
"Kekayaan negara yang sudah dipisahkan dalam suatu korporasi itu dia keuangan negara atau tidak sih, Pak? Kemudian dia menjadi objek pemeriksaan dari BPK apa tidak sih Pak? Atau lembaga auditor negara atau tidak? Apakah dia masuk pengawasan?," lanjut dia.
(uka)
tulis komentar anda