Dongkrak Daya Saing, Tarif Baru Ekspor Kelapa Sawit Berlaku 2 Juli
Selasa, 29 Juni 2021 - 23:55 WIB
JAKARTA - Pemerintah melalui Menteri Keuangan telah menyesuaikan tarif pungutan ekspor produk kelapa sawit sesuai Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 76/PMK.05/2021 tentang Perubahan Kedua Atas PMK Nomor 57/PMK.05/2020 tentang Tarif Badan Layanan Umum Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) .
Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani mengatakan, penyesuaian tarif pungutan ekspor tersebut merupakan tindak lanjut keputusan Komite Pengarah Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS), yang diketuai Menteri Koordinator Bidang Perekonomian dengan anggota Menteri Pertanian, Menteri Keuangan, Menteri Perindustrian, Menteri Perdagangan, Menteri ESDM, Menteri BUMN, dan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/ Kepala Bappenas. Pengenaan tarif baru tersebut mulai berlaku tujuh hari setelah diundangkan pada 25 Juni 2021 (mulai berlaku pada 2 Juli 2021).
Baca juga:Ronaldo Angkat Koper dari EURO 2020, Coca-Cola Tersenyum
"Besaran tarif pungutan ekspor produk kelapa sawit, termasuk crude palm oil (CPO) dan produk turunannya, ditetapkan berdasarkan harga referensi Kementerian Perdagangan dengan cut off perhitungan pungutan tarif tersebut adalah tanggal penerbitan Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB)," kata Sri Mulyani dalam siaran pers yang diterima di Jakarta, Rabu (29/6/2021).
Sesuai PMK Nomor 76/PMK.05/2021, batas pengenaan tarif progresif berubah yang semula pada harga CPO USD670/MT menjadi USD750/MT.
Apabila harga CPO di bawah atau sama dengan USD750/MT, maka tarif pungutan ekspor tetap, yaitu misalnya untuk tarif produk crude adalah sebesar USD55/MT. Selanjutnya, setiap kenaikan harga CPO sebesar USD50/MT, maka tarif pungutan ekspor naik sebesar USD20/MT untuk produk crude, dan USD16/MT untuk produk turunan sampai harga CPO mencapai USD1.000. Apabila harga CPO di atas USD1.000, maka tarif tetap sesuai tarif tertinggi masing-masing produk.
Baca juga:Spanyol Lolos ke Perempat Final, Laporte Dianggap Tepat Pindah Kewarganegaraan
Direktur Utama BPDPKS Eddy Aburrachman mengatakan dasar pertimbangan penyesuaian tarif layanan pungutan ekspor adalah untuk meningkatkan daya saing produk kelapa sawit Indonesia di pasar internasional. Hal ini juga dilakukan dengan tetap memperhatikan kesejahteraan petani kelapa sawit dan keberlanjutan pengembangan layanan pada program pembangunan industri sawit nasional, antara lain perbaikan produktivitas di sektor hulu melalui peremajaan perkebunan kelapa sawit, serta penciptaan pasar domestik melalui dukungan mandatori biodiesel.
"Kewajiban eksportir produk kelapa sawit yaitu pungutan ekspor dan bea keluar secara advalorem, saat ini mencapai 36,4% (maksimal) dari harga CPO. Dengan perubahan tarif sesuai PMK Nomor 76/PMK.05/2021, kewajiban eksportir secara advolerum turun menjadi maksimal di bawah 30% dari harga CPO. Penurunan tersebut diharapkan dapat meningkatkan daya saing produk kelapa sawit di pasar internasional. Komitmen," tukasnya.
Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani mengatakan, penyesuaian tarif pungutan ekspor tersebut merupakan tindak lanjut keputusan Komite Pengarah Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS), yang diketuai Menteri Koordinator Bidang Perekonomian dengan anggota Menteri Pertanian, Menteri Keuangan, Menteri Perindustrian, Menteri Perdagangan, Menteri ESDM, Menteri BUMN, dan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/ Kepala Bappenas. Pengenaan tarif baru tersebut mulai berlaku tujuh hari setelah diundangkan pada 25 Juni 2021 (mulai berlaku pada 2 Juli 2021).
Baca juga:Ronaldo Angkat Koper dari EURO 2020, Coca-Cola Tersenyum
"Besaran tarif pungutan ekspor produk kelapa sawit, termasuk crude palm oil (CPO) dan produk turunannya, ditetapkan berdasarkan harga referensi Kementerian Perdagangan dengan cut off perhitungan pungutan tarif tersebut adalah tanggal penerbitan Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB)," kata Sri Mulyani dalam siaran pers yang diterima di Jakarta, Rabu (29/6/2021).
Sesuai PMK Nomor 76/PMK.05/2021, batas pengenaan tarif progresif berubah yang semula pada harga CPO USD670/MT menjadi USD750/MT.
Apabila harga CPO di bawah atau sama dengan USD750/MT, maka tarif pungutan ekspor tetap, yaitu misalnya untuk tarif produk crude adalah sebesar USD55/MT. Selanjutnya, setiap kenaikan harga CPO sebesar USD50/MT, maka tarif pungutan ekspor naik sebesar USD20/MT untuk produk crude, dan USD16/MT untuk produk turunan sampai harga CPO mencapai USD1.000. Apabila harga CPO di atas USD1.000, maka tarif tetap sesuai tarif tertinggi masing-masing produk.
Baca juga:Spanyol Lolos ke Perempat Final, Laporte Dianggap Tepat Pindah Kewarganegaraan
Direktur Utama BPDPKS Eddy Aburrachman mengatakan dasar pertimbangan penyesuaian tarif layanan pungutan ekspor adalah untuk meningkatkan daya saing produk kelapa sawit Indonesia di pasar internasional. Hal ini juga dilakukan dengan tetap memperhatikan kesejahteraan petani kelapa sawit dan keberlanjutan pengembangan layanan pada program pembangunan industri sawit nasional, antara lain perbaikan produktivitas di sektor hulu melalui peremajaan perkebunan kelapa sawit, serta penciptaan pasar domestik melalui dukungan mandatori biodiesel.
"Kewajiban eksportir produk kelapa sawit yaitu pungutan ekspor dan bea keluar secara advalorem, saat ini mencapai 36,4% (maksimal) dari harga CPO. Dengan perubahan tarif sesuai PMK Nomor 76/PMK.05/2021, kewajiban eksportir secara advolerum turun menjadi maksimal di bawah 30% dari harga CPO. Penurunan tersebut diharapkan dapat meningkatkan daya saing produk kelapa sawit di pasar internasional. Komitmen," tukasnya.
(uka)
tulis komentar anda