Unggul di ASEAN, Nilai Tambah Manufaktur Indonesia Tembus Rp3.990 Triliun
Senin, 13 September 2021 - 07:23 WIB
JAKARTA - Indonesia sebagai ekonomi terbesar di Asia Tenggara ( ASEAN ) terus meningkatkan nilai tambah manufakturnya (manufacturing value added/MVA) hingga mencapai USD281 miliar atau setara Rp3.990 triliun mendekati Rp4 kuadriliun. Dengan capaian itu, Indonesia telah mampu menggeser ekonominya menjadi manufactured based.
"Berbagai langkah dilakukan Kementerian Perindustrian ( Kemenperin ) untuk meningkatkan nilai tambah di sektor industri, antara lain mendorong hilirisasi, substitusi impor, dan menjadikan industri di Tanah Air sebagai bagian rantai pasok global,” ujar Juru Bicara Kemenperin Febri Hendri Antoni Arif dalam keterangannya, dikutip Senin (13/9/2021).
Peningkatan nilai tambah industri dapat menciptakan multiplier effect, seperti penyerapan tenaga kerja, devisa ekspor, serta meningkatkan kontribusi terhadap pajak dan cukai. Apalagi Indonesia dikenal memiliki keunggulan komparatif, yakni sumber daya alam (SDA) yang cukup tersedia, juga potensi sumber daya manusia (SDM) berusia produktif yang terampil, sehingga mampu meningkatkan daya saing produksi dalam negeri.
"Kekuatan ekonomi Indonesia terletak pada pasar domestik yang besar, dengan tetap berorientasi ekspor. Ini yang membedakan dengan negara lain di ASEAN, seperti Singapura atau Vietnam,” ujar Febri.
Dengan skala ekonomi yang lebih besar, serta jenis industri yang lebih beragam, MVA Indonesia lebih unggul dibanding negara ASEAN lainnya, seperti Thailand (USD1,23 miliar), Malaysia (USD81,19 juta), atau Vietnam (USD41,7 juta).
“Apalagi, di antara negara-negara di ASEAN, Indonesia merupakan satu-satunya yang masuk dalam G20. Ini menandakan Indonesia telah menjadi salah satu ekonomi terbesar di dunia,” kata Febri.
Pada 2022, Indonesia akan menjadi Presiden G20 sekaligus tuan rumah Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20. Dalam presidensi G20 tahun 2022, isu prioritas bidang industri yang diangkat adalah akselerasi industri 4.0 untuk industrialisasi yang inklusif dan berkelanjutan.
“Hal ini juga untuk mendukung pemulihan ekonomi global akibat pandemi,” jelas Febri.
"Berbagai langkah dilakukan Kementerian Perindustrian ( Kemenperin ) untuk meningkatkan nilai tambah di sektor industri, antara lain mendorong hilirisasi, substitusi impor, dan menjadikan industri di Tanah Air sebagai bagian rantai pasok global,” ujar Juru Bicara Kemenperin Febri Hendri Antoni Arif dalam keterangannya, dikutip Senin (13/9/2021).
Peningkatan nilai tambah industri dapat menciptakan multiplier effect, seperti penyerapan tenaga kerja, devisa ekspor, serta meningkatkan kontribusi terhadap pajak dan cukai. Apalagi Indonesia dikenal memiliki keunggulan komparatif, yakni sumber daya alam (SDA) yang cukup tersedia, juga potensi sumber daya manusia (SDM) berusia produktif yang terampil, sehingga mampu meningkatkan daya saing produksi dalam negeri.
"Kekuatan ekonomi Indonesia terletak pada pasar domestik yang besar, dengan tetap berorientasi ekspor. Ini yang membedakan dengan negara lain di ASEAN, seperti Singapura atau Vietnam,” ujar Febri.
Dengan skala ekonomi yang lebih besar, serta jenis industri yang lebih beragam, MVA Indonesia lebih unggul dibanding negara ASEAN lainnya, seperti Thailand (USD1,23 miliar), Malaysia (USD81,19 juta), atau Vietnam (USD41,7 juta).
“Apalagi, di antara negara-negara di ASEAN, Indonesia merupakan satu-satunya yang masuk dalam G20. Ini menandakan Indonesia telah menjadi salah satu ekonomi terbesar di dunia,” kata Febri.
Pada 2022, Indonesia akan menjadi Presiden G20 sekaligus tuan rumah Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20. Dalam presidensi G20 tahun 2022, isu prioritas bidang industri yang diangkat adalah akselerasi industri 4.0 untuk industrialisasi yang inklusif dan berkelanjutan.
“Hal ini juga untuk mendukung pemulihan ekonomi global akibat pandemi,” jelas Febri.
(uka)
Lihat Juga :
tulis komentar anda