Mengenal Lebih Dekat Perbedaan Mata Uang Fiat dan Kripto
Jum'at, 13 Agustus 2021 - 16:24 WIB
JAKARTA - Perkembangan mata uang kripto begitu cepat dalam tiga tahun belakangan ini secara global. Bahkan secara keseluruhan kapitalisasi mata uang kripto global saat ini menyentuh USD1,56 triliun.
Bahkan belum lama ini, Visa, provider jasa pembayaran digital terbesar di dunia, menyatakan rencana jangka panjangnya untuk menggunakan mata uang kripto sebagai alat pembayaran. Salah satunya adalah mata uang kripto yang berkaitan dengan USD dapat digunakan untuk menyelesaikan transaksi di jaringannya.
Banyaknya koin yang bermunculan dengan fungsi dan kapasitasnya masing-masing, menjadikan banyak negara mengklasifikasikan mata uang kripto bukan sebagai alat pembayaran. Namun aset investasi, sehingga kemudian disebut sebagai aset kripto .
Kemudian banyak pertanyaan yang muncul mengenai nilai bawaan atau yang terkandung dalam aset kripto, terutama dibandingkan dengan mata uang fiat .
"Perbedaan yang paling menonjol di antara keduanya adalah penerbitan dan operasional desentralisasi dengan teknologi Blockchain pada aset kripto, sementara uang fiat bersifat sentralisasi atau terpusat. Untuk dapat memahami hal tersebut, maka diperlukan pemahaman dasar mengenai aset kripto dan uang fiat," ujar Research & Development Manager ICDX, Jericho Biere dalam keterangan tertulis, Jumat (13/8/2021).
Uang fiat adalah mata uang yang secara resmi dikeluarkan oleh bank sentral seperti uang fisik kertas dan koin. Sementara aset kripto atau yang juga dikenal sebagai mata uang digital, mata uang virtual, tidak diatur oleh bank sentral atau pemerintah.
Meskipun demikian, baik aset kripto maupun uang fiat, keduanya memiliki kesamaan dalam peran dan penggunaan. Kesamaan yang dimiliki oleh keduanya adalah sama-sama dapat digunakan sebagai alat tukar untuk suatu transaksi. Keduanya juga memiliki peran sebagai penyimpan nilai, alat tukar, dan satuan hitung.
"Nilai mata uang fiat dapat mengalami kenaikan ataupun penurunan jika terjadi inflasi atau deflasi. Berbeda dengan aset kripto yang pada umumnya tidak terpengaruh oleh inflasi atau deflasi suatu negara, kecuali aset kripto tersebut bersifat stablecoin yang dikaitkan dengan suatu mata uang negara, sehingga dapat terdampak atas indikator ekonomi dari negara bersangkutan, termasuk angka inflasi atau deflasi," jelas Jericho.
Bahkan belum lama ini, Visa, provider jasa pembayaran digital terbesar di dunia, menyatakan rencana jangka panjangnya untuk menggunakan mata uang kripto sebagai alat pembayaran. Salah satunya adalah mata uang kripto yang berkaitan dengan USD dapat digunakan untuk menyelesaikan transaksi di jaringannya.
Banyaknya koin yang bermunculan dengan fungsi dan kapasitasnya masing-masing, menjadikan banyak negara mengklasifikasikan mata uang kripto bukan sebagai alat pembayaran. Namun aset investasi, sehingga kemudian disebut sebagai aset kripto .
Kemudian banyak pertanyaan yang muncul mengenai nilai bawaan atau yang terkandung dalam aset kripto, terutama dibandingkan dengan mata uang fiat .
"Perbedaan yang paling menonjol di antara keduanya adalah penerbitan dan operasional desentralisasi dengan teknologi Blockchain pada aset kripto, sementara uang fiat bersifat sentralisasi atau terpusat. Untuk dapat memahami hal tersebut, maka diperlukan pemahaman dasar mengenai aset kripto dan uang fiat," ujar Research & Development Manager ICDX, Jericho Biere dalam keterangan tertulis, Jumat (13/8/2021).
Uang fiat adalah mata uang yang secara resmi dikeluarkan oleh bank sentral seperti uang fisik kertas dan koin. Sementara aset kripto atau yang juga dikenal sebagai mata uang digital, mata uang virtual, tidak diatur oleh bank sentral atau pemerintah.
Meskipun demikian, baik aset kripto maupun uang fiat, keduanya memiliki kesamaan dalam peran dan penggunaan. Kesamaan yang dimiliki oleh keduanya adalah sama-sama dapat digunakan sebagai alat tukar untuk suatu transaksi. Keduanya juga memiliki peran sebagai penyimpan nilai, alat tukar, dan satuan hitung.
"Nilai mata uang fiat dapat mengalami kenaikan ataupun penurunan jika terjadi inflasi atau deflasi. Berbeda dengan aset kripto yang pada umumnya tidak terpengaruh oleh inflasi atau deflasi suatu negara, kecuali aset kripto tersebut bersifat stablecoin yang dikaitkan dengan suatu mata uang negara, sehingga dapat terdampak atas indikator ekonomi dari negara bersangkutan, termasuk angka inflasi atau deflasi," jelas Jericho.
Lihat Juga :
tulis komentar anda