Suara Pengusaha Ritel: Kami Sering Prihatin karena Belum Jadi Sektor Prioritas
Sabtu, 31 Juli 2021 - 20:13 WIB
JAKARTA - Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) meminta agar pemerintah memasukkan sektor perdagangan ritel sebagai sektor prioritas karena memberikan kontribusi terhadap perekonomian nasional. Ketua Umum Aprindo Roy N Mandey mengatakan, sektor ritel sulit mendapatkan akses fasilitas restrukturisasi kredit dan insentif lainnya karena tidak masuk dalam sektor prioritas.
"Kami di sektor yang memberikan kontribusi terhadap konsumsi rumah tangga sering kali prihatin karena kami tidak dan belum jadi sektor prioritas untuk dibantu maupun diberikan insentif," ujarnya dalam diskusi Polemik MNC Trijaya, Sabtu (31/7/2021).
Menurut dia, selama ini yang menjadi sektor prioritas adalah sektor kesehatan, telekomunikasi, pariwisata, ketahanan pangan, produksi, namun pedagang eceran atau pedagang ritel sampai hari ini belum mendapatkan status sektor prioritas.
Hal ini membuat pengusaha ritel sulit mendapatkan restrukturisasi kredit bahkan level playing field yang sama dengan sektor lain.
Dia juga menyayangkan, pelaku usaha ritel yang tidak diajak komunikasi sebelumnya dalam perumusan kebijakan PPKM darurat. Akibatnya terjadi miskomunikasi dan multitafsir terhadap aturan pusat.
"Ada multitafsir dan inkonsistensi terhadap apa yang sudah diatur pemerintah pusat. Padahal kami sudah menerapkan protokol kesehatan dengan ketat dan sudah divaksin semua. Jadi tinggal pengawasan dan penegakan hukum untuk membuat masyarakat disiplin," tuturnya.
"Kami di sektor yang memberikan kontribusi terhadap konsumsi rumah tangga sering kali prihatin karena kami tidak dan belum jadi sektor prioritas untuk dibantu maupun diberikan insentif," ujarnya dalam diskusi Polemik MNC Trijaya, Sabtu (31/7/2021).
Menurut dia, selama ini yang menjadi sektor prioritas adalah sektor kesehatan, telekomunikasi, pariwisata, ketahanan pangan, produksi, namun pedagang eceran atau pedagang ritel sampai hari ini belum mendapatkan status sektor prioritas.
Hal ini membuat pengusaha ritel sulit mendapatkan restrukturisasi kredit bahkan level playing field yang sama dengan sektor lain.
Dia juga menyayangkan, pelaku usaha ritel yang tidak diajak komunikasi sebelumnya dalam perumusan kebijakan PPKM darurat. Akibatnya terjadi miskomunikasi dan multitafsir terhadap aturan pusat.
"Ada multitafsir dan inkonsistensi terhadap apa yang sudah diatur pemerintah pusat. Padahal kami sudah menerapkan protokol kesehatan dengan ketat dan sudah divaksin semua. Jadi tinggal pengawasan dan penegakan hukum untuk membuat masyarakat disiplin," tuturnya.
(akr)
Lihat Juga :
tulis komentar anda